CEO Freeport Indonesia Tony Wenas: Perlu Nilai Tambah Lanjutan Hilirisasi Tembaga

Tim SUAR.id berkesempatan untuk berbincang dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas di Kantor PTFI, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

CEO Freeport Indonesia Tony Wenas: Perlu Nilai Tambah Lanjutan Hilirisasi Tembaga
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas. (Foto: Fandi/Suar.id)

PT Freeport Indonesia (PTFI) memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia yang signifikan melalui penerimaan negara seperti pajak, royalti, dividen, serta manfaat ekonomi tidak langsung seperti pengembangan masyarakat. 

Dari sisi hilirisasi, PTFI juga telah menunjukkannya melalui pembangunan smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, yang mana merupakan smelter pemurnian tembaga single line terbesar di dunia.

PTFI melalui smelter tersebut kemudian menghasilkan produk berupa katoda tembaga hingga emas dan perak batangan. Pembangunan smelter tersebut pun  menjadi tonggak dalam hilirisasi sumber daya alam (SDA).

Sebelum adanya smelter ini, konsentrat tembaga dari Grasberg Block Cave (GBC) di Papua diekspor dalam bentuk mentah tanpa melalui proses pemurnian yang memberikan nilai tambah. Namun kini, dengan adanya smelter di JIIPE Gresik, konsentrat tembaga bisa diolah di dalam negeri menjadi katoda tembaga, emas, hingga perak, yang merupakan produk bernilai tinggi.

Sebagai bagian dari upaya Suar untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai manfaat berbisnis di KEK dan juga bagaimana PTFI melihat dinamika industri pertambangan di Tanah Air dan peranannya terhadap perekonomian bangsa, tim SUAR yakni Sutta Dharmasaputra, Mukhlison, Agung Mahesa, Ahmad Afandi, dan Gema Dzikri Harisma, berkesempatan untuk berbincang dengan Presiden Direktur PTFI Tony Wenas di Kantor PTFI, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Bagaimana Pengalaman PT Freeport Indonesia sejak beroperasi di KEK JIIPE Gresik?

Jadi yang pertama-tama tentu saja kawasan industri JIIPE ini yang akhirnya menjadi KEK. Pertama, dia adalah kawasan industri yang integrated, industrial, dan ports estate, JIIPE. Java Industrial and Port Estate kira-kira seperti itu.

Jadi memang kawasan itu sudah lengkap. Ada pelabuhannya, makanya kami juga memilih akhirnya lokasi di situ. Dari beberapa calon lokasi lainnya tadinya dari kawasan industri petrokimia Gresik, ada juga satu di Papua, dan JIIPE kita bandingkan dilakukan weighted average, sehingga akhirnya diputuskan di situ. Karena memang fasilitasnya sangat memadai, pelabuhannya pelabuhan yang tenang, yang bisa dipakai sepanjang tahun, dan juga fasilitas lainnya yang terintegrasi. Apalagi kemudian kawasan ini dinyatakan sebagai kawasan ekonomi khusus, di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian.

Dan tentu saja kami sebagai tenant di situ merasa sangat terbantu, sangat terbantu di samping beberapa fasilitas, fasilitas pembebasan impor barang untuk pembangunan tersebut, kemudian fasilitas bonded zone, dan lain sebagainya yang memang sangat membantu. Terasa sekali, apalagi memang Kemenko Perekonomian yang membawahi KEK, itu dengan adanya Badan Pelaksana KEK itu sangat aktif. Sehingga memang kami membutuhkan segala sesuatu itu betul-betul sangat responsif dan bahkan proaktif untuk menanyakan progres dan lain sebagainya apa yang bisa dibantu.

Sehingga ini betul-betul sangat membantu kami, di samping tentu fasilitas-fasilitas lainnya. Apalagi kalau seandainya perusahaannya perusahaan baru, yang memang baru mulai investasi, baru mulai didirikan, tentu fasilitas lebih banyak lagi. Tax holiday dan lain sebagainya itu kan bisa diterima.

