Di tengah badai ketidakpastian politik global dan perlambatan ekonomi yang membayangi, Indonesia justru menunjukkan anomali yang mengejutkan. Gelombang investasi ke Indonesia justru melesat melampaui target, memberikan angin segar kepada pertumbuhan ekonomi.
Realisasi investasi di Indonesia menunjukkan performa impresif pada triwulan II– 2025, dengan capaian Rp 477,7 triliun. Angka ini menandai peningkatan signifikan sebesar 11,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 428,4 triliun.
Dengan demikian, total realisasi investasi sepanjang semester I–2025 telah mencapai Rp 942,9 triliun, atau hampir 50% dari target pemerintah sebesar Rp 1.905,6 triliun untuk tahun 2025.
Peningkatan ini menjadi angin segar di tengah dinamika geopolitik dan geokonomi global yang penuh tantangan. Sebab, investasi itu membuka lapangan kerja sebanyak 1,25 juta orang.

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, menyampaikan rasa syukurnya atas pencapaian ini. "Alhamdulillah target yang kami canangkan ini telah kita penuhi. Di tengah tentunya tantangan geopolitik, geokonomi yang berada di makin meningkat, kepercayaan yang terbangun kepada Indonesia ini sehingga kami bisa men-deliver sesuai yang sudah dicanangkan pemerintah," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta (29/7/2025).
Menurut Rosan, peran aktif pemerintah, khususnya kunjungan Presiden ke berbagai negara, turut membangun kepercayaan investor. Ia juga menyoroti peran Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang kini memberikan kontribusi lebih tinggi, yaitu 57,7% atau Rp 275,5 triliun, dibandingkan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 42,3% atau Rp 202,2 triliun. "Peningkatan di dalam negeri ini justru cukup baik," tambahnya.

Investasi sebagai penopang pertumbuhan, namun target 8% masih jauh
Senada dengan optimisme Rosan, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengapresiasi kinerja BKPM. "Tentu saya mengapresiasi sinergi BKPM bisa mencapai hampir 50% dari target tahunan. Padahal, ekonomi sebetulnya sedang melambat ini, ya. Jadi ini sebetulnya berita yang positif di tengah perlambatan ekonomi global," ujarnya kepada Suar, (29/7/2025).
Namun, ia memberikan pandangan realistis terkait target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintah. "Walaupun ini sudah mencapai, katakanlah mendekati 50%, tapi untuk mengejar 8% kan investasi yang dibutuhkan juga berlipat-lipat. Jadi masih agak jauh kalau menuju ke 8%," jelasnya.
Eko menambahkan, realisasi investasi saat ini lebih mungkin menjadi topangan untuk pertumbuhan di kisaran 5%. Meskipun, prediksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini masih di bawah 5% karena tekanan global dan domestik.
Ia juga menekankan bahwa untuk menumbuhkan ekonomi yang lebih tangguh, ujung tombaknya adalah investasi swasta, baik PMDN maupun PMA, bukan semata-mata belanja pemerintah atau APBN. "Pemerintah perlu mendukung strategi-strategi yang dilakukan BKPM untuk mendorong peningkatan realisasi investasi, karena ini sangat kita perlukan untuk menuju pertumbuhan yang lebih baik," katanya.
Secercah harapan
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, di tengah kompleksitas global dan dalam negeri tantangan capaian realisasi investasi jadi harapan bagai dunia usaha dan perekonomian.
Mengutip data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi pada triwulan II–2025, yang mencapai Rp 477,7 triliun, meningkat dari triwulan I–2024 sebesar Rp 465,2 triliun.
Secara kumulatif, sepanjang semester I– 2025, total investasi telah mencapai Rp 942,9 triliun atau 49,5% dari target tahun 2025, menciptakan lebih dari 1,2 juta lapangan kerja baru. Sebaran investasi yang relatif merata antara Jawa (49,5%) dan luar Jawa (50,5%) juga menunjukkan bahwa geliat ekonomi tidak hanya terpusat di wilayah tertentu.
"Dalam situasi penuh tekanan ini, dunia usaha tidak cukup hanya menjadi penonton atau pelaksana kebijakan. Kita harus menjadi mitra aktif pemerintah dalam menyelesaikan tantangan nasional. Rakerkonas Apindo ke-34 ini menjadi ruang konsolidasi strategis antara pelaku usaha nasional dan daerah, serta ajang dialog yang solutif dengan pemerintah agar Indonesia benar-benar siap menjemput visi Indonesia Emas 2045. Inilah semangat Indonesia Incorporated yang terus kami dorong,” tegas Shinta.

Tantangan konversi investasi dan pentingnya kepastian hukum
Meskipun komitmen dan realisasi investasi awal terlihat kuat, Eko dari Indef menyoroti tantangan krusial berikutnya, yaitu eksekusi atau konversi investasi menjadi Produk Domestik Bruto (PDB). Investor yang telah mengantongi izin prinsip di pusat perlu dukungan dari daerah untuk membangun fasilitas produksi mereka.
Ia menambahkan, efisiensi modal di daerah, baik biaya formal maupun tambahan (non-formal), harus dipastikan murah dan mudah. "Dukungan dari daerah sangat penting. Pemerintah daerah itu harus pro-investasi. Jangan sampai kemudian secara formal biaya pendirian pabrik dan seterusnya itu izin-izinnya gampang, tapi pungutan-pungutan non-formalnya banyak. Biaya-biaya orang menyebutnya biaya premanisme, itu juga harus ditekan," pesannya.
Lebih lanjut, Eko menekankan pentingnya kepastian hukum. Ini bukan hanya tentang isu pidana, tetapi juga hal fundamental seperti rencana tata ruang (RTRW) yang jelas untuk lahan industri, dan transparansi biaya-biaya legal.
"Kepastian hukum terhadap lahan itu harus jelas. Selain itu, birokrasi di daerah harus investor friendly, membantu, dan tidak mencari-cari kesalahan yang bisa menjadi celah negosiasi tidak sehat,” tegasnya.

Secara keseluruhan, peningkatan investasi di Indonesia pada pertengahan 2025 adalah capaian penting yang memberikan harapan besar bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, tantangan ke depan adalah memastikan investasi ini dapat dikonversi secara efisien menjadi penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan riil, dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah, dan ditopang oleh kepastian hukum yang kuat untuk menarik dan mempertahankan modal.