Dunia Usaha Butuh Tenaga Kerja Tangguh dan Adaptif

Hanya mengandalkan sumber daya manusia unggul tidak cukup dalam menghadapi masa depan dunia usaha yang semakin cepat berubah.

Dunia Usaha Butuh Tenaga Kerja Tangguh dan Adaptif
Steering Committee Indonesia Human Capital & Beyond Summit (IHCBS) 2025 dalam pembukaan IHCBS 2025 di Indonesia Convention Center (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Senin (01/09/2025). Foto: Chris Wibisana/SUAR
Daftar Isi

Hanya mengandalkan sumber daya manusia unggul tidak cukup dalam menghadapi masa depan dunia usaha yang semakin cepat berubah, demikian dikatakan sejumlah praktisi pada Selasa (2/9/2025), di tengah perkembangan dan transformasi digital.

Pendiri QuBisa Suwardi Luis mengatakan ketangguhan dan memiliki kemanpuan beradabtasi merupakan hal yang jauh lebih genting dimiliki calon pekerja dalam mempersiapkan diri memasuki pasar kerja.

"Dengan koordinasi yang baik, kami memutuskan acara tetap akan dilaksanakan. Dari sudut pandang yang berbeda, penyelenggaraan event nasional ini bisa memberikan gambaran bahwa tidak seluruh Jakarta itu rusuh, dan sebagian besar pemimpin dunia usaha optimis tetap bisa maju dan bergerak,” ujar Suwardi. dalam acara Indonesia Human Capital and Beyond Summit (IHCBS) 2025 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, Banten pada Selasa (02/09/2025).

Acara tersebut dihadiri oleh Direktur Eksekutif GNIK Dharma Syahputra, CEO Kompas Gramedia Liliek Oetama, dan Corporate Communications Director Kompas Gramedia Glory Oyong.

Suwardi menyatakan bahwa IHCBS hadir untuk menjawab kebutuhan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang semakin mendesak.

"Transformasi peningkatan itu bukan pada perencanaan, tapi dari kapasitas mengeksekusi strategi. Dari 174 perusahaan yang kami survei, 32.5% menyatakan berhasil mengeksekusi strategi dengan baik karena SDM yang tangguh dan bisa diandalkan," kata dia.

Tiga titik balik

Guru Besar Praktik Inovasi dan Kepemimpinan Hult International Business School Riaz Shah memaparkan bahwa dalam dunia yang berubah sangat cepat, peradaban manusia saat ini menghadapi tiga titik balik yang memengaruhi proses pembentukan SDM.

  • Pertama, perubahan demografi yang ditandai tren penurunan fertilitas global dari 4,83 anak per ibu pada 1970 menjadi 2,30 anak per ibu pada 2020. Jepang, sebagai contoh kasus, bahkan mengalami penurunan populasi hingga 900.000 orang pada tahun 2024, dengan angka kematian lebih tinggi daripada angka kelahiran.
"Terdapat alasan ekonomi, sosial, dan perubahan generasi, di samping faktor kesehatan. Pemerintah berbagai negara seringkali tidak akan dapat menjawab masalah ini secara menyeluruh hanya lewat satu macam kebijakan parsimonial," cetus Shah.
Guru Besar Praktik Inovasi dan Kepemimpinan Hult International Business School Riaz Shah dalam panel talkshow pertama. Dokumentasi: IHCBS Steering Committee
  • Kedua, perubahan sikap dan motivasi kerja Generasi Z yang berubah secara signifikan dibandingkan generasi sebelumnya.
"Dengan kondisi orang muda yang semakin rawan secara finansial dan tertekan secara mental, menurut Shah, pekerja Gen Z semakin selektif dalam memilih pekerjaan, menginginkan fleksibilitas, dan menekankan keselarasan pekerjaan dengan well-being dan nilai-nilai yang dianut individual," kata Shah.
  • Ketiga, disrupsi akal imitasi (AI) dalam bentuk generative AI, agentic AI, dan physical AI yang berimplikasi luas terhadap kompetensi SDM.
"Upskilling dan reskilling menjadi semakin penting. Rekruter sumber daya manusia dituntut mampu menemukan peran masa depan yang mampu membaurkan talenta alami manusia dengan AI untuk mencapai produktivitas yang optimal dan well-being yang terjaga," tekan Shah.

