Strategi Bangun Ekonomi Rakyat (1)

Pemerintah mengakselerasi terbentuknya puluhan ribu koperasi di desa-desa Indonesia.

Strategi Bangun Ekonomi Rakyat (1)
Pengunjung mengamati produk yang dijual di gerai Koperasi Kelurahan Merah Putih Melawai, Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (21/7/2025). Pemerintah meluncurkan 80.000 Kelembagaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional serta mendorong kesejahteraan ekonomi masyarakat. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Daftar Isi

Pemerintah mengakselerasi terbentuknya puluhan ribu koperasi di desa-desa Indonesia. Diberi modal miliaran rupiah, diharapkan menggerakkan ekonomi desa. Bisakah menumbuhkan partisipasi warga?

Pramodhana Ekaputra masih ingat pesan di aplikasi WhatsApp dari pihak Kelurahan Melawai. Isinya: meminta dirinya menjadi pengurus Koperasi Merah Putih, sekitar pertengahan bulan Juni silam. Hanya butuh waktu kurang lebih 24 jam, Pram memutuskan mengiyakan permintaan itu, dan bergabung dalam bagian koperasi sebagai bendahara.

Pram dan beberapa warga Kelurahan Melawai yang ditunjuk untuk mengurus koperasi berkumpul pada akhir Juni. Pram bilang, pihak kelurahan sepenuhnya mengarahkan lini bisnis yang bakal dijalankan. Yaitu, gerai sembako yang menjajakan bahan pokok kebutuhan rumah tangga, mulai dari beras, minyak hingga gula.

Selama tiga pekan, para pengurus koperasi bahu-membahu mewujudkan kios penjualan koperasi, yang akhirnya bisa didirikan di kawasan Blok M Jakarta Selatan. Pembangunan tampak cepat lantaran semua sumber daya dipasok dari BUMN dan BUMD Jakarta, termasuk melibatkan Pemerintah Provinsi Jakarta.

“Karena ini program dari pusat, ya, ada perintah langsung dari atas, jadi saling kerjasama,” kata Pram saat ditemui SUAR di Koperasi Merah Putih Melawai, Kamis, 24 Juli 2025.

Di kios yang menjadi ujung tombak usaha Koperasi Kelurahan Merah Putih Melawai ini tampak rak bahan pokok berjejer. Di sisi kiri dari arah pintu masuk, tampak beras dan gula menjejali rak kios. Di sisi tengah, terdapat kulkas yang berisikan daging sapi dan ayam.

Lalu, di sisi kiri tersaji makanan ringan hingga beraneka minuman. Di sisi depan toko juga terlihat gas-gas LPG.

Di situ juga terlihat beragam logo institusi terpampang, sebagai sponsor. Ada Bank Mandiri, Telkom Indonesia, Pertamina, Bulog, MRT Jakarta, Pasar Jaya, Bank Jakarta, Food Station hingga Dharma Jaya. Menurut Pram, Bank Mandiri mengambil peranan besar menggarap bangunan koperasi dari awal hingga akhir. Selebihnya, institusi lain memasok produknya, seperti Food Station dan Bulog yang mengisi beras.

Penentuan lokasi Melawai, kata Pram, bukan tanpa perhitungan. Kawasan Blok M dipilih karena dianggap lokasi sentral dari aktivitas warganya. Warga Melawai terbiasa dengan aktivitas di Blok M Square dan Blok M Hub, mulai kegiatan perbelanjaan atau sekadar kongkow.

“Kami anggap cukup segmented kelas ekonomi menengah, sehingga dipilih di Blok M,” kata dia.

Target pasar pelaku UMKM

Meski begitu, segmentasi pasar koperasi Melawai ini menyasar para pelaku UMKM. Pram tahu betul banyak pedagang beragam produk, terutama kuliner menjajakan dagangannya di Blok M. Dari makanan berat hingga camilan. Dengan begitu, koperasi diharapkan bisa menjadi tempat pedagang untuk belanja.

“Kami mau membersamai pelaku UMKM. Harga akan kami buat kompetitif,” kata dia.

Strategi ini juga sesuai dengan lokasi koperasi berada, lantai dasar gedung Blok M Hub bisa ditemukan para pedagang kuliner melapak. Hanya berjarak tidak sampai 200 meter, berjejer food court yang saban hari ramai dipenuhi pelanggan.

Namun, saat SUAR bertanya ke beberapa pedagang, mereka menyatakan belum tahu banyak soal koperasi merah putih. Bahkan, sejak awal ada wacana pendirian koperasi, para pedagang tidak mendapatkan info.

“Tidak ada sosialisasi (pendirian koperasi merah putih Melawai). Di grup (media sosial) pedagang juga tidak ada info,” kata salah satu pedagang.

Saat ditanya apakah ingin membeli pasokan bahan masakan di Koperasi Kelurahan Merah Putih Melawai, pedagang masih meragukan. Misal soal beras, selama ini para pedagang mengandalkan pasokan dari toko grosir beras yang berada di sekitaran Blok M maupun di kawasan Pasar Minggu.

Bagi pedagang, harga beras di sana sudah cukup bersahabat. “Kalau harga lebih murah, kami mau-mau saja beli (di koperasi). Kalau mahal, ya sulit juga,” ujar pedagang yang enggan disebutkan identitasnya.

"Kalau harga lebih murah, kami mau-mau saja beli," ucap pedagang.

Menurut pedagang, Koperasi Merah Putih Kelurahan Melawai bisa menarik apabila pelayanannya menyerupai langganan pasokan bahan makanan mereka selama ini. Semisal layanan antar barang, siap antar kapan saja setiap ada pesanan, dan bisa dicicil pembayarannya. “Nah, bisa tidak koperasi seperti itu,” kata pedagang.

Para pedagang, apalagi yang sudah lama berjualan, berpikir ihwal nama koperasi masih meragukan. Mereka mengambil contoh pada preseden buruk soal koperasi simpan pinjam yang pernah ada di kawasan Blok M. Kala itu, pihak pengurus koperasi diduga melarikan diri seusai menerima iuran dari anggota dan ada pihak yang membawa kabur uang setoran pembayaran pinjaman.

“Kami kapok sama model koperasi seperti itu,” kata pedagang.

Soal kekhawatiran seperti itu, Pram mengaku saat ini tim pengurus koperasi belum melakukan sosialisasi ke pada sasaran pasar. Begitu pula soal pematangan konsep koperasi, sampai saat ini masih dalam pembahasan di internal pengurus.

Sehingga, saat ini belum ada anggota yang masuk—hanya sebatas pengurus yang terlibat. “Kami harapannya akan sosialisasikan apa-apa yang ada di koperasi ke para pelaku UMKM. Kami akan rapat pada akhir bulan ini,” kata dia.

Berkat sinergi lintas instansi

Berlokasi di kawasan Kantor Desa Hambalang, koperasi merah putih di Kabupaten Bogor ini hadir dan digadang-gadang menjadi koperasi percontohan di Jawa Barat. Saat SUAR berkunjung ke koperasi ini, tampak ada bangunan kios berderet. Di ujung sisi kiri, tampak tumpukan gas LPG. Di kios sebelahnya terdapat pupuk.

Sisi satu lagi terisi bahan pangan hingga di ujung kanan bangunan berdiri kios BRI Link dan Pos Indonesia. Kios yang terakhir disebut diperuntukkan sebagai sarana pembayaran atau layanan transaksi keuangan warga dan pengiriman barang warga.

Sekretaris Koperasi Desa Merah Putih Hambalang, Saepul Rizal, menyebut, semua yang tersaji di koperasi berkat sinergi lintas instansi. Ada BUMN Pertamina yang memasok LPG, ada BUMN Pupuk Indonesia yang menyediakan pasokan pupuk, BUMN Bulog dengan berasnya hingga Bank BRI dan Pos Indonesia yang memfasiltiasi layanan jasa.

