Penempatan dana Rp200 triliun dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan kepada lima bank negara pada September lalu, kini dilaporkan sudah disalurkan jadi pembiayaan ke sektor produktif.
Seperti diketahui pemerintah menyuntikan dana Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) kepada lima bank negara yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Direktur Utama BRI Hery Gunadi mengatakan BRI telah mengoptimalkan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 55 triliun yang bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk pembiayaan di sektor produktif.
"Di mana pada 16 Oktober 2025 dana tersebut telah dialokasikan secara penuh pada segmen mikro sebesar Rp28,08 triliun, korporasi Rp11,07 triliun, komersial Rp10,13 triliun, dan konsumer Rp6,58 triliun," ujar dia pada Konferensi Pers Kinerja Keuangan BRI Triwulan III, di Jakarta (30/10/2025).
Pada kesempatan itu, BRI juga melaporkan laba bersih pada triwulan III-2025 sebesar Rp 41,2 triliun turun 9,17% dari periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY) sebesar Rp45,36 triliun.
Dari sisi intermediasi, BRI mencatat pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 6,3% YoY menjadi Rp1.438 triliun, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,2% YoY menjadi Rp1.474 triliun.
Kinerja yang apik tersebut membuat aset BRI bertumbuh 8,2% YoY menjadi Rp2.123 triliun.
BRI juga mengambil peran dalam penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) senilai Rp2,25 triliun kepada 3,7 juta penerima, serta pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada 110 ribu masyarakat berpenghasilan rendah dengan nilai penyaluran Rp15,07 triliun.
Di samping itu, Perseroan juga mendukung program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) dan akan berperan dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai Sementara Kesejahteraan Rakyat (BLTS Kesra) guna menjaga daya beli masyarakat.
Penyaluran pembiayaan dari bank negara lainnya
Bank negara lainnya yakni Bank Mandiri, juga telah melaporkan penyaluran pembiayaan dari dana pemerintah. Amanat pemerintah telah tersalurkan secara efektif sebesar Rp41 triliun hingga akhir September 2025, atau dalam waktu hanya 15 hari. Pada awal September Bank Mandiri memperoleh suntikan dana sebesar Rp55 triliun.
Menjangkau lebih dari 15 sektor strategis nasional untuk mendukung bidang ketahanan pangan dan energi, menjangkau lebih dari 24 ribu UMKM, merata di 37 provinsi seluruh Indonesia. Pencapaian ini mencerminkan komitmen nyata Bank Mandiri untuk memperkuat ekonomi rakyat secara berkelanjutan.
Direktur Commercial Banking Bank Mandiri Totok Priyambodo mengatakan hingga 30 September 2025, realisasi penyaluran kredit dari dana SAL mencapai 74% dari total penempatan 55 triliun rupiah.
โSeluruh penyaluran tersebut dijalankan dengan prinsip kehati-hatian serta pelaporan transparan. Penyaluran kami fokuskan pada segmen UMKM dan industri padat karya seperti perkebunan dan ketahanan pangan, hilirisasi SDA dan energi terbarukan, layanan kesehatan, manufaktur, dan kawasan industri. BM berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus memperluas penciptaan lapangan kerja,โ ujar dia kepada SUAR di Jakarta (30/10/2025).
Hal serupa juga dilakukan oleh BSI. Direktur Utama BSI Anggoro Eko Cahyo menambahkan penempatan dana pemerintah Rp10 triliun di BSI dapat disalurkan seluruhnya pada Oktober ini.
Ia menuturkan saat ini penyerapan dana tersebut sudah melebihi 50%. Meskipun demikian, ia tidak menyebutkan secara detail berapa angka penyerapan tersebut. Pihaknya akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai hal tersebut saat bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam waktu dekat.
Likuiditas melimpah
Sebelumnya pada Rabu (22/10/2025) lalu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar didampingi oleh Kepala Eksekutif Pengawasa Perbankan OJK Dian Ediana Rae bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
Pada kesempatan itu Mahendra melaporkan perkembangan penyaluran kredit dari suntikan dana SAL yang diberikan Kementerian Keuangan dari SAL.
Mahendra mengatakan, penempatan dana sebesar Rp 200 triliun telah meningkatkan likuiditas perbankan dan memberikan ruang penyaluran kredit bagi Himbara. Dalam praktiknya, dana tersebut dicampur (blended) dengan dana yang sebelumnya dimiliki perbankan.
Di sisi lain, suntikan dana pemerintah juga memberikan momentum bagi Himbara untuk menurunkan seluruh suku bunga. Dengan demikian, Himbara diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan kredit untuk kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
Mahendra mengatakan, berdasarkan laporan yang diterimanya, realisasi penyaluran kredit dari tiap bank itu berbeda-beda. Ada yang 70%, 50% ada pula yang baru sekitar 20%-30%.
Pada kesempatan terpisah, Selasa (28/10/2025) lalu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mewanti-wanti agar dana itu tidak disalurkan kepada konglomerat. Tujuan pemerintah memberikan tambahan likuiditas itu, lanjut Purbaya, agar bisa disalurkan menjadi modal usaha yang bisa menggerakan ekonomi masyarakat.
Ia menambahkan, bila sistem perbankan sudah bagus, penyaluran kredit itu akan menyebar ke sistem keuangan dan bisa disalurkan ke berbagai sektor ekonomi dan industri.
Pada jumpa pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (22/10/2025), Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan moneter longgar dan penempatan dana SAL Pemerintah di perbankan mendorong kenaikan jumlah uang beredar.
Mengutip data BI, likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025 tumbuh lebih tinggi. Pertumbuhan M2 pada September 2025 sebesar 8,0% YoY, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Agustus 2025 sebesar 7,6% YoY sehingga tercatat Rp9.771,3 triliun. Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7% YoY dan uang kuasi sebesar 6,2% (yoy). Artinya, uang yang disuntikan pemerintah ke lima bank negara itu terbukti makin membanjiri likuiditas uang yang beredar.
Perry mengatakan, permintaan kredit belum kuat dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
"Minat penyaluran kredit perbankan pada umumnya cukup baik sebagaimana tecermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang cukup longgar, kecuali pada segmen kredit konsumsi dan UMKM seiring dengan sikap kehati-hatian bank di tengah risiko kredit pada kedua segmen tersebut," ujar Perry.