Keputusan pemerintah menunda penetapan upah minimum 2026 perlu dimanfaatkan sebagai kesempatan membuka jendela negosiasi pengusaha, pemerintah, dan buruh demi mencapai titik temu yang mengakomodasi kepentingan tiga pihak. Empat alternatif kebijakan penghitungan upah telah tersedia sebagai titik tolak dialog yang masih dapat dibuka.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengemukakan keempat alternatif tersebut dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (03/12/2025). Dalam taklimat tersebut, Iqbal sekaligus menegaskan penolakan buruh terhadap rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pengupahan yang akan diumumkan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada Senin, 8 Desember 2025 yang akan datang.
Iqbal mengemukakan tiga alasan KSPI menolak RPP Pengupahan tersebut. Pertama, menurut Iqbal, RPP diputuskan tanpa diskusi mendalam yang menampung aspirasi pekerja. Sikap pemerintah diambil secara sepihak berdasarkan masukan pengusaha yang kemudian disosialisasikan satu arah kepada buruh.
Kedua, RPP mencantumkan pasal konsumsi rata-rata buruh berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Apabila angka konsumsi rata-rata dimasukkan, Iqbal memastikan upah buruh di kawasan industri Jabodetabek dan Jawa Timur tidak akan mengalami kenaikan karena angka tersebut mengembalikan konsep pengupahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51/2023 yang ditolak buruh dan sudah dibawa dalam judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, komponen indeks tertentu (alpha) yang ditetapkan dalam RPP tercantum antara 0,3-0,8 dan akan berlaku seterusnya. Dengan alpha 0,3, Iqbal menilai, kenaikan upah minimum hanya sebesar 4,3%. Apabila dikalikan dengan rata-rata upah minimum saat ini sebesar Rp3,09 juta, maka kenaikan upah minimum rata-rata hanya sebesar Rp120.000.
"Angka ini keterlaluan. Kalau saya ke Jenewa untuk persidangan ILO, harga satu kebab itu USD 19, hampir Rp320.000, untuk sekali makan. Jika rata-rata hanya naik 4,3%, maka kenaikan upah minimum satu bulan di Indonesia lebih rendah dari harga satu buah kebab di Swiss," ucap Iqbal.
Empat alternatif
Demi mencapai titik temu menjelang penetapan upah minimum 2026, Iqbal menawarkan empat alternatif dalam skema penghitungan upah.
- Kenaikan upah minimum tunggal sebesar 6,5% yang selaras dengan arahan Presiden Prabowo Subianto tahun lalu.
- Dengan mempertimbangkan disparitas upah, KSPI membuka interval kenaikan upah minimum antara 6%-7% berdasarkan pertimbangan dari keberatan pengusaha yang meminta kenaikan jangan terlalu berlebihan.
- Demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan mendongkrak daya beli, interval kenaikan dibuat lebih rinci, yaitu 6,5%-6,8%.
- Apabila mempertimbangkan alpha untuk mengakomodasi perbedaan inflasi dan pertumbuhan ekonomi provinsi/kota/kabupaten, maka nilai alpha yang diusulkan berada di kisaran 0,7-0,9 sehingga rumpang yang ada lebih kecil daripada alpha RPP sebesar 0,3-0,8.
"Bilamana pengusaha, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian, atau Dewan Pengupahan menyampaikan peringatan bahwa kenaikan mengakibatkan PHK, itu adalah kebohongan. Tidak ada satupun kejadian di Indonesia maupun di seluruh dunia bahwa kenaikan upah minimum menyebabkan PHK," tegas Iqbal.
Ketua Umum Partai Buruh itu menjelaskan, PHK selama ini cenderung didorong dua faktor. Pertama, daya beli yang menurun karena kenaikan upah sangat kecil, dan kedua, karena regulasi impor tekstil dan garmen yang hampir-hampir mematikan pabrik tekstil dan garmen dalam negeri. Keduanya menjadi faktor utama yang memicu pabrik untuk mengurangi jumlah tenaga kerja.
"Justru upah minimum yang naik dengan wajar, daya beli akan naik. Kalau saya biasa beli baju satu, dengan upah naik, saya bisa beli baju dua. Produksi bisa naik, dan pabrik bisa merekrut karyawan baru untuk mencukupi kebutuhan produksi," ujarnya.
Apabila kenaikan upah minimum di tingkat provinsi dan kabupaten menggunakan alpha 0,7, Iqbal memperhitungkan kenaikan upah minimum dapat tercapai sedikitnya 6,3%, meskipun terdapat kasus khusus di Maluku Utara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, sehingga dengan formulasi alpha 0,7 dapat menaikkan upah minimum hingga 21%.
"Kami sudah berkompromi dari permintaan kenaikan semula 8,5-10,5%. Sekarang cukup 7% karena kami mendengar pandangan Apindo, tapi juga penetapan harus benar. Kami menawarkan empat alternatif di atas, silakan bupati/gubernur putuskan mau memakai alternatif yang mana," pungkasnya.