“Koperasi ini sampai saat ini paling terlengkap. Kami menjadi koperasi percontohan,” kata Rizal saat ditemui SUAR, Jumat (25/7).

Koperasi Desa Merah Putih di Desa Hambalang, Bogor. Foto: Dok. tugasbangsa.com

Pemilihan komoditas yang disajikan, kata Rizal, menyesuaikan dengan tujuan pendirian koperasi. Bagi pengurus, koperasi diharapkan jadi tempat bergantung warga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Kami melihat warga desa adalah konsumen utama koperasi,” kata Rizal.

Dalam lanskap Hambalang, kebanyakan penduduknya bertani. Persisnya petani kebun singkong. Pupuk urea yang berperan penting dalam proses produksi petani diharapkan bisa terpenuhi oleh koperasi.

Rizal bilang, harga pupuk di koperasinya akan sedikit di bawah harga pasaran. “Petani di sini banyak, kami harus bantu mereka bertani,” ujar dia.

Adapun untuk warga yang berjualan sembako, Rizal bilang kios sembako yang ada di koperasi bisa dimanfaatkan para pedagang. Ini tujuannya agar para pedagang mendapatkan harga yang bagus. Sebab, semua komoditas yang ada di koperasi berasal langsung dari tangan pertama. “Kan rantai pasok dipangkas. Harga sudah pasti lebih terjangkau dibanding ambil di agen,” kata dia.

Di koperasi yang tidak jauh dari kediaman Presiden Prabowo Subianto ini juga ada fasilitas kesehatan berupa klinik dokter umum. Menurut Rizal, fungsi klinik kesehatan ini untuk membantu kerja-kerja puskesmas setempat. Di situ sudah tersedia alat kesehatan yang ada di klinik kesehatan pada umumnya.

Klinik ini beroperasi dari pagi hingga sore hari, dan disiapkan satu dokter umum dan satu bidan. “Dokternya dari puskesmas. Sehingga sinergi antara koperasi dengan puskesmas terjalin,” kata Rizal.

Saat ditanya soal harga layanan di klinik ini, Rizal mengatakan harga akan di bawah praktik klinik umum lainnya. Bagi koperasi, segala unit usaha ditujukan untuk kepentingan publik, sehingga harga akan disesuaikan. Bukan cuma obat dan layanan kesehatannya, tapi juga harga atas produk-produk yang tersaji di koperasi.

“Untung kecil tapi kalau banyak kan tetap jadi untung. Kami berpikir kuantitas aja,” ujar Rizal.

Bicara soal omzet, sejak hari rilis pada 21 Juli, pendapatan kotor koperasi ini tembus di atas Rp 15 juta. Semua komoditi merata menyumbang cuan. Ada petani yang membeli pupuk, ada warga yang membeli gas LPG hingga beras. “Kami juga enggak nyangka bisa begini,” kata Rizal.

Namun, tak semuanya warga desa sudah mengetahui soal koperasi. Beberapa petani yang tak jauh dari lokasi koperasi belum mengetahui bahwa pupuk dijual di koperasi.

Mereka pun masih meragukan apakah harga yang ditawarkan lebih murah ketimbang agen langganan selama ini. Sebab, petani singkong sudah bertahun-tahun bergantung pada pasokan pupuk dari luar kawasan Hambalang. “Harganya 120.000 per kilo. Nah, di koperasi bisa kasih berapa harganya?” kata petani lainnya.

Para petani ini juga belum yakin sepenuhnya untuk mengalihkan pembelian ke koperasi. Jika petani bergantung pada pupuk di koperasi, maka mereka kehilangan jatah di agen. Titik masalahnya adalah, petani masih meragukan keberlangsungan koperasi. “Ini koperasi bisa bertahan lama enggak,” tanyanya.

Menurut Saepul Rizal, semua harga produk di koperasi Hambalang bisa lebih murah lagi ketika dibeli oleh anggota. Sehingga, para warga terlebih petani dan pelaku UMKM bisa masuk sebagai anggota. “Kami bisa kurangi sampai 10 persen dari harga normal untuk anggota,” katanya.