Kalau kami kan perusahaannya sudah sekian puluh tahun. Sehingga memang proyek smelter ini terintegrasi ke dalam PTFI yang sudah lima puluh sekian tahun usianya. Jadi secara umum memang kawasan ekonomi khusus Gresik ini betul-betul kawasan yang tepat untuk melakukan investasi terutama di sektor smelter atau pemurnian tembaga, emas, dan perak ini yang kami lakukan.

Karena ini juga terbukti dengan setelah kami mulai melakukan investasi, ternyata juga cukup banyak industri turunan lainnya yang mau masuk atau yang sudah masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus Gresik ini.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas. (Foto: Fandi/Suar.id)

Apakah terjadi kolaborasi antarperusahaan di KEK JIIPE Gresik? Apakah ada perusahaan-perusahaan lain yang menggunakan produk-produk PTFI?

Iya, salah satunya adalah Hailiang ya. Hailiang yang membangun fasilitas pabriknya itu di persis di seberang kami. Hanya cuma beda jalan saja. Dan dia akan mengkonsumsi katoda tembaga dari kami.

Ini salah satu contoh lah. Mudah-mudahan ke depannya akan lebih banyak lagi perusahaan yang membutuhkan katoda tembaga yang mau berinvestasi di situ, di lokasi yang sama karena dari segi pengangkutannya kan betul-betul jadi sangat mudah tinggal nyebrang aja gitu. Dan juga industri-industri lainnya.

Bagaimana komitmen PTFI dalam mendorong perekonomian dan hilirisasi nasional dengan adanya smelter di KEK JIIPE Gresik?

Pertama saya jelaskan dulu, kami sudah pernah membangun satu smelter di tahun 97 sudah beroperasi. Yang namanya perusahaannya PT Smelting di mana kami dulu pemegang saham minoritas, sekarang kami mayoritas berpartner dengan Jepang. Dan itu sudah sekian puluh tahun beroperasi, berproduksi.

Dan sekarang sebagai komitmen kami dalam IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) sebagai bagian dari negosiasi dengan pemerintah di mana kami diwajibkan membangun satu lagi smelter baru. Terlepas dari apakah smelter tembaga yang baru itu kemudian menguntungkan atau tidak menguntungkan sudah bukan menjadi isu lagi. Apakah nilai tambahnya kecil atau besar sudah bukan menjadi isu lagi karena sudah menjadi komitmen dan kami sudah selesaikan.

Di tahun yang lalu sudah kami selesaikan di bulan Oktober walaupun sempat terbakar. Dan kemudian sejak bulan Mei yang lalu, tahun ini kita sudah mulai memproduksi katoda tembaga dari smelter tersebut. Dan ini tentu saja keuntungan yang paling besar yang didapatkan adalah adanya ketersediaan katoda tembaga emas batangan dan perak batangan di dalam negeri.

Tadi seperti saya sampaikan, kalau misalnya katoda tembaga ini kemudian bisa digunakan langsung oleh para pabrikan atau manufacturing industry yang menggunakan bahan baku tembaga tentu akan sangat efisien ya kalau seandainya bisa dibangun di kawasan yang sama yang pasti di Indonesia lah. Sehingga betul-betul nilai tambah lanjutannya, dari bijih tembaga menjadi konsentrat tembaga sudah 95%, dari konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga tambahan 5% lagi kira-kira, jadi nilai tambah-tambahnya sudah 100%, tapi kan masih ada nilai tambah lainnya.

Nilai tambah lanjutannya, kalau dia kemudian menjadi kabel, wire rod, atau menjadi baterai electric vehicle dan lain sebagainya, tentu nilai tambahnya akan lebih lagi. Lebih lagi dan lebih lagi. Ini kalau kita bicara hilirisasi kan tidak berhenti sampai dengan katoda tembaga.

Dari perusahaan tambang hilirisasinya berhenti sampai memproduksi barang dengan kadar 99,99%. Itu sudah kami lakukan. Nah sekarang industri hilir yang lebih lanjut lagi yang bisa kemudian menciptakan atau memproduksi barang-barang dalam bentuk lainnya yang menggunakan katoda tembaga atau emas atau perak sebagai bahan baku.

