Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Oktober 2025 menunjukkan meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi nasional. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat sebesar 121,2, naik dari 115,0 pada bulan sebelumnya. Angka tersebut berada di atas level 100 yang menandakan optimisme konsumen terhadap situasi ekonomi saat ini maupun ke depan.
Peningkatan keyakinan ini didorong oleh naiknya dua komponen utama, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). IKE tercatat sebesar 109,1, meningkat dari 102,7 pada September 2025. Sementara itu, IEK naik menjadi 133,4 dari 127,2, yang menunjukkan ekspektasi masyarakat terhadap penghasilan, lapangan kerja, dan kegiatan usaha enam bulan mendatang semakin positif.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, konsumen dengan pendapatan di atas Rp5 juta mencatat tingkat optimisme tertinggi dengan IKK sebesar 125,3, diikuti kelompok Rp4,1 sampai 5 juta sebesar 120,4.
Dari sisi usia, optimisme tertinggi terdapat pada kelompok 20 hingga 30 tahun dengan indeks 125,0. Secara wilayah, peningkatan keyakinan paling besar terjadi di Medan, Pontianak, dan Padang.
Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini juga membaik, tercermin dari kenaikan seluruh komponen pembentuk IKE. Indeks Penghasilan Saat Ini naik menjadi 117,1, Indeks Pembelian Barang Tahan Lama mencapai 107,5, dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja berada pada 102,6.
BI mencatat, “Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini meningkat, tercermin dari kenaikan seluruh komponen pembentuk Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini,” tulis survey tersebut.
Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang turut meningkat di semua kelompok. Indeks Ekspektasi Penghasilan naik menjadi 138,4, Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja mencapai 132,0, dan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha berada di level 129,6. Mayoritas kota mencatat kenaikan IEK, dengan peningkatan tertinggi terjadi di Medan, Pontianak, dan Bandar Lampung.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, ekspektasi penghasilan meningkat pada konsumen dengan pendapatan hingga Rp4 juta, sedangkan kelompok berpendapatan di atas Rp4,1 juta mengalami penurunan optimisme.
Ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja meningkat di tingkat pendidikan SMA hingga sarjana, sementara tingkat pascasarjana cenderung stabil. Peningkatan juga terjadi pada semua kelompok usia, menunjukkan pandangan yang lebih baik terhadap kondisi usaha dan lapangan kerja ke depan.
Dari sisi keuangan rumah tangga, proporsi konsumsi terhadap pendapatan pada Oktober 2025 tercatat sebesar 74,7%, turun dari 75,1% pada bulan sebelumnya. Proporsi tabungan terhadap pendapatan meningkat menjadi 14,3% dari 13,7%, sementara proporsi pembayaran cicilan stabil di 11,0%.
Dalam laporan itu, BI menjelaskan, “Rasio konsumsi terhadap pendapatan menurun di tengah pembayaran cicilan yang relatif stabil dan tabungan yang meningkat.”
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai peningkatan keyakinan konsumen pada Oktober 2025 mencerminkan persepsi yang semakin positif terhadap ekonomi, baik kondisi saat ini maupun prospeknya. Kenaikan indeks keyakinan didukung oleh perbaikan di berbagai kelompok usia dan pengeluaran, dengan banyak kota mencatat sinyal optimisme baru. Menurutnya, persebaran ini menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi bukan hanya fenomena sempit di kalangan tertentu.
Josua menjelaskan ekspektasi penghasilan dan lapangan kerja yang meningkat masih selaras dengan arah kondisi aktual, meski belum sepenuhnya tercermin dalam seluruh komponen belanja. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga triwulan tiga 2025, kata dia, tetap tangguh namun lebih moderat dibanding triwulan sebelumnya karena faktor musiman. “Inflasi Oktober yang naik ke 2,86% lebih disebabkan lonjakan harga emas, bukan karena permintaan domestik yang menguat, sehingga daya beli masyarakat masih cukup terjaga,” ujarnya.
Menurut Josua, turunnya porsi konsumsi terhadap pendapatan menjadi 74,7% dan naiknya tabungan menjadi 14,3% menunjukkan perubahan strategi keuangan rumah tangga yang justru sejalan dengan keyakinan yang membaik.
