Pickleball, Olahraga Unik Lintas Profesi

Pickleball olahraga yang memadukan tenis, pingpong dan bulutangkis sedang ngetren di Indonesia, digemari para dosen di Universitas Indonesia.

Pickleball, Olahraga Unik Lintas Profesi
Olahraga Pickleball yang sedang naik daun di berbagai negara, termasuk Indonesia (Dian Amalia/SUAR)
Daftar Isi

Suara bola plastik berlubang terdengar memantul keras di lantai lapangan basket Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sore itu, sekitar 20 orang berkumpul. Ada mahasiswa, dosen, pensiunan, hingga profesional lintas bidang yang kebetulan sedang berkunjung.

Semua tampak antusias memegang paddle, sebutan untuk raket olahraga yang lagi naik daun ini. Mereka tertawa di sela-sela reli, kadang berhenti untuk berbincang atau bertukar gurauan.

Ini bukan pemandangan biasa. Tapi bagi Komunitas Pickleball UI, inilah keseharian sejak olahraga yang memadukan tenis, pingpong, dan bulutangkis ini diperkenalkan di kampus pada akhir 2022.

Dalam waktu singkat, komunitas yang dulu hanya beranggotakan empat orang kini tumbuh pesat jadi lebih dari 260 anggota aktif yang terhubung lewat WhatsApp.

“Awalnya cuma main buat sehat, lama-lama jadi tempat ketemu kolega, alumni, bahkan kenalan baru dari luar negeri,” kata Hamdi Muluk, Guru Besar Psikologi Politik UI yang menjadi penggagas utama pickleball di UI.
Professor Hamdi Muluk, Wakil Rektor III Bidang Riset dan Inovasi UI bermain pickleball di Lapangan Psikologi UI (Dian Amalia/SUAR)

Sekilas, pickleball memang mengingatkan kita pada tenis dengan tinggi net 86 cm atau lebih pendek sedikit dibandingkan dengan tenis. Sementara besar lapangan sama dengan bulutangkis yang berukuran 6,1 meter x 13,41 meter.

Raket permainan ini dinamakan paddle karena bentuknya mirip dayung perahu. Pegangannya pendek seperti raket pingpon. Tak ada senar di padlle pickleball, hanya bahan padat yang berasal dari kayu atau bahan komposit sehingga terasa ringan dan mudah digunakan.

Sementara bola pickleball sendiri terbuat dari plastik berbolong-bolong dengan jumlah 26 lubang. Ukuran bolanya lebih besar sedikit dari ukuran bola tenis, dan biasanya hadir dengan warna mencolok seperti kuning, orange, dan hijau.

Bahan plastik terebut, menurut Hamdi, bisa menghasilkan pantulan yang lebih rendah dan gerakan yang lebih lambat sehingga menjadian olahraga ini ideal bagi semua usia dan tingkat kebugaran, termasuk mereka yang baru memulai berolahraga.

Di Indonesia sendiri, pickleball memang baru mulai dikenal pada 2019. Namun belakangan, minatnya melonjak signifikan. Jumlah pemain kini diperkirakan menembus 5.000 orang, tersebar di 34 provinsi.

Tak hanya karena permainannya seru dan cepat dipelajari, tapi juga karena sifatnya yang inklusif dan ramah untuk semua usia.

“Kami punya anggota yang usianya 20-an sampai 60-an lebih. Bahkan sering juga main bareng ekspat yang kebetulan sedang ada di Depok,” tambah Hamdi.

Sejatinya, pickleball ditemukan pada tahun 1965 sebagai permainan halaman belakang anak-anak di Amerika Serikat, di Pulau Bainbridge di Negara Bagian Washington. Pada tahun 2022, pickleball dinobatkan sebagai olahraga resmi negara bagian Washington.

Networking Lintas Profesi

Bagi banyak profesional dan pekerja, pickleball punya keunikan karena selain menyehatkan, juga dinilai tidak terlalu melelahkan. Di selanya, bahkan seringkali menjadi ruang temu lintas profesi.

“Di sela-sela main, kita ngobrol kerjaan, tukar kontak, atau sekadar berbagi kabar. Rasanya lebih cair daripada meeting resmi,” kata Hamdi seraya menambahkan kalau tak jarang banyak yang bertemu relasi bisnis baru di lapangan.

Biaya pun relatif terjangkau. Satu set paddle buatan lokal bisa didapat seharga Rp 100.000 hingga Rp 200.000-an. Bola plastiknya awet hingga dua bulan lebih, sedangkan lapangan cukup dibuat di area basket, bulu tangkis, atau ruang terbuka yang permukaannya rata.

Salah satu penggemar pickleball adalah Eka Oktavia Sari. Staf program studi S3 di Fakultas Psikologi UI ini mengaku dulunya aktif bermain bulu tangkis. Namun, seiring dengan bertambahnya usia, ritme bulu tangkis yang cepat dan menuntut banyak lari terasa semakin berat.

“Sekarang udah nggak sanggup lari-lari kayak dulu,” katanya sambil tertawa kecil.

Pilihan pun jatuh ke pickleball, olahraga yang ia sebut 'easy and fun' meski tetap bikin berkeringat.

“Walau kelihatannya santai, tetap ada high impact-nya, tapi low effort. Jadi masih terasa capek yang sehat,” ujar Eka.

Baginya, daya tarik pickleball tak berhenti di fisik semata, melainkan mental dan pikiran.

"Fokusnya kan di kebersamaan, have fun bareng. Dari menteri olahraga juga ada di grup, kemarin pas turnamen ketemu atlet-atlet, bahkan atlet internasional. Bisa kenal banyak orang,” katanya.
Ibu rumah tangga sampai dosen bermain pickleball di lapangan psikologi UI (Dian Amalia/ SUAR)
“Dari atlet profesional sampai profesor ada di satu lapangan. Tapi justru di situ serunya. Buat networking juga bagus, dan yang keren, meskipun udah atlet nasional, mereka tetap mau ngajarin kita,” tambah Eka.

Pecah Rekor di Turnamen Nasional

Puncak antusiasme ini terlihat awal Februari 2025. Kala itu, Balairung UI yang biasanya dipakai wisuda atau acara kampus disulap jadi arena pickleball. Hasilnya mengejutkan, jumlah peserta menembus 600 orang, yang disebut Prof. Hamdi sebagai 'diam-diam pecah rekor nasional' untuk pickleball di Indonesia.

“Walaupun secara resmi kami bilang itu turnamen nasional, tapi menurut saya itu sudah mendekati level internasional. Kita mempertandingkan lebih dari 120 partai pertandingan,” kata Hamdi.

Turnamen ini tak hanya ramai secara kuantitas, tapi juga unik secara format. Ada kategori open yang tidak mematok batas usia, serta kategori usia seperti 35 tahun ke atas, 40 tahun ke atas, dan bahkan 50 tahun ke atas.

“Kita enggak bisa bandingkan sama golf yang hadiahnya bisa ratusan juta rupiah. Di pickleball, sponsor juga masih terbatas karena belum sepopuler olahraga lain,” kata Hamdi.

Meski begitu, 600 peserta di satu turnamen adalah bukti bahwa pickleball punya daya tarik besar, terutama bagi mereka yang mencari olahraga seru, relatif murah, dan ramah bagi segala usia.

Teroris Pickleball

Karena semangatnya menyebarkan olahraga ini, Hamdi bahkan mendapat julukan kelakar 'teroris pickleball' oleh sebagian rekan-rekannya karena ia selalu mengajak setiap orang yang ditemuinya untuk mencoba permainan ini. Julukan ini ia dapatkan sebab ia mengajar mata kuliah psikologi terorisme di UI.

Professor Hamdi Muluk dijuluki "Teroris Pickleball" oleh rekan-rekan dosennya.

Tak hanya “meneror” mahasiswa dan rekan sesama dosennya, antusiasme Hamdi sampai ke telinga Prof. DR. Dr. Budi Wiweko, SpOG(K), MPH, Int. Aff. RANZCOG, Ketua Senat Akademik periode 2024–2029.

Pekan terakhir bulan Juni 2024 itu, Budi Wiweko atau yang akrab dipanggil Prof. Iko, turut hadir bermain pickleball di lapangan basket Psikologi lebih dari setengah jam tanpa henti. Seakan olahraga ini berhasil memikat hatinya pada temu pertama.

“Ini salah satu cabang olahraga baru yang tidak sulit dimainkan, dan sangat menyenangkan,” ujar Budi Wiweko memberikan kesannya.

Budi Wiweko juga rutin datang ke lapangan Fakultas Psikologi setiap minggunya. Sebenarnya tidak ada jadwal rutin, namun anggota-anggota komunitas pickleball UI umumnya berlatih seminggu tiga kali, yaitu pada Rabu pagi, Jumat pagi, dan Sabtu sore.

Cukup membawa pakaian dan sepatu olahraga sendiri. Bagi yang belum punya peralatan, disediakan paddle (pemukul bola) dan bola. Semuanya tersedia gratis.

“Aktivitas olahraganya baik, aerobiknya bagus, tidak terlalu memakan energi, dan tidak berbahaya bagi orang tua. Di Indonesia juga sudah ada federasinya dan cabor ini juga akan ikut serta dalam ekshibisi PON 2024. UI tentu ingin berpartisipasi dalam memasyarakatkan olahraga ini,” lanjutnya.

Cak Susilo, Sekjen Federasi Pickleball Indonesia, menegaskan karakter 'easy and fun' ini sebagai keunggulan utama pickleball.

“Saya ajari orang main satu menit, pasti langsung bisa rally. Itu bikin senang, bikin nagih,” katanya.

Hal serupa juga dikatakan Agus Priadi, Koordinator Lapangan Komunitas Pickleball UI. Meski sekilas mirip tenis atau bulu tangkis, pickleball punya aturan unik yang justru jadi daya tariknya.

“Lapangannya cuma satu line, cara servisnya juga beda: harus underhand, nggak boleh kayak tenis atau bulutangkis,” jelas Agus Priadi, Koordinator Lapangan Komunitas Pickleball UI.

Soal skor pun menarik. “Penghitungannya mirip bulutangkis, tapi nggak langsung rally point; ada sistem servis pemain pertama dan kedua sebelum pindah poin ke lawan,” tambahnya.

Aturan sederhana inilah yang membuat pickleball cepat dipelajari pemula, tetap seru, tapi tak terlalu melelahkan.

Agus Priadi, Koordinator Lapangan Komunitas Pickleball UI menjelaskan penggunaan paddle (Dian Amalia/ SUAR)

Beda Pickleball dengan Tenis atau Padel

Menurut Hamdi Muluk, berikut merupakan keunggulan Pickleball dibandingkan dengan dengan Padel atau Tenis:

  • Lebih dekat dengan masyarakat luas, bukan hanya tren semata
  • Berbeda dengan padel yang mahal dari sisi biaya, pickleball dinilai lebih inklusif, pola permainan yang low impact sehingga mudah diterima secara luas.
  • Pickleball punya fleksibilitas yang sulit disaingi padel. Lapangan lebih sederhana, bisa dibuat di mana saja seperti aula kampus, halaman rumah, atau lapangan RT, tanpa perlu menggunakan kaca tebal.
  • Segmentasi penggemar pickleball paling besar adalah usia di atas 40 tahun
  • Peralatan murah. Satu bola karet pickleball harganya Rp 25 ribu. Sementara paddle, sebutan untuk raket bisa diproduksi sendiri.

Satu hal yang masih kurang, kata Hamdi, adalah figur publik yang jadi 'wajah' pickleball.

“Kalau ada satu ‘Raffi Ahmad’ main pickleball, pasti langsung booming,” seloroh Hamdi sambil tertawa.

Meski begitu, pickleball tumbuh bukan karena sensasi sesaat, tapi karena alasan yang lebih substansial yaitu menghubungkan lintas generasi, profesi, dan latar belakang dalam suasana santai yang tak dibuat-buat.

Dia tak hanya mempertemukan paddle dengan bola, tapi juga mempertemukan manusia, dari pebisnis, pensiunan, profesional, mahasiswa, sampai ekspatriat, dalam satu lapangan kecil yang terasa akrab, setara, dan penuh canda.

“Bukan soal menang atau kalah. Tapi soal relasi, persaudaraan, dan kesehatan,” ujar Hamdi.