Lebih menguntungkan mana? Menjual di dalam negeri? Atau ekspor?

Kalau jual kita di mana saja sama. Jual dalam negeri atau jual di luar negeri harganya harga London Metal Exchange.

Jadi kalau dibilang orang ini lebih senang ekspor, enggak, sama saja kita. Cuman kalau pasar dalam negeri nggak ada ya kita butuh ekspor. Intinya kan selalu gitu.

Kalau katakanlah produknya produk batu bara yang oh kalau di dalam negeri harganya kalau dibeli PLN harus sekian harganya. Kalau kita ekspor bisa dapat X plus 20, 30. Ya orang mungkin lebih memilih untuk ekspor karena lebih mahal harganya. Kalau di kami enggak, harganya sama saja. 

Kalau domestik malah lebih mudah bagi kami. Contoh produk emas kami itu kami kalau Antam bisa ngambil 100% ya kami lebih senang. Tapi kalau marketnya demand-nya enggak ada domestik ya kita harus tetap boleh ekspor. Ya tapi kan kami sekarang sudah memproduksi bahan yang sudah dibilang bahan jadi, yang sudah produk hilir, sudah melalui proses pemurnian, yaitu 99,99% tembaga, baik tembaga, emas, maupun perak. 

Apakah insiden di Grasberg menghambat produksi?

Dari tanggal 8 September itu kami hentikan seluruh produksi kami. Jadi kita fokus pada saat itu untuk menemukan para korban tersebut. Dan setelah ditemukan, setelah kita lakukan evaluasi area-area atau tambang yang tidak terdampak yaitu tambang Deep Mill Level Zone sama Big Gossan itu sudah kita lanjutkan kembali beroperasi mulai tanggal 28 Oktober yang lalu.

Dan juga pengembangan tambang Kucing Liar kita mulai lanjutkan. Tapi daerah yang terdampak yaitu Grasberg Block Cave yang merupakan tambang bawah tanah yang paling besar itu masih kita hentikan, sudah selesai investigasinya sedang kita evaluasi, dan kita lakukan perbaikan tentu ya, perbaikan, restorasi dan lain sebagainya. 

Rencananya untuk Grasberg Block Cave itu baru bulan Maret tahun 2026 kami akan mulai memproduksi kembali dengan tentu saja dengan adjustment-adjustment sesuai dengan rekomendasi dari Kementerian ESDM, Inspektur Tambang dan Kepala Inspektur Tambang. Dan untuk selanjutnya dari mulai Maret 2026 itu ramp up secara bertahap dan pada akhirnya di akhir 2026 mudah-mudahan bisa mencapai 100% dari kapasitas produksi di akhir tahun 2026. 

Berapa kapasitas produksinya sekarang imbas kejadian tersebut?

Sekarang ini kapasitasnya cuma 30%. Jadi dua tambang ini hanya memproduksi kira-kira dari segi bijihnya itu sekitar 65 ribu ton per hari dari kapasitas yang 200 ribu. Jadi kira-kira sekitar 30%. Jadi tahun depan kita tahun 2026 rencana hanya akan memproduksi bijih itu 57 juta yang kira-kira. 

Dari biasanya sekitar di 2026 full year ya. Full year itu bisa 57 juta ton biji. Jadi kita produksi bijih kemudian diolah menjadi konsentrat, dikirim ke smelter di Gresik. Kemudian di situ dimurnikan menjadi katoda, dan emas batangan. Kalau emas batangan ini rencananya tahun ini kita hanya akan produksi 17 ton perkiraannya sampai akhir tahun. 

Tahun depan itu akan sekitar 31 ton, emasnya, katoda tembaganya sekitar tahun depan itu sekitar 400 ribu ton.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas. (Foto: Fandi/Suar.id)

Seberapa besar kontribusi PTFI terhadap produksi emas nasional?