Produktivitas menentukan
Dari keempat alternatif yang ditawarkan buruh sebagai dasar penghitungan UMP 2026, ketidaksepahaman terletak pada nilai indeks tertentu (alpha), mengingat nilai tersebut menyatakan kontribusi produktivitas buruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karenanya, titik temu akan tercapai jika interval alpha dalam RPP Pengupahan mengakomodasi kepentingan dua pihak.
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) Nurdin Setiawan menyampaikan bahwa dunia usaha sudah sepakat terkait penghitungan UMP dengan variabel inflasi year-on-year bulan September 2025, rata-rata pertumbuhan ekonomi Q4 2024-Q3 2025, dan alpha maksimal 0,5.
"Kalau bagi pengusaha, jika alpha ditetapkan lebih dari 0,5, cukup berat untuk pengusaha. Kami lihatnya ada dua angka. Kalau rasio Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap upah itu melebihi 0,78, maka indeksnya bisa lebih kecil antara 0,1-0,3. Tetapi kalau masih di bawah KHL, bisa dengan interval 0,3-0,5," jelas Nurdin kepada SUAR, Rabu (03/12/2025).
Lebih lanjut, menurut Nurdin, tuntutan pekerja untuk menetapkan alpha 0,7-0,9 dalam RPP Pengupahan berarti menyatakan produktivitas buruh telah mencapai 70-90% pertumbuhan ekonomi. Klaim ini dapat diterima jika Badan Pusat Statistik membuktikan angka produktivitas pekerja setiap provinsi secara teruji lembaga berwenang. Angka produktivitas akan memudahkan kalkulasi kontribusi tenaga kerja bagi pertumbuhan ekonomi.
"Ketika kita tidak memiliki angka produktivitas yang menjadi acuan nilai alpha di suatu daerah, maka akan terjadi perdebatan terus antara pengusaha dan pekerja," tukas Nurdin.
Baca juga:

Secara khusus, Nurdin menyanggah kekhawatiran Said Iqbal bahwa upah pekerja di wilayah industri Jabodetabek dan Jawa Timur tidak akan naik karena pencantuman angka konsumsi rata-rata dalam RPP. Sebabnya, dengan pertumbuhan ekonomi 0% sekalipun, masih ada ukuran inflasi yang menjadi dasar perhitungan UMP.
"Dengan angka pertumbuhan 5% dan inflasi 2,5% dikali alpha, kenaikan tentu tetap ada, hanya mungkin dalam rentang 2,5-3,5%. Dengan rumusan yang ada, saya kira kenaikan 0 yang dikhawatirkan itu tidak akan muncul," ucapnya.
Ikhtiar tiga pihak
Silang pendapat yang terjadi setiap tahun menjelang penetapan upah minimum menjadi pengingat perlunya menjadikan sambung rasa musyawarah yang terbuka, bermutu, dan saling mendengarkan kebutuhan satu sama lain.
Praktisi hukum ketenagakerjaan dan hubungan industrial Zamzam Mashan menegaskan, selama ini titik temu acapkali tidak tercapai karena tiga variabel penetapan upah minimum, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks alpha kurang menyentuh akar masalah ketenagakerjaan, yaitu meningkatkan daya beli pekerja dan perbaikan kesejahteraan pekerja secara berkelanjutan.
"Jadi tidak heran apabila setiap kali penetapan UMP, hampir selalu terjadi resistansi dari para pekerja, di samping juga dari pengusaha apabila kenaikan UMP dianggap terlalu tinggi dan tidak rasional," cetus Zamzam saat dihubungi, Rabu (03/12/2025).
Menurut Zamzam, Undang-Undang Cipta Kerja maupun PP Pengupahan yang telah ada menetapkan gugatan ke PTUN apabila UMP ditetapkan oleh kepala daerah. Dengan kata lain, regulasi yang ada belum memfasilitasi musyawarah dan dialog secara maksimal sebagai metode penyelesaian sengketa, alih-alih memastikan dialog tersebut menyentuh akar masalah yang dialami para pekerja.
Selama koridor regulasi belum memungkinkan, menurut Zamzam, titik temu penetapan UMP perlu menggabungkan ikhtiar pemerintah membenahi struktur ekonomi nasional melalui berbagai insentif bagi dunia usaha demi serapan pekerja pada sektor padat karya, dengan kiat dunia usaha mengupayakan pembiayaan efisien dan mendayagunakan pekerja secara produktif lewat penguatan daya saing produk.
"Bagi pekerja, kebutuhan dunia usaha dapat direspons itu peningkatan kualitas kerja dan skill kompetitif yang harus terus dilakukan, selain menerapkan konsumsi tepat sasaran dan side job sebagai pengaman jika terjadi PHK," pungkasnya.