Alat perjuangan rakyat kecil

Sebagaimana kita ketahui, pada 21 Juli 2025 lalu, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi meluncurkan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Peluncuran ini menandai dimulainya gerakan nasional yang bertujuan memperkuat ekonomi desa melalui kelembagaan koperasi berbasis gotong royong dan kemandirian.

Presiden Prabowo Subianto (tengah) didampingi (dari kiri) Mendagri Tito Karnavian, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Ketua Komisi IV DPR Titiek Soeharto, Ketua DPR Puan Maharani, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menekan tombol untuk meresmikan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025). Presiden Prabowo Subianto meresmikan kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dipusat kan di Klaten. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Sebanyak 80.081 koperasi telah terbentuk dan disahkan secara hukum, tersebar di seluruh pelosok tanah air. Acara peluncuran dilakukan secara hibrida, diikuti oleh ribuan kepala desa dan pengelola koperasi dari berbagai wilayah.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa koperasi adalah alat perjuangan rakyat kecil untuk menjadi kuat dan berdaulat secara ekonomi. Koperasi merah piutih dirancang untuk memperkuat ekonomi desa dan kelurahan, meningkatkan nilai tukar petani, menekan inflasi lokal, meningkatkan inklusi keuangan, dan menciptakan lapangan kerja produktif di desa.

Lembaga  ini juga diharapkan mampu memutus rantai distribusi yang merugikan produsen dan konsumen, serta menjadi solusi atas praktik curang yang selama ini merugikan petani. Koperasi Desa Merah Putih diarahkan untuk mengusung model bisnis 7-in-1 yang mencakup gerai sembako, apotek desa, klinik kesehatan, unit simpan pinjam, cold storage, layanan logistik, dan kantor koperasi

BUMN seperti Pos Indonesia dan BRI turut mendukung operasional koperasi melalui layanan logistik dan keuangan. BRI, misalnya, mengintegrasikan layanan AgenBRILink ke dalam koperasi untuk memudahkan transaksi keuangan masyarakat desa.

Dengan dukungan regulasi, pendanaan dari APBN/APBD, dan sinergi lintas kementerian, Koperasi Desa Merah Putih diproyeksikan menjadi lokomotif ekonomi kerakyatan. Pemerintah berharap koperasi ini menjadi tulang punggung pembangunan desa yang berkelanjutan, adil, dan inklusif.

Presiden Prabowo menyebut peluncuran Koperasi Desa Merah Putih ini sebagai hari bersejarah dan bagian dari perjuangan menuju kemerdekaan ekonomi sejati. “Koperasi adalah alat untuk menyatukan yang kecil menjadi besar, yang lemah menjadi kuat,” tegasnya.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menjelaskan, koperasi desa merah putih ini didirikan di desa-desa, sehingga kepemilikannya dan anggotanya adalah warga desa. Selain itu, seluruh warga negara berhak mengawasi pengelolaan koperasi desa ini.

Warga memperlihatkan formulir pendaftaran sebagai anggota koperasi Merah Putih Syariah di Desa Lamteh Ulee Kareng, Banda Aceh, Aceh, Rabu (16/7/2025). Koperasi Merah Putih Syariah di darah tersebut telah memiliki enam gerai dengan melayani berbagai kebutuhan anggota dan warga menjelang peresmian untuk seluruh Indonesia oleh Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan pada 21 Juli 2025. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Ke depan, kata Budi, pengembangan koperasi ini dimaksudkan memberikan kepastian ekonomi di pelosok negeri, salah satunya soal harga. Koperasi ini juga ditujukan untuk memerangi fenomena tengkulak yang banyak beredar di desa-desa.

"Tengkulak senjatanya apa? Duit, kan? Nah, kita sediakan modal di awal, Jadi senjatanya harus diimbangi untuk melawan tengkulak ini,” papar Budi.

Jadi, dengan adanya koperasi desa ini, pemerintah ingin memutus mata rantai distribusi yang terlalu panjang. ”Ini juga sama dengan yang disampaikan presiden, kita ingin menghilangkan vampir-vampir ekonomi,” ungkap Budi.

