Angin sejuk berembus dari bilangan Thamrin, Jakarta. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Agustus 2025, pada Rabu (20/8/2025), memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebanyak 25 basis poins menjadi 5,00%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,75%.
Keputusan ini menjadi stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bisa lebih melaju dengan mempertimbangkan kecenderungan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), juga akan menurunkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR).
“Keputusan ini menimbang perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas perekonomian,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers.
Ini merupakan kali kedua secara berturut-turut BI menurunkan BI Rate. Sebelumnya pada RDG Juli, BI juga menurunkan BI Rate sebesar 25 bps. Sepanjang tahun ini, BI sudah empat kali menurunkan suku bunga dengan total 100 bps.
Seperti biasa, jajaran Dewan Gubernur membuat keputusan ini untuk kebutuhan perekonomian dalam negeri sambil menimbang kondisi global.
Dengan menurunkan suku bunga acuan, harapannya bisa memacu laju pertumbuhan ekonomi melalui suku bunga kredit yang lebih murah. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2025 mencapai 5,12%.
“Keputusan ini menimbang perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas perekonomian,” ujar Perry Warjiyo.
Inflasi saat ini, lanjut Perry, juga masih dalam rentang target tahun ini, yakni 1,5%–3,5%. Pada Juli 2025 inflasi berada pada level 2,37%. Adapun tahun depan inflasi juga ditargetkan tetap berada pada kisaran 1,5%–3,5%.
Perry menjelaskan, keputusan menurunkan suku bunga acuan ini juga mempertimbangkan kecenderungan turunnya FFR.
“Di AS, tekanan inflasi yang cenderung menurun mendorong semakin kuatnya ekspektasi penurunan FFR ke depan. Meskipun demikian, dalam jangka pendek ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut dan perlu tetap diwaspadai guna menjaga ketahanan ekonomi domestik dari dampak rambatan global,” ujar Perry.
Sementara, nilai tukar rupiah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pada perdagangan Rabu (20/8/2025), ditutup pada level Rp 16.291 per dollar AS. Sejak awal Agustus, nilai tukar rupiah menguat 1,29%.
Perkembangan nilai tukar ini didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi BI dan berlanjutnya aliran masuk modal asing, terutama ke instrumen SBN, serta meningkatnya konversi valas ke rupiah oleh eksportir – seiring dengan penguatan penerapan kebijakan pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat, didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik.
Kebijakan pro growth
Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengatakan, keputusan ini secara gamblang menunjukkan sikap tegas BI yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Sikap pro growth dengan pertimbangan rasional bahwa baik realisasi maupun ekspektasi inflasi masih dalam target BI yang 2,5% +/- 1, juga nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan berada dalam kisaran asumsi APBN 2025,” ujar Ryan, Rabu (20/8/2025).
Ia mengatakan, kebijakan ini dipilih dengan pertimbangan perlunya stimulus untuk mendorong perekonomian nasional. Sikap kebijakan moneter longgar atau dovish policy ini memang sangat dibutuhkan untuk mampu menghela sektor riil sekaligus mengharmonisasikan kebijakan moneter ini dengan kebijakan fiskal pemerintah yang juga countercyclical (pro growth). Tak hanya itu, BI juga menyebutkan secara jelas membuka ruang penurunan BI Rate lebih lanjut.
Adapun Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky mengaku tidak menduga BI akan menurunkan suku bunga acuan. Sebelumnya, LPEM FEB UI merekomendasikan bahwa BI untuk mempertahankan BI Rate di posisi 5,25%.
Dari sisi eksternal, angka inflasi dan pengangguran terkini di AS ditafsirkan oleh investor sebagai sinyal akan adanya pemotongan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat. Implikasinya, Indonesia mengalami arus masuk modal asing yang cukup signifikan di pasar obligasi dan pasar saham dalam beberapa minggu terakhir yang mencapai USD 1,08 miliar dan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah.
Tetapi, mulai berlakunya tarif Trump berpotensi memicu tekanan inflasi di beberapa bulan mendatang, dan penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia akan memperparah tekanan inflasi tersebut. Oleh karena itu, kami berpandangan Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuannya di 5,25% pada Agustus ini.
Penurunan bunga bank
Ryan dari LPPI mengatakan, penurunan BI Rate bisa mendorong pertumbuhan ekonomi salah satunya dari penurunan suku bunga kredit bank. Pelaku perbankan secara bertahap akan menyesuaikan suku bunga baik simpanan maupun kredit yang lebih akomodatif.
“Ini merangsang pelaku dunia guna meningkatkan permintaan fasilitas kredit terutama kredit produktif, yaitu kredit investasi dan kredit modal kerja seiring ekspansi produksi atau bisnisnya,” ujarnya.
Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara mengatakan, seiring dengan menurunnya BI Rate, pihaknya akan melakukan penyesuaian suku bunga kredit dan simpanan secara prudent dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas internal, dinamika pasar, serta arah kebijakan moneter yang berlaku.
Ia menambahkan, Bank Mandiri memandang langkah Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,00% sebagai kebijakan moneter yang akomodatif dan selaras dengan kebutuhan menjaga stabilitas di tengah dinamika perekonomian global maupun domestik.
“Penyesuaian suku bunga acuan ini diharapkan dapat mendukung momentum pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan kondisi inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang relatif stabil,” ujarnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, penurunan BI Rate, percepatan belanja pemerintah, serta beberapa program pemerintah yang diyakini akan mendorong penyaluran kredit, menjaga stabilitas pangan, dan membantu daya beli masyarakat.
Dian menjelaskan, penurunan BI Rate telah diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rerata tertimbang suku bunga kredit tercatat turun 11 bps menjadi 8,99%, utamanya didorong oleh penurunan suku bunga kredit produktif.
Selain itu, secara tren rata-rata tertimbang suku bunga kredit telah menurun dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Dari sisi penghimpunan dana, rerata tertimbang suku bunga DPK juga mulai menurun dibandingkan bulan lalu.
Umumnya, penurunan BI Rate akan diikuti penurunan suku bunga kredit dengan jeda waktu beberapa periode. “Oleh karena itu, suku bunga kredit diperkirakan masih akan menurun sebagai respons dari penurunan BI Rate pada 2025,” lanjut Dian.