Kementerian Sosial (Kemensos) mulai melakukan uji coba pelaksanaan Sekolah Rakyat di dua lokasi, yakni Sentra Handayani Jakarta dan Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Bekasi. Simulasi ini dilakukan sebelum para siswa mulai masuk sekolah pada 14 Juli 2025.
Kegiatan simulasi ini berlangsung selama dua hari pada Rabu dan Kamis 9-10 Juli 2025. Para siswa akan menjalani uji coba pembelajaran dan menginap di asrama yang telah disediakan.
Sekolah Rakyat merupakan program yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto dengan tujuan menyediakan akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, mengacu pada Desil 1 dan 2 DTSEN. Program ini menjadi langkah strategis pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan. Sekolah dengan konsep berasrama ini bersifat gratis, mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA.
Seluruh siswa akan mengikuti pelajaran formal di siang hari, dan mendapat penguatan pendidikan karakter pada malam hari. Nilai-nilai agama, kepemimpinan, hingga keterampilan hidup menjadi bagian penting dari kurikulum.
Program Sekolah Rakyat Tahun Ajaran 2025/2026 akan dimulai pada bulan ini di 100 titik lokasi rintisan di seluruh Indonesia. Dari jumlah ini, sebanyak 63 titik akan memulai matrikulasi pada 14 Juli 2025 dan sebanyak 37 titik akan dimulai di akhir Juli 2025.
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 126/HUK/2025 tentang Penetapan Lokasi Penyelenggaraan Sekolah Rakyat, terdapat 3 lokasi rintisan Sekolah Rakyat di Jakarta, yakni Sentra Handayani, Sentra Mulya Jaya, serta Pusdiklatbangprof Kemensos Margaguna.
Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Prof. Muhammad Nuh, menegaskan tiga kata kunci utama yang menjadi landasan filosofis program Sekolah Rakyat, yaitu memuliakan, menjangkau yang tak terjangkau, dan memungkinkan yang tak mungkin dari anak-anak keluarga miskin.
“Sekolah Rakyat tidak hanya soal akses pendidikan, tetapi juga memuliakan siswa-siswi dari keluarga miskin. Anak-anak ini bukan hanya diberi kesempatan sekolah, tapi juga dimuliakan dalam prosesnya,” ujar Muhammad Nuh di hadapan para awak media.
Menurut mantan Menteri Pendidikan tersebut, banyak anak yang secara geografis dekat dengan sekolah, tetapi tetap tidak mampu mengakses pendidikan karena keterbatasan ekonomi dan sosial. Biaya personal seperti transportasi, seragam, hingga makan, menjadi hambatan besar yang tidak tertangani oleh program sekolah gratis reguler.
“Biaya sekolah memang gratis, tapi biaya personal tidak. Di sinilah Sekolah Rakyat hadir menjangkau mereka yang selama ini tak terjangkau oleh sistem,” jelasnya.
Nuh juga menyoroti pentingnya menciptakan jalur lanjutan bagi siswa Sekolah Rakyat. Ia menyinggung program seperti KIP Kuliah, sebagai kelanjutan dari Bidikmisi, yang memberi peluang bagi lulusan sekolah menengah dari keluarga miskin untuk mengakses pendidikan tinggi.
“Sekolah Rakyat ini bukan akhir, tapi awal dari perubahan. Kita ingin anak-anak yang awalnya dianggap tak punya masa depan, justru melompat lebih tinggi,” katanya.