Destinasi Wisata Elite Bikin Top Eksekutif Hidup Lebih Bahagia

Traveling memiliki dampak positif pada kebahagiaan seseorang. Pengalaman mengunjungi tempat baru, merasakan budaya yang berbeda dan mencoba hal baru ternyata menghadirkan sensasi excited dan kegembiraan yang lebih besar. 

Destinasi Wisata Elite Bikin Top Eksekutif Hidup Lebih Bahagia
Wisatawan mancanegara berjalan di area taman bunga saat berkunjung di Daya Tarik Wisata (DTW) Ulun Danu Beratan, Tabanan, Bali, Sabtu (1/11/2025). Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo/nz.
Daftar Isi

Banyak orang menganggap liburan sebagai bagian dari proses hidup. Rekreasi menjadi penyeimbang dari rasa jenuh karena kesibukan kerja maupun pelarian dari peliknya kehidupan sehari-hari.

Kita seringkali melupakan kalau tubuh dan pikiran pun butuh istirahat. Salah satu cara mengisi liburan yang paling sering dilakukan adalah traveling, atau melakukan perjalanan untuk menyegarkan pikiran. 

Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal “Tourism Analysis” menemukan bahwa sering melakukan traveling memiliki dampak positif pada kebahagiaan seseorang. Orang yang rajin traveling ternyata 7% lebih puas dengan hidup mereka secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang jarang melakukannya. 

Hal ini berlaku universal, tidak peduli berapa pun usia, jenis kelamin dan berapa penghasilan yang didapatkan, sering bepergian berpotensi besar meningkatkan kebahagiaan seseorang. Baik perjalanan domestik (dalam negeri) atau internasional (ke luar negeri), keduanya sama-sama memberikan dampak positif peningkatan kebahagiaan. Pengalaman mengunjungi tempat baru, merasakan budaya yang berbeda, dan mencoba hal baru ternyata menghadirkan sensasi excited dan kegembiraan yang lebih besar. 

Semua orang bisa menikmati traveling, mulai dari bepergian sendiri (solo traveler), berkelompok, hingga bersama keluarga ataupun karena pekerjaan seperti seorang diplomat, pramugari dan pebisnis. Berbeda dari rutinitas sehari-hari, traveling dilakukan dengan berbagai macam tujuan seperti untuk berwisata, berbisnis, berpetualang, mencari pengalaman kuliner (foodie) dan rekreasi.

Tiga tokoh di bawah ini merupakan orang-orang yang senang traveling di tengah kesibukan mereka sebagai pejabat dan pengusaha di berbagai bidang. Siapa saja? 

Pelarian Vivin Harsanto Mencari Kebahagiaan

Di tengah kesibukannya sebagai orang penting di JLL Indonesia, Vivin Harsanto tidak pernah lupa menikmati hidup dengan cara melakukan perjalanan berwisata ke suatu negara.

Menurut dia, traveling merupakan sebuah pelarian untuk membangkitkan energi baru sehingga pikiran lebih segar dalam setiap mengambil keputusan.

“Sebenarnya melakukan traveling adalah mempelajari budaya negara tersebut, ambil sisi baiknya dan terapkan dalam kehidupan,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta, beberapa waktu silam. 

Vivin Harsanto saat mengisi salah satu acara di Jakarta. Foto: Dokumen Pribadi.

Menurut dia, banyak sekali pelajaran atau nilai kehidupan yang bisa diambil dari sebuah negara, mulai dari cara bertegur sapa, menghormati orang yang lebih tua dan cara berkomunikasi. Contohnya Jepang, ia bercerita bagaimana orang Jepang selalu membungkukkan badannya ojigi sebagai bentuk kesopanan atau penghormatan antar sesama.

“Semakin menunduk itu menunjukkan rasa penyesalan mendalam. Orang Jepang juga sangat menjaga kebersihan dan menerapkan gaya hidup sehat,” ujar dia. 

Memiliki sejumlah bucketlist, beberapa negara yang telah ia kunjungi dan membekas di hatinya antara lain Jepang, Korea, dan Thailand. 

“Budaya orang Korea yang bisa dicontoh adalah kreativitas mereka sangat tinggi, dan budaya mengantre yang sangat rapi. Sedangkan budaya orang Thailand yang bisa diterapkan adalah selalu menabur kebaikan karena masyarakat Thailand percaya karma, apa yang dituai, itu yang didapatkan,” ujar dia.