Jadi kalau kapasitas kami, kalau seandainya kadarnya sesuai dengan perhitungan kami, itu bisa memproduksi kira-kira 50 ton setahun. Tahun lalu karena kita baru mulai memproduksi itu di akhir Desember tahun 2024 dan ramp up secara bertahap. Tahun lalu apalagi ada insiden ini kita berhenti. Hanya tahun ini direncanakan hanya 17 ton. Jadi tahun depan rencana 31 ton dan diharapkan bisa di-off take seluruhnya oleh PT Antam

Apakah selama ini memang di-off take?

Ya selama ini ada sebagian yang masih di-export. Karena memang ada beberapa hal antara lain kadarnya gak mencapai 99,99 persen.

Sehingga kalau dijual di domestik itu akan terkena PPN dan lain sebagainya faktornya. Tapi rencananya ini kita ke depannya akan 100 persen mudah-mudahan untuk di-off take oleh PT Antam. 

Apa tantangan yang dihadapi oleh PTFI sejak masa transisi?

Jadi kalau ditanya kesulitannya ya tantangannya lah ya, tantangannya itu kalau di kami adalah tantangan utama adalah tantangan dari alam. Karena tambang kami berada di ketinggian 4.000 meter, tambang bawah tanah itu ada di kedalaman 1.600 meter, curah hujan paling tinggi di dunia ada di tempat kerja kami, kontur yang sangat curam, kabut hampir setiap hari, hujan hampir setiap hari. Dan itu adalah tantangan utama kami, di samping tentu saja tantangan teknis ya.

Tantangan teknis ini adalah tambang bawah tanah kami ini adalah tambang bawah tanah terbesar di dunia dengan struktur batuan yang juga unik antara lain ada material-material basah seperti yang terjadi 2 bulan lalu. Dan itu adalah tantangan-tantangan utama kami. Di samping tentu saja tantangan dari sisi keamanan ya.

Masih ada threat atau ancaman-ancaman yang membuat kami harus betul-betul ekstra waspada untuk dapat mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut. 

Tapi kalau dari segi korporasi, dari segi pengelolaan ya kami dari sebelumnya kan juga sudah ada unsur pemerintah di dalam PTFI, 9,36% dimiliki langsung oleh pemerintah Republik Indonesia pada saat itu.

Jadi memang koordinasi dengan pemerintah berjalan dengan sangat baik. Apalagi dengan MIND ID. Pemerintah melalui MIND ID telah memiliki 51%. Kami terus bersinergi dengan sangat baik sekali dengan MIND ID. Untuk kepentingan, kelancaran, operasional yang aman dan berkelanjutan sehingga bisa memberikan manfaat yang besar sekali bagi bangsa dan negara. Jadi kalau dibilang manfaatnya tahun 2024 saja penerimaan negara dari kami itu kira-kira 80 triliun rupiah.

Barangkali itu penerimaan negara terbesar dari satu perusahaan di Indonesia. Dan tahun ini diperkirakan walaupun ada kejadian longsor yang membuat kami berhenti beroperasi itu ada penerimaan negara sekitar 4,1 miliar dolar. Atau sekitar hampir 70 triliun rupiah. Juga signifikan. 

Kalau untuk 2024 itu dari 4,7 miliar dolar itu sekitar 900 juta dolar atau Rp11,5 triliun itu diterima oleh pemerintah daerah. Jadi jumlahnya besar sekali.

Tahun ini, rencana tahun depan, rencana penerimaan negara itu kira-kira sekitar 2,9 miliar dolar atau 3 miliar dolar yaitu kira-kira sekitar Rp48 triliun. Ini dengan bahwa kami hanya memproduksi bijih 57 juta ton dibandingkan dengan 75 juta ton seperti tahun-tahun yang normal. 

Bagaimana langkah PTFI untuk tetap menjadi perusahaan yang memiliki reputasi baik?