Waspada efek negatif

Toh, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengkritik keras program Koperasi Desa Merah Putih yang baru diluncurkan pemerintah. Ia menilai program ini justru menggusur pelaku usaha lokal di desa, alih-alih memperkuatnya.

"Koperasi ini bukan menciptakan masyarakat pelaku usaha baru, tapi justru menjadi substitusi terhadap pelaku usaha lokal yang sudah ada," tukasnya.

Aktivitas jual beli di Koperasi Kelurahan Merah Putih yang berlokasi di Blok M Hub, Jakarta Selatan (Suar.id/Rohman Wibowo)

Menurut Bhima, banyak pelaku usaha mikro seperti warung, penjual gas LPG, bahkan apotek desa yang rawan tersingkir akibat koperasi ini. Ia memperingatkan bahwa program yang dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja justru bisa menciptakan pengangguran. Konflik di tingkat desa sangat mungkin terjadi, terutama antara pengurus koperasi dengan UMKM yang telah lama eksis.

Tata kelola menjadi masalah berikutnya yang disorot. Pemerintah disebut tidak menyiapkan pelatihan maupun bimbingan teknis yang cukup sebelum mendorong peluncuran koperasi secara serempak. “Apakah koperasi merah putih sudah siap? Apakah mereka bisa berjalan secara profesional?” tanya Bhima.

Bhima juga menyoroti sumber pembiayaan koperasi yang berasal dari pinjaman perbankan. Ia menyebut penggunaan pinjaman dari bank-bank milik pemerintah (Himbara) berisiko tinggi. "Apalagi kalau agunannya pakai Dana Desa, itu akan mengganggu program-program dana desa yang sudah ada," katanya.

Dalam pandangannya, konsep koperasi seperti ini justru bertentangan dengan semangat koperasi yang lahir dari partisipasi warga. Ia menyebut pendekatan top-down yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk pemaksaan yang tidak sesuai dengan praktik koperasi yang sukses di negara lain.

"Modalnya juga seharusnya berasal dari iuran anggota. Kalau ini kan disuapi dari pusat," ujarnya.

Bhima memberi contoh koperasi di negara lain yang tumbuh dari inisiatif warga. Ia menyebut NTUC di Singapura dan banyak koperasi di Denmark yang tidak dibentuk oleh pemerintah secara langsung. “Pemerintah hanya membantu koperasi yang memang sudah eksis. Mereka tidak main potong kompas,” ujarnya.

Mengenai klaim pemerintah bahwa program ini akan menciptakan lapangan kerja, Bhima justru mempertanyakan berapa banyak pelaku usaha lokal yang akan kehilangan pendapatan.

Ia menganggap pendekatan ini bukan solusi, melainkan bentuk pembajakan terhadap usaha warga. "Pemerintah selalu bilang akan menciptakan lapangan kerja, tapi berapa banyak yang justru jadi pengangguran karena bisnisnya diserobot oleh Kopdes Merah Putih?" katanya.

Ia juga mempertanyakan kesiapan digitalisasi yang dijanjikan pemerintah. Menurutnya, teknologi tidak serta-merta meningkatkan produktivitas jika infrastruktur dan SDM tidak siap. "Sebelum bicara digitalisasi, kesiapan SDM-nya dulu yang harus dipikirkan," ujarnya.

Ia beralasan, banyak desa belum memiliki akses internet, sehingga gagasan digitalisasi terkesan dipaksakan. Ia mencontohkan kasus pengadaan Chromebook yang tidak efektif karena jaringan internet tidak tersedia. Konsep digitalisasi yang digaungkan pemerintah disebutnya tidak selaras dengan kenyataan di lapangan.

Ia juga menilai kehadiran Kopdes Merah Putih berpotensi menimbulkan persaingan tidak sehat dengan badan usaha milik desa (Bumdes) yang telah lebih dulu ada. “Bumdes yang sudah ada bisa terganggu sekarang karena adanya Kopdes Merah Putih,” ujarnya. Bahkan, menurutnya, dua entitas ini saling berebut peran dan sumber daya di desa.

Bhima menyebut Kopdes dan Bumdes menjual ke pasar yang sama dan melibatkan perangkat desa yang sama. Irisan peran ini menurutnya justru akan memunculkan gesekan. Ia menyebutnya sebagai bentuk “kanibalisme” antar lembaga.

Ia juga menilai warga justru akan terdorong untuk alih profesi atau terpaksa masuk ke sistem koperasi karena usahanya tak lagi berjalan. “Itu bukan bentuk penyerapan tenaga kerja. Itu substitusi, bukan komplementer,” katanya.

Dampak terbesar dari pendekatan top-down ini menurut Bhima adalah matinya kreativitas masyarakat. Ia menjelaskan bahwa koperasi yang sehat seharusnya tumbuh dari inisiatif dan kebutuhan warga sendiri. “Cara berpikir pengurus koperasi Merah Putih itu hanya menunggu bantuan atau program dari pusat,” ujarnya.

Perlunya menumbuhkan partisipasi lokal

Bhima memberi contoh keberhasilan Koperasi Pesantren Sidogiri yang kini memiliki aset triliunan rupiah karena tumbuh dari bawah. Menurutnya, model seperti Sidogiri membuktikan pentingnya partisipasi lokal dan kreativitas. Sebaliknya, Kopdes Merah Putih hanya “menunggu bola” dari pusat.

Jika program ini tetap dilanjutkan, hal yang harus dilakukan adalah pembatasan plafon pinjaman. “Kalau program ini sudah terlanjur jalan, plafon pinjamannya jangan lebih dari Rp15 juta per koperasi,” katanya. Menurutnya, pembatasan itu penting agar bisa dilakukan uji coba dan mencegah risiko sistemik pada sektor keuangan.

Sementara itu, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Trioksa Siahaan, menilai, peranan bank Himbara dalam mendukung bisnis koperasi merah putih merupakan hal yang baik bagi bisnis perbankan sendiri. “Menurut saya bank Himbara akan lebih melihat ke arah opportunity pembiayaan bila telah menjadi program pemerintah,” kata Trioksa kepada Suar, Kamis.

Meski begitu, rasio kredit macet juga mesti disoroti. Dalam kajian terakhir dari Pefindo, angka non-performing loan berada di kisaran 8,5% pada sektor koperasi. Kata Trioksa bank mesti hati-hati dalam memberikan fasilitas kredit. “Namun karena NPL ke sektor koperasi juga tinggi, maka bank juga akan memperhatikan risiko dan mitigasi risiko sehingga pembiayaan tetap dapat berjalan dengan risiko yang dapat diukur dan diterima oleh bank,” kata dia.  

Adapun soal perhitungan profit dari pembiayaan untuk koperasi ini, dia bilang, kalkulasinya adalah tingkat imbal balik masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan risiko kredit. Sehingga bank tetap melihat opportunity pembiayaan ke sektor koperasi.

“Potensi return tetap ada sepanjang pembiayaan dapat tepat sasaran dan dapat turut mengembangkan sektor usaha koperasi khususnya yang berada di desa,” kata dia.

“Kelayakan pembiayaan tetap dilakukan sesuai kebijakan dan sop bank sehingga kualitas kredit tetap terjaga,” imbuhnya.

Senada, pengamat kebijakan perbankan, Andry Asmoro, mengatakan intervensi pembiayaan perbankan di koperasi merah putih yang ada di pedesaan bakal menjadi nilai tambah. “Yang dilihat perbankan adalah ekosistem yang bisa diciptakan dari koperasi desa ini ke depannya. Banyak potensi desa yang kemudian bisa menjadi dasar pertumbuhan ekonomi dari bawah ke atas (bottom up dan naik kelas). Ini bisa menjadi peluang bisnis untuk bank,” ujar Asmoro kepada SUAR.

Mukhlison, Harits Arrazie, Rohman Wibowo