Vivin mengatakan, banyak perspektif baru yang didapatkan dari traveling baik untuk kehidupan pribadinya maupun untuk pekerjaan profesional.

Traveling tidak hanya soal belanja, mencoba makanan, tetapi juga berbaur dengan kehidupan orang lokal di sana,” ujar dia.

Ia mengatakan, dengan traveling, pikiran lebih terbuka, ternyata dunia itu sangat luas, karakter manusianya pun tidak ada yang sama.

Vivin Harsanto saat mengisi salah satu acara di Jakarta. Foto: Dokumen Pribadi.

Ia mengaku, dampak nyata yang paling ia rasakan karena hobi traveling adalah menjadi manusia yang lebih baik untuk kehidupan rumah tangga maupun di lingkungan pekerjaan.

Dalam pekerjaan, ujarnya, ia berusaha agar menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, menghormati setiap keputusan dan berwibawa. “Traveling sudah menjadi hobi utama, belum ada lagi hobi lain yang saya temukan yang senikmat traveling,” ungkap dia seraya menambahkan ia masih penasaran dengan kebudayaan di Amerika Selatan dan Afrika. 

Mencari Ketenangan Liburan ala Amanda Felicia 

Di hall 10 Indonesia Convention Exhibition, BSD, Tangerang, Amanda Felicia Verdyanta tampak sibuk. Beberapa kali dia mengecek gawai yang tidak pernah lepas dari genggamannya. Ketika ada pengunjung yang menghampiri booth pamerannya, dengan sigap dia meladeni dan menjawab berbagai pertanyaan. Tidak lupa, di tengah percakapan itu, Amanda mengenalkan produk yang tengah dipamerkan perusahaannya.

Sore itu, perusahaan Amanda, PT Garuda Excavindo jadi salah satu eksibisioner pada acara Indonesia Agriculture Technology Expo 2025. Perusahaan yang menjadi satu-satunya distributor resmi jenama Xinyuan asal Tiongkok ini memboyong tiga jenis eskavator ke pameran, yakni C 80W, B 80S, dan C 130S. C 80W dan B 80S parkir di booth PT Garuda, sedangkan C 130S menyambut pengunjung di depan pintu masuk hall 10.

Bersama suaminya, Amanda mendirikan PT Garuda pada September 2024 di Surabaya. Dia menjabat Chief Executive Officer dan suaminya memegang posisi direktur. Mulanya Amanda hanya menjadi importir perseorangan dan langsung menjajakan produk Xinyuan kepada kliennya. Namun, ketika melihat adanya peluang bisnis yang lebih menjanjikan, Amanda memutuskan membuat perusahaan untuk dapat menjadi distributor resmi Xinyuan.

Amanda Felicia di sebelah produk eskavator Xinyuan jenis C 80W. (Foto: Harits Arrazie/SUAR)

Sebagai satu-satunya distributor Xinyuan, pelanggan Amanda tersebar di banyak tempat di Indonesia, baik perorangan maupun perusahaan. Selain kantor pusat di Sidoarjo, Jawa Timur, PT Garuda juga memiliki dua kantor lain di Makassar dan Lampung, plus satu gudang di Tangerang. Itu sebabnya bepergian ke banyak tempat bukan kegiatan yang asing bagi Amanda. 

Di tengah kesibukannya sebagai pemimpin perusahaan, Amanda punya cara sendiri untuk melepas penat. Hampir setiap kali berkunjung ke cabang atau menemui pelanggan di luar kota, dia selalu menyisihkan waktu untuk menjelajahi tempat-tempat yang baru. Baginya, perjalanan kerja turut menyediakan kesempatan untuk menyegarkan pikiran.

Customer saya tersebar di banyak pulau. Jadi, sekalian saya jalan, saya manfaatkan waktu itu buat refreshing,” katanya. Makassar, Lampung, Denpasar, dan Jakarta termasuk wilayah yang kerap dia sambangi. 

Di setiap kota, Amanda berusaha mencari waktu untuk menikmati suasana setempat sebelum kembali ke rutinitas pekerjaan.

Amanda melakukan itu karena dia memang menyukai situasi yang tenang. Sejak kecil dia sudah tumbuh di Surabaya, kota besar yang hiruk-pikuk dan penuh dengan aktivitas. Karena itu, dalam setiap perjalanan, dia selalu mencari suasana yang berbeda. Lebih tenang, lebih alami, dan jauh dari kebisingan.

Katanya, melihat hamparan sawah atau perkebunan di daerah pedesaan menjadi cara sederhana untuk mengingatkan diri agar tidak terburu-buru. 