Agar tidak tergerus ketiga titik balik itu, Shah menganjurkan tiga langkah penting untuk para talent management:

  • Pertama, menjaga rasa ingin tahu tetap tinggi dengan lebih banyak bertanya dan tidak berhenti belajar, termasuk dari pekerja muda yang lebih lincah dan cepat beradaptasi terhadap teknologi.
  • Kedua, mempertahankan intuisi manusiawi dengan mengasah kecerdasan emosional, kolaborasi, peduli, dan mengakomodasi keragaman sudut pandang.
  • Ketiga, lebih berani dengan memimpin perubahan, pengambilan risiko yang cerdas (smart risk-taking), dan mengetengahkan data insights dalam pengambilan keputusan.
"Masa depan tidak pernah lebih pasti dari yang sekarang kita hadapi. Pemimpin sejati menjadikan ketidakpastian sebagai sumber energi, menghadapinya bukan hanya sebagai bahaya, tetapi sebagai kesempatan," pungkas Shah.

Cara belajar

Berikut merupakan rangkaian inovasi terbaik yang berhasil dilakukan sejumlah pelaku industri dalam mentransformasikan lingkungan yang profesional:

Direktur SDM Pertamina International Shipping (PIS) Dewi Kurnia Salwa, mengatakan pihaknya terus memperhatikan tren peningkatan demand bahan bakar fosil, digitalisasi, volatilitas harga, dan risiko oversupply untuk menyesuaikan kebutuhan SDM.

"Karakteristik SDM yang kami kembangkan berusaha memenuhi kriteria pekerja yang mumpuni secara digital, kolaboratif, adaptif, tangguh, siap menghadapi tantangan, dan mampu membantu perusahaan untuk menjawab kebutuhan pasar global," tukas Dewi.

Untuk itu, PIS telah mengembangkan sejumlah langkah rekrutmen dan pengembangan talenta kepemimpinan yang inklusif, berwawasan lingkungan, serta bertanggung jawab melalui berbagai kaderisasi. Di kemudian hari, luaran kaderisasi akan semakin siap untuk ditempatkan sebagai pucuk pimpinan manajerial.

"Pembentukan kader kepemimpinan harus membuka akses networking dan capacity building di tingkat global, dengan dukungan sumber daya digital, memiliki daya saing tinggi, dan mampu menavigasi megatren global dengan resiliensi, inovasi, dan tumbuh secara optimal," tutupnya.

Dalam menghadapi perubahan, keinginan untuk memperoleh SDM optimal dan siap kerja semakin genting. Najeela Shihab menilai, rekrutmen SDM setiap perusahaan perlu lebih realistis dalam menerima talenta muda berbakat, dan membutuhkan pengalaman kerja untuk dapat berkembang lebih baik.

"Ekspektasi talent ready-made kita terlalu tinggi hingga seringkali menuntut fresh graduates hal-hal yang tidak pernah mereka alami di kampus, dengan alasan tidak ada waktu dan tuntutan target. Dengan memahami pembelajaran sepanjang hayat, proses upskilling dan reskilling harus berlangsung sepanjang proses kerja," tutur Najeela.

KTM Solutions yang dia pimpin, misalnya, semakin mendorong pemakaian AI tidak hanya sebagai sarana belajar, melainkan juga sebagai instrumen produktivitas, seperti penggunaan AI dalam proses interview calon pekerja secara asinkronus.

Dengan cara ini, selain hasil wawancara lebih objektif, juga membuktikan investasi SDM mampu berdaya dan bukan tergantikan oleh AI.

Andrey Andoko membenarkan bahwa transisi AI tidak terhindarkan dalam proses perkuliahan maupun dalam dunia kerja. Alih-alih mendorong mahasiswa, Andrey menyatakan tenaga pengajarlah yang harus lebih adaptif dengan AI, memberikan kesempatan mahasiswa memanfaatkan AI dalam proses belajar, dan mengembangkan beyond AI skillset saat lulus.

"Dengan membiasakan mahasiswa melakukan case study dan project based learning, mahasiswa tahun terakhir UMN mempelajari kompetensi yang persis akan mereka hadapi di dunia kerja. Kewajiban magang dan dorongan entrepreneurship kami lakukan secara berimbang, sehingga mereka tidak hanya mencari kerja, tetapi juga menciptakan lapangan kerja. Walau tidak harus mendirikan usaha atau start-up, yang penting mindset untuk maju itu ada," tutup Andrey.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional