Sebagai kebutuhan primer dan salah satu menu konsumsi utama mayoritas penduduk Indonesia, jaminan pasokan beras selalu diharapkan bisa terjaga. Ketersediaan beras yang tidak terpenuhi kebutuhannya bisa memicu inflasi dan berbagai permasalahan sosial lainnya.
Maka, sebagai penjaga stabilitas pasokan pangan, terutama beras, Perum Bulog meluncurkan Gerakan Pangan Murah (GPM) Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) pada 18 Juli 2025. Gerakan ini bertujuan untuk menjaga pasokan dan harga beras agar tetap terkendali.
Beras termasuk komoditas pangan utama nasional, pasokan dan harganya harus tetap dipastikan aman karena akan mempengaruhi laju inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi Juli 2025 yang mencapai angka 2,37% di mana beras memberikan andil sebesar 0,15%. Beras jadi komoditas dengan penyumbang inflasi tertinggi.
Dalam menjalankan GPM Beras SPHP ini, Perum Bulog akan dibantu Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam bentuk pengawasan.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengatakan, pihaknya dan Polri sudah menggelar rapat koordinasi. Kedua instansi sepakat akan memperkuat ketahanan pangan dan mengendalikan harga beras melalui pelaksanaan GPM Beras SPHP sehingga membuat inflasi stabil dan terjaga.
“Sinergi ini menjadi kekuatan dalam memasifkan penyaluran beras SPHP, memastikan benar-benar sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan,” ujar dia kepada SUAR, Minggu, (10/8/2025).
Program SPHP merupakan penugasan pemerintah kepada Perum Bulog melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan tujuan menjaga stabilitas pasokan dan harga beras di tingkat konsumen.
Program ini berlangsung selama periode Juli hingga Desember 2025 dengan target penyaluran sebesar 1,3 juta ton beras di seluruh Indonesia. Pembelian beras SPHP oleh konsumen dibatasi sebanyak 10 kilogram dengan tujuan agar lebih merata oleh banyak masyarakat.
Harga beras SPHP yang dijual dalam GPM Beras SPHP akan mengikuti harga eceran tertinggi (HET) sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Yakni, Rp 12.500 per kg untuk wilayah Jawa,Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi; Rp 13.100 per kg untuk wilayah Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, NTT, dan Kalimantan; dan Rp 13.500 per kg untuk wilayah Maluku dan Papua.
“Dengan sinergi yang semakin kuat antara Bulog dan Polri, gerakan ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam penguatan sistem ketahanan pangan nasional,” ujar Suyamto.
Harus melibatkan pihak swasta
Pengamat pertanian IPB University Dwi Andreas mengatakan, GPM Beras SPHP ini memang dibutuhkan untuk saat ini, mengingat kondisi harga beras di berbagai daerah sudah tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan HET.
Ia menyarankan, Perum Bulog dan Polri harus benar-benar konsisten dalam menjalankan GPM Beras SPHP ini dan perlu melibatkan pihak swasta dalam pengawasan.
“Yang mempunyai jaringan sampai ke pasar dan di gang-gang sempit itu adalah swasta, alangkah baiknya mereka diajak,” ujar dia kepada SUAR, Minggu, (10/8/2025).
Saat ini, pihak swasta seperti penggilingan padi banyak yang resah. Mereka banyak yang menutup usahanya karena ditakut-takuti Satgas Pangan. Padahal, pihak swasta dan pemerintah harus menjalin hubungan yang harmonis – bukan malah saling mencurigai satu sama lainnya.
Dwi menuturkan, kekuatan sistem pangan nasional akan terjadi apabila ada integrasi antara pemerintah dan swasta, bukan hanya soal kebijakan semata.
Sesuaikan banderol HET dengan HPP
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menuturkan, sesuatu hal yang masih menjadi concern pengusaha beras adalah tidak sinkronnya peraturan harga eceran tertinggi (HET) dengan harga pembelian pemerintah (HPP).
Pemerintah perlu menyesuaikan HET beras di pasaran dengan kenaikan HPP gabah di tingkat petani.
“Pada intinya, HET harus disesuaikan dengan perkembangan HPP agar konsumen dan petani tidak dirugikan,” ujar dia.