Transaksi Mata Uang Lokal Lintas Negara Meroket 2,5 Kali Lipat

Nilai penggunaan mata uang lokal untuk transaksi lintas negara (Local Currency Transaction/LCT) pada semester pertama 2025 mencapai US$11,7 miliar bertumbuh 2,5 kali lipat dibandingkan periode yang sama 2024 yang sebesar US$4,70 miliar.

Nilai penggunaan mata uang lokal untuk transaksi lintas negara atau local currency transaction (LCT) pada semester pertama 2025 mencapai US$11,7 miliar bertumbuh 2,5 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama 2024 yang sebesar US$4,70 miliar. Pesatnya pertumbuhan ini ditopang oleh dua komoditas utama ekspor Indonesia, yaitu batubara dan minyak sawit.

Kerjasama LCT ini sudah dilakukan Indonesia dengan Malaysia (sejak 2018), Thailand (2018), Jepang (2020), China (2021), Singapura (2023), dan Korea Selatan (September 2024). Berikutnya, Indonesia telah menjalin kerjasama dengan India dan Uni Emirat Arab.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta mengatakan,
"Capaian tersebut didukung oleh upaya menjangkau pemanfaatan LCT lebih luas di berbagai sektor dan wilayah, termasuk perluasan partisipan Bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD)," katanya dikutip dari keterangan resmi, (25/7/2025)

Menurut Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno, sektor perdagangan yang paling banyak menggunakan skema transaksi dengan mata lokal ialah perdagangan crude palm oil (CPO) dan perdagangan Batu Bara. 

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pengusaha merasa terbantu dan mudah melakukan transaksi dengan skema LCT. “Kami tidak mengambil keuntungan dari currency, tapi dengan adanya local currency transaction (LCT), kami merasa mudah dan terbantu melakukan transaksi dengan mitra dagang,” ujarnya kepada SUAR (29/7/2025)  

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno Sumber: Kamar Dagang dan Indusstri Indonesia (KADIN)

LCT masih kecil dan hadapi tantangan implementasi

Di sisi lain, Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), memberikan pandangan yang lebih berhati-hati mengenai LCT.

Ia menyoroti bahwa nilai transaksi LCT yang sebesar US11,7miliar ini masih tergolong kecil dibandingkan dengan total perdagangan Indonesia yang mencapai sekitar US$290 miliar–US$300 miliar. "Itu artinya sekitar 3% dari perdagangan kita. Nah, ini sebenarnya masih kecil gitu," ujarnya kepada SUAR (28/7/2025)

Menurut Yose, Indonesia – khususnya dunia usaha – mendapat keuntungan menggunakan pembayaran dengan skema LCT jika mata uang mitra dagang seperti mata uang Tiongkok dan Jepang, karena mudah ditukarkan dan laku dalam transaksi internasional. Lebih lanjut, ia menjelaskan juga keuntungan penggunaan LCT dengan mitra dagang yang mata uangnya tidak dapat diterima oleh negara lain perlu ada keseimbangan perdagangan. 

“Kita harus mempunyai perdagangan yang sifatnya balance. Yang kita jual dengan yang kita beli. Dan mereka harus sama,” katanya

Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Sumber: CSIS

Yose mengingatkan, implementasi LCT tidaklah mudah. "Masing-masing negara ini harus membayarkannya dengan local currency mereka," jelas Yose Rizal.

Ia melanjutkan bahwa jika mata uang mitra dagang tidak cukup diterima di tingkat internasional atau volume perdagangannya tidak besar, Indonesia bisa dirugikan.

Yose memberikan contoh kasus ketika India membeli minyak dari Rusia menggunakan mata uang India. "Akibatnya Rusia enggak bisa menggunakan rupee (mata uang India) untuk membeli barang-barang yang lain. Mereka harus menggunakannya ke India lagi," ungkapnya. 

Perdagangan antara India dan Rusia tersebut menunjukkan kesulitan yang mungkin timbul bagi eksportir yang menerima pembayaran dalam mata uang lokal mitra dagang jika mata uang tersebut tidak fleksibel untuk transaksi global lainnya.

Yose menyimpulkan bahwa meskipun menguntungkan bagi importir karena bisa membayar dengan rupiah, eksportir akan menghadapi tantangan untuk memastikan mata uang lokal yang diterima dapat digunakan kembali. Terlebih, keputusan penggunaan LCT pada akhirnya ada di tangan pelaku bisnis yang akan mempertimbangkan apakah mata uang lokal partner dapat digunakan kembali untuk kebutuhan bisnis mereka.