“Saya suka eksplor, suka suasana alam yang segar dan nggak bising,” ujarnya.

Saat mengunjungi daerah-daerah yang lebih tenang, dia merasa pikirannya lebih jernih dan energinya kembali pulih.

“Ketika pergi liburan bersama keluarga, saya cari tempat yang juga tidak terlalu ramai. Di tempat seperti itu, saya bisa benar-benar dapat stress relief,” katanya.

Salah satu perjalanan yang paling berkesan baginya adalah liburan keluarga ke Labuan Bajo. Ia pergi bersama suami dan dua anaknya yang kini berusia 12 dan 8 tahun. 

“Lautnya biru keunguan, nggak ramai, dan anginnya sejuk,” kata perempuan berusia 33 tahun ini. 

Amanda memilih Labuan Bajo karena menurutnya tidak seramai dan sepadat Denpasar.

Selain pantai, Amanda juga menyukai pegunungan. Saat kunjungan kerja ke daerah Jawa Timur, dia sering menyempatkan singgah di Bromo. Udara dingin dan pemandangan terbuka membuatnya merasa jauh dari panas dan padatnya Surabaya. 

Ketika kebetulan anak-anaknya turut serta, dia memilih menginap di hotel keluarga di kawasan Bromo yang menyediakan banyak aktivitas untuk anak-anak agar liburan tetap menyenangkan bagi kedua putranya.

Setiap perjalanan adalah eksplorasi baru yang menghadirkan suasana berbeda. Dalam kunjungan kerja ke Bondowoso, misalnya, dia sempat dijamu oleh pelanggan di rumah sederhana di tengah kebun. Dia menikmati keramahan yang tulus dan kesederhanaan hidup yang membuatnya merasa benar-benar rileks.

Dari pengalaman itu, Amanda semakin meyakini ketenangan datang dari tempat yang jauh dari keramaian. Dia menikmati percakapan santai dengan petani, menyeruput kopi hangat, hingga mencicipi durian yang langsung diambil dari pohon. Semua itu baginya adalah bentuk pelepasan stres yang tak bisa didapatkan di perkotaan.

Amanda Felicia saat berkunjung ke Rovaniemi Finlandia beberapa tahun silam. Foto: Dokumen Pribadi.

Kecintaannya pada ketenangan juga tercermin saat bepergian ke luar negeri. Alih-alih memilih kota-kota populer seperti Paris atau Roma, Amanda justru tertarik ke negara-negara Skandinavia. Finlandia, dan Norwegia menjadi destinasi favoritnya karena suasana yang damai dan penduduknya yang tidak terlalu padat.

Saat berlibur musim dingin bersama keluarga, Amanda berkunjung ke Rovaniemi dan Helsinki di Finlandia. Dia bercerita tentang pengalaman menginap di kubah kaca (glass igloos) di utara Finlandia itu yang dikelola pasangan India-Finlandia. Dari balik kaca, dia bisa melihat tumpukan salju dan langit putih yang tenang, sementara anak-anaknya bermain bola salju di luar.

Liburan itu membuatnya ingin kembali ke Eropa tahun depan saat anaknya sedang liburan sekolah. Amanda berencana mengunjungi Islandia untuk melihat air terjun di tengah bentang salju, lalu melanjutkan perjalanan ke Inggris. Di sana, dia ingin mengajak dua putranya menikmati wisata Harry Potter dan mengunjungi berbagai stadion sepak bola.

“Kalau saya pergi, saya selalu cari kota yang sepi. Misalnya ke luar negeri, turun di kota besar seperti Shanghai, saya cuma sehari di sana. Sisanya saya habiskan di daerah yang lebih tenang seperti Hangzhou, Nanjing, atau Zhujiajiao. Soalnya kalau tempatnya ramai, ya sama aja kayak di Surabaya,” kata lulusan Fakultas Kedokteran Shanghai Jiao Tong University ini sembari tertawa. 

Diplomat Kekeru Fujiyama Kepincut Indonesia Lewat Warung dan Hutan

Kakeru Fujiyama, First Secretary–Justice Attaché di Kedutaan Besar Jepang, melangkah ringan memasuki ruang diskusi Roundtable Suar tentang pekerja migran di Indonesia. Sebagai pejabat diplomatik yang menangani isu hukum dan ketenagakerjaan, datang ke forum seperti ini bukan sekadar memenuhi undangan, tapi bagian dari kerja diplomatik: membangun relasi, memahami persoalan, dan mendengarkan cerita di balik kebijakan.