Jadi memang kami melaksanakan operasional kami sebelum 2018 sampai setelah 2018 itu tetap dengan pola operasional yang sama yaitu bagaimana caranya kita melaksanakan operasi produksi secara aman dan berkelanjutan kita fokus kepada operasi yang aman dan berkelanjutan kita tidak terlalu memikirkan apakah harganya naik atau turun apakah supply dunia meningkat atau berkurang, apakah demand-nya meningkat atau berkurang kita fokus aja apa yang kita bisa kendalikan, kita hanya fokus dengan apa yang bisa kita kendalikan dengan tentu saja menjalankan praktek-praktek pertambangan yang baik dan benar atau good mining practices dengan tingkat integritas berdasarkan principle of business conduct kami yang sangat tinggi dan juga tentu saja dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan manfaatnya bagi masyarakat.

Jadi kita fokus di situ saja terus dalam melaksanakan operasional termasuk juga dalam hal proses procurement kami, operasional kami, sistem logistik kami itu memang kita lakukan terus seperti itu dengan pola pengawasan dengan pagar-pagar yang sudah sangat jelas dan sangat strict itu aja sebenarnya kuncinya.

Apa yang dilakukan PTFI dalam menjaga keseimbangan antara kontribusi ke nasional, daerah, dan juga lingkungan?

Jadi kalau dalam operasional kami secara internal, itu kami ada corporate value yang namanya Sincere yaitu safety, integrity, respect, commitment, excellence, itu adalah pegangan kami secara internal.

Tapi kalau ditanyakan kemudian bagaimana, ini kan ada tarik menarik antara ini dan ini dan itu dan lain sebagainya, kami tetap berpegang teguh kepada yang tadi saya jelaskan, good mining practices, daya dukung lingkungan kita perhatikan, manfaat buat masyarakat sekitar kita perhatikan, kewajiban-kewajiban kita sesuai peraturan perundang-undangan kita penuhi, bahkan lebih dari yang seharusnya dengan menjaga integritas berdasarkan principle of business conduct kami, dengan governance level yang sudah kami terapkan yang sangat tinggi, itu aja ya memang kalau dibilang tarik menarik ya adalah pasti tarik menarik ada kepentingan ini, tapi kan semuanya bisa dihadapi, bisa dijelaskan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar management yang saya sampaikan tadi.

Bagaimana visi PTFI dalam jangka 5 hingga 10 tahun ke depan?

Jadi kami ini perusahaan tambang, kita punya visi bukan 5 tahun 10 tahun ke depan, kita punya visi sampai dengan akhir tambang, jadi kita punya perencanaan tambang sampai dengan 2041. Rencana akhir tambang kita di 2041 karena izinnya habis di 2041 jadi kami sudah menyusun mind plan untuk ke arah 2041.

Tahun berapa kita menambang di bagian yang mana itu semuanya sudah lengkap bahkan dari mulai tahun 2018 sejak kita mengadakan kesepakatan dengan pemerintah itu mind planning-nya sudah sudah sampai 2041 dan tugas saya tugas kami adalah untuk melaksanakan rencana penambangan tersebut kembali lagi dengan secara aman dan berkelanjutan dengan mempraktekan kaedah-kaedah pertambangan yang baik dan benar good mining practices memperhatikan daya dukung lingkungan melibatkan masyarakat dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dengan memegang teguh integritas dan prinsip of business conduct yang kami miliki. Jadi itulah sebenarnya misinya, kami bukan perusahaan konglomerasi atau seperti yang punya inovasi oh kita bikin produk baru ini oh kita ambil tambang baru lagi, gak ada itu di kami di PT Freeport Indonesia itu gak ada.

Kita PT Freeport Indonesia hanya menjalankan apa yang diamanatkan dalam IUPK kami sampai dengan 2041 kalau misalnya pemerintah kemudian memberikan perpanjangan bagi kami sampai dengan akhir tambang nanti, yang gak tau kapan ya kita akan lakukan perubahan dalam business plan kita untuk sampai dengan akhir tambang nanti, jadi itu berbeda mungkin sama beberapa perusahaan yang lain yang bisa punya inovasi produk, kemudian diversifikasi bisnis, dan lain sebagainya kami perusahaan tambang gak punya luxury seperti itu, kita visinya adalah untuk menambang terus secara aman dan berkelanjutan.