Sejak memimpin Indonesia, Presiden Prabowo menyatakan komitmen untuk mencapai swasembada pangan dan energi. Bahkan, ia mencanangkan: Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Tidak boleh bergantung dari sumber makanan daro luar.
Saat ini, sebagian kebutuhan pangan dalam negeri memang masih impor. Maka, sebelum swasembada terjadi, Indonesia perlu menjaga ketahanan pangan. Yakni, terpenuhinya pangan bagi rumah tangga di Indonesia, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dengan harga terjangkau.
Komitmen ini pun muncul kembali ketika pemerintah baru-baru ini merilis RAPBN 2026. Untuk itu, menurut sejumlah pakar pertanian, Selasa (26/8), pemerintah perlu menyusun strategi dan rencana demi mewujudkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan di tengah berbagai tantangan ekonomi global – seperti perubahan iklim, bencana alam, pandemi, atau krisis ekonomi.
Di RAPBN, Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran ketahanan pangan Rp 164,4 triliun pada tahun 2026. Dana tersebut dialokasikan untuk tiga fokus utama, yaitu, sisi produksi, konsumsi, serta distribusi cadangan pangan.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengatakan, ketahanan pangan nasional akan terwujud apabila pemerintah memprioritaskan kesejahteraan petani.
"Petani merupakan jantung dari sektor pertanian itu sendiri. Ketahanan pangan bisa dicapai bila petaninya sejahtera," kata Khudori kepada SUAR di Jakarta (26/8).
"Petani merupakan jantung dari sektor pertanian itu sendiri. Ketahanan pangan bisa dicapai bila petaninya sejahtera," kata Khudori.
Saat ini, kata dia, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya yang diharapkan untuk mendukung hal tersebut. Salah satunya dengan penetapan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP). Kini, HPP gabah menjadi Rp 6.500 per kilogram (kg) per 15 Januari 2025. Kenaikan HPP tersebut dinilai dapat menyelamatkan petani dari tengkulak.
Menurut Khudori, petani akan sejahtera apabila hasil produksi mereka diserap dengan baik dan jangan lakukan impor. “Prioritaskan dulu produksi dalam negeri, jangan sedikit sedikit impor,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (26/8).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional sepanjang Januari–Juni 2025 mencapai 21,76 juta ton, naik 2,83 juta ton atau 14,49% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Memang, impor beras di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 4,52 juta ton. Angka ini meningkat ketimbang tahun-tahun sebelumnya, dan sebagian besar berasal dari Thailand dan Vietnam.
Namun, pada periode Januari-Maret 2025, impor beras mengalami penurunan drastis hingga 92,26% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
Khudori menuturkan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga harus pro petani. Seperti, pemberian pupuk subsidi, alat dan mesin pertanian yang memadai.
Meskipun merupakan negara agraris, sebagian besar pertanian di Indonesia berskala kecil dan dilakukan secara subsisten. Lebih dari 15 juta petani Indonesia mengolah lahan yang lebih kecil dari 0,5 hektare, menurut data Badan Pusat Statistik.
Hal senada disampaikan pengamat pertanian Institute Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas. Ia mengatakan, ketahanan pangan suatu negara akan terealisasi dengan baik jika sudah mencakup lima aspek. Yaitu, kesejahteraan petani, optimalisasi lahan, iklim memadai, peningkatan produktivitas, dan melibatkan pihak swasta.
- Aspek pertama, meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah sudah ada upaya untuk meningkatkan taraf hidup petani. Hal tersebut dapat dilihat dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang sudah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk komoditas pertanian seperti gabah dan jagung.
- Aspek kedua, optimalisasi lahan. Pemerintah bisa melakukan program teknik budidaya modern atau memanfaatkan lahan kosong yang bisa dikelola. Faktanya, masih banyak lahan kosong di Indonesia yang terbengkalai.
- Aspek ketiga, masalah iklim. Ini masih menjadi tantangan terberat karena cuaca susah ditebak. Solusi untuk masalah iklim ini adalah memperbanyak pembangunan waduk di beberapa daerah.
- Aspek keempat, meningkatkan produktivitas pertanian. Pemerintah harus melakukan riset dan pengembangan terbaru dan bisa belajar dari negara lain untuk teknik pengembangan tanaman.
- Aspek kelima, pemerintah perlu melibatkan swasta karena mereka yang mengetahui kondisi di lapangan, jangan menyalahkan dan menaruh curiga kepada pihak swasta.
“ Jika kelima aspek ini sudah bisa dipenuhi, ketahanan pangan nasional secara perlahan bisa diwujudkan,” ujar Dwi kepada SUAR.
Kebijakan pro petani
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, pemerintah terus menjalankan kebijakan pro petani, mulai dari penyesuaian harga gabah, akses pupuk subsidi, hingga bantuan alat dan mesin pertanian demi memperkuat ketahanan pangan nasional.
"Kami serius tidak mengimpor beras. Kebijakan ini merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintahan terhadap kesejahteraan petani Indonesia," ujar Amran dalam siaran persnya yang diterima SUAR (19/8).
Dia menyampaikan, kebijakan dan bantuan pertanian akan terus dijalankan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap sektor pangan dan para petani di dalam negeri. Saat ini, Amran mengklaim harga beras di dalam negeri juga sudah tidak melonjak.
Berdasarkan data Panel Harga Bapanas pada Minggu (24/8) pukul 13.29 WIB, harga beras Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di tingkat konsumen secara nasional ada di Rp 12.583 per kg atau lebih tinggi 0,66% dari harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 12.500 per kg.
Sedangkan, harga beras medium tercatat Rp 14.294 per kg, lebih tinggi 14,35 persen dari HET Rp 12.500 per kg. Beras premium secara nasional tercatat Rp 16.089 per kg atau lebih tinggi 7,98 persen dari HET Rp 14.900 per kg.

Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso menuturkan, pemerintah harus benar benar memastikan bahwa kebijakan pro-petani berjalan sempurna, harus ada pantauan di lapangan.
"Harus ada tim yang mengevaluasi, jangan sampai dibiarkan tanpa ada pengawasan. Contohnya ketika ada bantuan alat dan mesin pertanian kepada petani, turunkan tim untuk mengawasi, jangan sampai alat tersebut terlantar dan tidak digunakan," kata dia.
Kementerian Pertanian memproyeksikan produksi beras nasional hingga September 2025 surplus sebanyak 4,86 juta ton dari target yang telah ditetapkan mencapai 32 juta ton di tahun 2025. Sedangkan stok beras Perum Bulog saat ini mencapai 4,2 juta ton. Target pemerintah, swasembada pangan dapat tercapai pada tahun ini.