Namun, kehidupan Kakeru tidak semata berputar di sekitar urusan kedutaan. Ada sisi lain yang membuat matanya berbinar ketika ia bercerita, sebuah hobi yang dengan tekun ia jalani sejak tinggal di Indonesia.

Tim SUAR berbincang di sudut ruang meeting Hotel JS Luwansa, lantai satu. Di depan bar kopi, ia duduk santai di kursi tinggi, menggenggam cangkir minumannya sambil tersenyum hangat. Topik pembicaraan pun beralih dari pekerja migran ke hal yang lebih personal: hobinya menjelajahi Indonesia.

Ia menyebutnya sebagai cara untuk memahami Indonesia dari sudut pandang yang lebih jujur. 

“Saya belajar tentang negeri ini bukan dari balik meja kerja,” ujarnya pelan, “tapi dari jalan, dari warung, dari obrolan dengan orang-orang di pelosok, dan dari hijaunya hutan tropis yang saya lewati.”

“Saya ini sebenarnya orang yang membosankan,” ujarnya sambil tertawa kecil. “Tapi sejak datang ke Indonesia, saya jadi suka sekali bepergian, ke kota, desa, gunung, sampai laut.”

Kekeru Fujiyama saat menikmati pantai bersama keluarganya di Gili Trawangan, Lombok (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Sebagai pegawai pemerintah Jepang yang ditugaskan di Indonesia, Kakeru mengaku menemukan cara baru untuk “hidup” di negeri orang. Kalau dulu pekerjaannya berkaitan dengan pembuatan kebijakan untuk warga asing, kini ia justru menjadi pengguna dari kebijakan imigrasi Indonesia. 

“Jadi saya ingin benar-benar tahu seperti apa kehidupan di sini, dari sisi masyarakatnya,” katanya.

Ia menceritakan, setiap bepergian bersama keluarga, Kakeru menetapkan satu aturan kecil, tidak makan di restoran mewah.  

“Untuk sarapan boleh di hotel, tapi makan malam harus di warung lokal,” ujarnya sambil tersenyum. “Di situlah saya belajar banyak tentang kehidupan sehari-hari orang Indonesia.”

Dari Padang, Bukittinggi, Lampung, Bogor, Bandung, hingga Makassar dan Pontianak, ia telah mengunjungi lebih dari 30 kota. Namun dua tempat paling berkesan baginya adalah hutan di Kalimantan dan pantai-pantai di Lombok. 

“Di Kalimantan, saya tidur di kapal kayu, kadang tanpa sinyal, dan bisa melihat orangutan di habitat aslinya. Di Lombok, saya menginap empat malam di Gili Trawangan, hanya bermain dan berenang. Rasanya tenang sekali.”

Kakeru Fujiyama di Bukittinggi, Sumatera Barat, usai mendaki satu jam untuk melihat bunga Rafflesia. Foto: Dokumentasi Pribadi.

Salah satu kisah yang paling dikenang terjadi di Bukittinggi, Sumatra Barat. Ia menunggu berbulan-bulan hanya untuk melihat bunga Rafflesia mekar. 

“Saya bekerja sama dengan pemandu lokal selama hampir dua bulan, menunggu kabar bunga akan mekar. Begitu waktunya tiba, saya mendaki satu jam ke dalam hutan. Lalu di sana, di tengah sepi, saya melihatnya sendiri, bunga Rafflesia mekar. Itu luar biasa.”

Beberapa momen sederhana juga membekas di hatinya walaupun hanya memakan semangkuk bubur ayam di Sabtu pagi, menjadikannya sah menjadi warga yang tinggal di Indonesia. 

“Setiap Sabtu pagi, saya jalan kaki ke warung bubur ayam di Cikini. Saya makan di sana, lalu beli tiga bungkus untuk keluarga, lengkap dengan gorengan. Itu kebiasaan mingguan saya, sarapan bubur,” tuturnya.

Menurutnya, keseimbangan antara bekerja dan menikmati hidup itu penting.

“Kalau saya ingin bisa bepergian, berarti saya harus bekerja lebih efisien. Jadwal liburan justru membuat saya lebih bersemangat bekerja,” ujarnya.

Di sela-sela kesibukan, Kakeru tetap menyimpan satu pesan sederhana untuk siapa pun yang tenggelam dalam rutinitas kerja: “Prioritaskan waktu pribadi. Kadang, cara terbaik untuk memahami dunia kerja adalah dengan beristirahat darinya, walau sebentar.”