Hari ini, Selasa (5/8/2025), Badan Pusat Statistik (BPS) berencana merilis capaian pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2025. Terlepas dari rilis BPS, sejumlah lembaga internasional sudah mengeluarkan laporan perkiraan ekonomi 2025 dan 2026.
Laporan Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia atau Asia Development Bank (ABD), dan Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan alias Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tersebut punya benang merah: perekonomian Indonesia diperkirakan melambat pada 2025 dan 2026.
Dalam laporan Global Economic Prospects yang dirilis Bank Dunia pada Juni 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan pada level 4,7%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan capaian 2024, yakni 5,0%.
Perkiraan ini juga lebih rendah 0,4% dibandingkan dengan perkiraan Bank Dunia pada Januari lalu, ketika pertumbuhan Indonesia pada 2025 diperkirakan 5,1%.
Begitu pula dengan laporan OECD Economic Outlook yang dirilis Juni 2025, yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini pada 4,7%. Senada, World Economic Outlook Update, yang dirilis IMF pada Juli lalu, juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan pada posisi 4,8% – lebih rendah ketimbang 2024 yang sebesar 5,0%.
Ramalan berbeda disampaikan oleh ADB. Dalam laporan Asian Development Outlook: July 2025, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 mencapai 5,0%.
Dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (28/7/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menyimak berbagai perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan global seperti yang disampaikan berbagai lembaga internasional.
Berbagai perkembangan terkini, seperti perdagangan internasional yang terdampak perang tarif hingga ketegangan geopolitik sejumlah negara, membuat perkiraan pertumbuhan ekonomi global pun ikut direvisi turun ke bawah.
Bank Dunia pada laporan Juni 2025 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,9% (PPP weights) pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,2%. Sementara itu, OECD pada laporan Juni 2025 juga merevisi ke bawah prakiraan pertumbuhan ekonomi global 2025; dari 3,1% menjadi 2,9%.
Pertumbuhan triwulan II–2025
Kendati demikian, Mulyani mengatakan, KSSK optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II–2025 tetap terjaga untuk menjadi landasan bagi ekonomi di tahun 2025 tumbuh di sekitar 5,0%.
Konsumsi dan daya beli yang masih positif serta aktivitas dunia usaha yang resilien turut didukung oleh peran APBN dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Stimulus ekonomi, dorongan implementasi program strategis, dukungan bagi sektor prioritas, serta bantalan untuk sektor yang rentan terus diberikan pemerintah.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, dari sisi moneter, BI menurunkan suku bunga, melonggarkan likuiditas, dan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan ke sektor-sektor prioritas.
“Ke depan, respons bauran kebijakan ekonomi nasional akan terus ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, pihaknya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II–2025 melambat ke kisaran 4,7%–4,8%, turun dari 4,87% pada kuartal I. Sepanjang 2025, pertumbuhan diperkirakan berada di level 4,6%–4,8%.
Penerapan tarif resiprokal 19% akan memotong volume ekspor Indonesia ke pasar dunia kurang lebih 2,65%, sementara daya saing Indonesia tertinggal dari negara pesaing seperti Vietnam.
Dengan sisa waktu kurang dari enam bulan, untuk mengejar target pertumbuhan minimal 5%, pemerintah tidak bisa hanya bekerja sebagaimana biasanya (business as usual).
“Pemerintah tetap perlu efektif mendorong pemulihan konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah pada kuartal tiga dan empat,” ujar Faisal.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky mengatakan, pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan II dalam rentang 4,78%-4,82% atau sekitar 4,80%. Adapun hingga akhir tahun diperkirakan bertumbuh 4,75%.
Menyusutnya kapasitas pertumbuhan ekonomi dipicu oleh beberapa faktor. Berbagai faktor tersebut mencakup penurunan daya beli masyarakat, beralihnya fokus pemerintah dari pemerintahan sebelumnya ke pemerintahan saat ini, ketergantungan yang tinggi terhadap komoditas alam, rendahnya produktivitas, dan iklim usaha yang tidak bersahabat.
Lebih lanjut, terus berkembangnya tensi perang dagang akibat ancaman tarif oleh Presiden Trump berpotensi memperburuk perlambatan ekonomi dalam negeri saat ini
"Menimbang kondisi perekonomian Indonesia saat ini dan kemungkinan memburuknya tekanan perekonomian akibat disrupsi perdagangan global, ekonomi Indonesia berpotensi untuk tumbuh di bawah 5% di sisa tahun ini," ujar Riefky.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, PMI Indonesia pada Juli 2025 menunjukkan dunia usaha khususnya sektor manufaktur masih tertekan. Ketika belanja manager manufaktur menurun menunjukkan, produksi turun. Ini dipicu permintaannya yang juga tengah turun.
"Untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045 dengan pertumbuhan ekonomi 8% diperlukan lompatan besar reformasi struktural, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), deregulasi nyata, dan ekosistem usaha yang adil," ujarnya.