Pelataran Gereja Katedral Jakarta terasa begitu hangat sore itu. Berdasarkan pantauan, ribuan orang terlihat mengantri masuk, silih berganti di bawah sejuknya tenda putih yang berdiri di sepanjang halaman. Beberapa dari mereka mengantri memasuki gereja sejak pukul 14.00 WIB.
Ada yang datang berpegangan tangan dengan pasangan, ada pula orang tua yang menuntun langkah kecil anak mereka, atau datang seorang diri. Mereka tampak rapi dengan baju terbaiknya.
Sekitar pukul 15.00 WIB, para petugas mulai membuka akses masuk, jumlah jemaat yang semakin bertambah pun masuk perlahan dengan tertib, mengisi total 5.000 kapasitas kursi yang disediakan di Gereja Katedral Jakarta, dengan 800 di antaranya berada di dalam gereja.

Antrean berjalan masuk dengan tertib dan tidak berdesak-desakan. Mereka melewati area pemeriksaan terlebih dahulu dan registrasi, sampai akhirnya menempati tempat duduk yang telah disediakan.
Sebuah pohon Natal unik berdiri mencuri perhatian, tersusun dari bahan karung beras dan batok kelapa yang melambangkan kesederhanaan. Banyak jemaat yang berhenti sejenak sebelum Misa dimulai untuk berfoto bersama.
Di luar pagar, arus lalu lintas di depan Gereja Katedral Jakarta terpantau normal, meskipun tersendat beberapa kali akibat kedatangan pejabat ataupun jemaat yang menyeberang dari arah Masjid Istiqlal.
Seorang jemaat di Gereja Katedral Jakarta, Lukas, mengaku antusias untuk mengikuti misa pada sesi kedua. Ia pun merasa aman dan nyaman dengan kehadiran petugas keamanan yang berjaga di luar dan dalam area gereja.
“Baru pertama kali, ini kan katedral jadi ingin merasakan bagaimana suasana gereja di katedral, senang banget. Kalau kenyamanan dari sekitaran gereja ini lumayan bagus, dilihat dari sisi aman sih bakal aman banget karena banyak polisi,” kata Lukas yang baru mengikuti misa pertama kali di gereja tersebut.
Menurut Lukas, sikap toleransi merupakan hal yang penting untuk dilakukan, sehingga seluruh umat beragama di Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan rasa aman dan nyaman tanpa adanya keraguan.
“Toleransi itu wajib, meskipun kita berbeda-beda tapi saling toleransi. Kalau soal beribadah, seharusnya kita saling toleransi biar pas kita ibadah itu nyaman, jadi tidak ada masalah-masalah, kita kalau beribadah menjalankannya harus merasa aman,” tutupnya.
Tak hanya di Gereja Katedral Jakarta, pemandangan toleransi dan pengamanan juga terlihat di sejumlah gereja lainnya seperti di GPIB Immanuel Jakarta dan juga di Gereja Santa Perawan Maria Ratu, Paroki Blok Q. Posko Bersama Pengamanan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 pun tepat berada di luar area gereja.

Pemuda Muslim berjaga
Sore itu, puluhan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) bersama kepolisian negara Republik Indonesia (Polri) melakukan pengamanan perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Selain terlibat dalam pengamanan, kehadiran mereka juga membawa pesan tentang indahnya kebersamaan dan kerukunan antarumat beragama. Sebanyak 147 ribu personel gabungan pun dikerahkan oleh Polri, dan setidaknya 10.000 personel dari Banser untuk melakukan pengamanan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada saat melakukan kunjungan di Gereja Katedral Jakarta, mengatakan pihak kepolisian dalam melakukan pengamanan juga melibatkan elemen masyarakat seperti Banser dan Komando Kesiapan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) untuk ikut bersatu mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam beribadah umat Katolik dan Kristen.
“Ini juga merupakan bagian dari wujud Bhineka Tunggal Ika, bagaimana seluruh masyarakat elemen bangsa bersama-sama tanpa membedakan agama, semuanya bersatu untuk ikut membantu memberikan jaminan rasa aman,” lanjutnya.
Di wilayah DKI Jakarta sendiri, sebanyak 5.044 personel dari tim gabungan termasuk elemen masyarakat juga disebar ke sejumlah wilayah, khususnya ke 14 gereja yang menjadi prioritas penebalan pengamanan.
Tak sendirian, sejumlah pejabat penting juga turut melakukan kunjungan ke Gereja Katedral Jakarta, mulai dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Djamari Chaniago, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, hingga Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Di kesempatan yang sama, Djamari juga ingin menegaskan bahwa pemerintah memastikan masyarakat yang merayakan Natal dan Tahun Baru bisa beribadah dengan rasa aman dan nyaman tanpa adanya gangguan.
“Kami ingin juga meyakinkan bahwa semua acara ini akan berlangsung dan bisa dinikmati, karena kami menjaga ketenangan umat Katolik di sini untuk tenang melaksanakan ibadah Natal ini,” kata Djamari.
Perayaan Natal di Gereja Katedral Jakarta sendiri digelar dalam beberapa sesi untuk Misa Malam Natal dan Misa Hari Raya Natal. Misa Malam Natal pada Rabu (24/12/2025), dibagi menjadi dua sesi yakni di pukul 17.00 dan 20.30 WIB.
Sementara itu pada Kamis (25/12/2025), Gereja Katedral Jakarta menggelar empat sesi yang dibagi berdasarkan segmentasi umat. Pukul 08.30 WIB untuk Misa Pontifikal, pukul 11.00 WIB untuk misa anak-anak, pukul 16.00 WIB untuk misa lansia, dan pukul 18.00 WIB untuk misa umum.

Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo, menyambut baik dan mengapresiasi peran pemerintah, TNI/Polri, hingga elemen masyarakat lainnya yang ikut membantu memastikan keamanan dan kenyamanan jalannya peribadatan.
“Kami tentu sangat gembira, sangat bahagia, karena dikunjungi bapak-bapak pimpinan kita, sipil, TNI, maupun Polri. Kehadiran bapak-bapak sekalian pejabat-pejabat pemerintah, meyakinkan kami bahwa setiap kali ada yang harus kami rayakan oleh umat Katolik, bapak-bapak ini setiap tahun hadir di antara kami untuk meneguhkan, untuk menyemangati,” ucap Suharyo.

Kepala Satkorwil Banser DKI Jakarta Adin Tomy Widianto, menjelaskan bahwa pihaknya rutin setiap tahun ikut melakukan pengamanan di Hari Natal. Bukan tanpa sebab, hal ini dilakukan dalam rangka menjaga toleransi dan demokrasi, serta memastikan masyarakat yang merayakan Natal bisa beribadah dengan rasa aman dan nyaman.
“Kita juga punya peran penting untuk menjaga Jakarta, Jakarta harus aman dari segala gangguan sehingga masyarakat di Jakarta yang mengadakan Natal atau Tahun Baru bisa beribadah dengan baik, dengan kondisi aman, nyaman, tertib, tidak ada halangan, tidak merasa ada keraguan,” ucap Tomy.
Banser DKI Jakarta di periode Natal dan Tahun Baru ini mengerahkan sekitar 500 personelnya untuk melakukan pengamanan di sekitar 200 gereja. Di Gereja Katedral Jakarta, mereka bersiaga di area luar gereja, membantu TNI/Polri melakukan pengamanan, serta membantu para jemaat yang ingin memasuki area gereja.
Aparat keamanan yang bersiaga di setiap sudut rumah ibadah, menurutnya, bukan hanya untuk memberikan rasa tenang bagi jemaat, tetapi juga mengirimkan sinyal positif kepada pelaku pasar. Stabilitas ini memastikan bahwa jalur logistik, pusat perbelanjaan, dan destinasi wisata tetap beroperasi maksimal tanpa hambatan.
Bahkan, kata dia, seorang pemuda Banser, Riyanto, 25 tahun tewas ketika melakukan penjagaan ketika bom meledak di Gereja Eben Haezer Mojokerto
Jika berbicara terkait dengan keberanian dan komitmen anggota Banser dalam melakukan pengamanan, tak terlepas dari insiden yang terjadi pada tahun 2000 lalu di Mojokerto, Jawa Timur, di mana kader Banser yaitu Riyanto, harus mengorbankan dirinya saat menjaga Misa Malam Natal.
Riyanto yang pada saat itu berusia 25 tahun, tewas akibat ledakan bom, menyelamatkan para jemaat yang merayakan Natal di Gereja Eben Haezer Mojokerto pada 24 Desember 2000. Riyanto, menjadi simbol toleransi dan keberanian karena telah menyelamatkan banyak orang dalam gereja itu.
Sejak itu, Pusat Gerakan Pemuda Ansor kemudian menginstruksikan jajarannya untuk ikut membantu pihak kepolisian dalam melakukan pengamanan.

“Itu salah satu semangat kita, buat teman-teman Banser kita, Riyanto itu adalah salah satu contoh bahwa mereka siap mengorbankan raganya, jiwanya, untuk sebuah toleransi, perdamaian khususnya di Jakarta dan Indonesia pada umumnya,” jelas Tomy.
Indonesia yang merupakan negara dengan umat muslim terbesar di dunia sempat menorehkan sejarah kelam dalam keamanan ketika aksi terorisme menyasar rumah ibadah dan fasilitas umum terjadi pada Desember 2000. Setidaknya sebanyak 18 orang tewas dalam tragedi yang digerakkan oleh Jemaah Islamiyah (JI), sebuah kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
JI juga melakukan serangan bom di Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, mayoritas merupakan warga negara Australia, sekaligus menjadi tragedi terorisme yang paling mematikan hingga saat ini.
Terbaru, ledakan di SMAN 72 Jakarta pada 7 November lalu di area sekolah yang mengakibatkan setidaknya 96 orang mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit. Investigasi mendalam menunjukkan adanya pengaruh paparan konten kekerasan digital terhadap pelaku.