Ketika prospek penghasilan dan pekerjaan dinilai lebih positif, rumah tangga cenderung menata ulang anggaran dengan menambah tabungan terlebih dahulu sebelum meningkatkan konsumsi besar. Menurutnya pola itu umum terjadi pada fase pemulihan yang lebih sehat, ketika optimisme meningkat namun keputusan belanja dilakukan bertahap.
Lebih lanjut, Josua menjelaskan cicilan rumah tangga yang stabil di 11,0% serta peningkatan tabungan hingga 16,5% di kelompok berpendapatan tinggi menunjukkan masyarakat sedang memperkuat cadangan keuangan menjelang akhir tahun. “Ketika prospek penghasilan dan pekerjaan dinilai lebih cerah, rumah tangga cenderung menata ulang anggaran: sebagian kenaikan pendapatan dialihkan dulu untuk mempertebal bantalan tabungan sebelum meningkatkan konsumsi,” katanya.
Dari sisi makro, Josua menilai ekspektasi positif konsumen menjadi penopang penting bagi pertumbuhan ekonomi agar tetap mendekati 5% hingga akhir tahun. Dengan inflasi yang berada dalam sasaran dan kebijakan fiskal serta moneter yang cenderung mendukung, sentimen ini berpotensi menjaga laju konsumsi, terutama di sektor jasa, pariwisata, dan belanja akhir tahun.
Josua memperkirakan pertumbuhan konsumsi pada triwulan empat dapat mencapai sekitar 4,95% dengan pertumbuhan PDB mendekati 5,00% dan inflasi tahunan di kisaran 2,0 sampai 2,5%.
“Risiko global masih ada, seperti pelemahan nilai tukar dan gejolak harga emas, namun selama perbaikan pasar kerja berlanjut dan program pemerintah menjaga biaya transportasi serta ketersediaan pangan, sentimen konsumen dapat diterjemahkan menjadi permintaan domestik yang cukup untuk menahan dampak ketidakpastian eksternal,” katanya.
Belum merata
Ketua Affiliation Global Retail Association (AGRA) Roy Nicholas Mandey menilai kenaikan IKK pada Oktober 2025 mencerminkan meningkatnya ekspektasi masyarakat terhadap stabilitas ekonomi pada masa pemerintahan yang sudah berjalan setahun. Menurutnya masyarakat mulai melihat situasi yang lebih kondusif sehingga pola belanja di beberapa kelompok konsumen mulai membaik.
“Ekspektasi terhadap kondisi ekonomi meningkat karena masyarakat melihat pemerintahan saat ini lebih stabil dan arah kebijakannya semakin jelas,” ujar mantan ketua umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia ini.
Kendati begitu, Roy menilai optimisme tersebut belum dirasakan merata di seluruh lapisan masyarakat. Kenaikan indeks terutama didorong oleh kelompok menengah dan atas yang secara finansial lebih siap dan mulai mengalihkan belanja dari luar negeri ke dalam negeri. “Kalangan bawah masih terfokus pada kebutuhan pokok seperti makanan dan beras, sementara kelompok menengah yang terkena dampak PHK masih cenderung menahan pengeluaran,” kata Roy.
Roy turut mengingatkan hasil survei BI perlu dibaca dengan hati-hati karena metode pengambilan datanya belum sepenuhnya mewakili seluruh segmen konsumen. Menurutnya, data yang diambil secara sampling cenderung lebih menggambarkan perilaku kelas atas dan menengah. Roy berharap ke depan survei dapat dilakukan dengan cakupan yang lebih luas agar kondisi masyarakat marginal juga tercermin.
Menjelang momentum akhir tahun, Roy menilai pemerintah perlu menjaga ketersediaan barang dan kestabilan harga agar daya beli tidak melemah. Dia menilai pentingnya mempercepat program kewirausahaan dan pemberdayaan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan dan pekerja yang kehilangan pekerjaan. “Program kewirausahaan harus benar-benar menyentuh lapisan masyarakat bawah, agar mereka tetap bisa berpenghasilan dan berpartisipasi dalam perputaran ekonomi,” ujarnya.