Peran Vital Industri Pembiayaan dan LKM dalam Mendorong Ekonomi Rakyat

Kendati kapasitas dan ukurannya kecil, lembaga keuangan mikro juga berperan untuk mendorong perekonomian yang inklusif.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan National Forum of Financing Services and Microfinance 2025 (NFSM 2025) di Jakarta, (12/8/2025). Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan peran sektor pembiayaan dan lembaga keuangan mikro (LKM) dalam mendukung program pemerintah serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya( PVML) Agusman menjelaskan bahwa melalui kegiatan unggulan (flagship) yang pertama ini, OJK berupaya memperluas akses pembiayaan, terutama bagi sektor produktif dan UMKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.

“Upaya ini diharapkan mampu memberikan kemudahan berusaha, memperluas akses pembiayaan, serta memperkokoh peran sektor PVML dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Agusman.

Para pemimpin asosiasi industri juga turut memaparkan kontribusi signifikan dari masing-masing sektor. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiranto, menegaskan bahwa industri pembiayaan, atau yang lebih dikenal dengan leasing, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap sektor UMKM. 

Ia menjelaskan pada awalnya industri ini fokus pada sektor produktif seperti penyewaan mesin dan alat berat, seiring waktu terjadi pergeseran besar ke pembiayaan konsumtif. Namun, ia mengungkapkan bahwa saat ini, industri pembiayaan kembali menyadari pentingnya sektor produktif.

“Akhirnya dari 2000 sampai dengan 2015, terjadi pergeseran portofolio [APPI], di mana portofolio yang konsumtif untuk pembelian kendaraan, motor dan mobil pada waktu itu memang kita masih tumbuh, kita tumbuh 25%–35% di sektor konsumtif. Produktifnya masih ada, tapi perlahan terlewati posisinya.” katanya dalam acara National Forum of Financing Services and Microfinance 2025, Jakarta, (12/8/2025)

Ia menambahkan bahwa per Mei 2025, total pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM telah mencapai Rp 170 triliun, atau 35% dari total portofolio industri. Angka ini jauh melampaui target yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 10%.

Suwandi juga menyoroti bagaimana industri pembiayaan saat ini memanfaatkan jaminan konsumtif, seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), untuk modal kerja UMKM. Ini menunjukkan kreativitas industri dalam mendukung pelaku usaha kecil. Selain itu, APPI juga memperluas kerjasama dengan berbagai asosiasi pengusaha, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), untuk menjangkau lebih banyak UMKM.

Industri modal ventura juga turut berperan, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro, menjelaskan bahwa modal ventura memiliki keunikan karena bisa memberikan penyertaan ekuitas.

"Yang mungkin membedakan kita (modal ventura) dengan yang lain adalah mungkin kita satu-satunya yang bisa melakukan penyertaan ekuitas. Namanya juga modal ventura, ventura itu artinya kalau kita suka dengan sebuah pasangan usaha (investee company), kita tidak kasih kredit saja, tapi kita beli sahamnya,” katanya dalam acara National Forum of Financing Services and Microfinance 2025, Jakarta, (12/8/2025).

Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro,(Sumber:https://amvesindo.org/).

Eddi Danusaputro mengungkapkan data per April 2025 menunjukkan bahwa total pendanaan modal ventura masih tumbuh, dengan pendanaan UMKM menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan startup. Ia mengakui adanya tantangan di sektor startup, namun ia optimistis bahwa industri ini akan terus berkembang dengan dukungan program-program yang mendukung ekonomi kreatif dan pengembangan talenta.

Di samping itu, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, memaparkan bahwa pinjaman daring (pindar) berupaya menjangkau masyarakat yang belum terlayani oleh lembaga keuangan konvensional (unbanked dan underserved). "Kita punya market adalah unbanked dan underserved," katanya dalam acara yang sama.

Menurutnya, Pindar dapat memberikan akses pinjaman digital tanpa batas, bahkan menjangkau daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ia mencontohkan, AFPI telah mengadakan Fintech Landing Days di Sorong, Papua, dengan slogan "Pindar sampai ke ujung timur".

Berdasarkan data AFPI saat ini, 80% peminjam masih berada di Pulau Jawa. Meskipun begitu, AFPI terus berupaya meningkatkan jangkauan ke luar Jawa. Ia menambahkan, industri pindar juga menyasar sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Lebih lanjut, Entjik mengungkapkan bahwa riset AFPI menemukan potensi pasar ultra mikro yang sangat besar, yakni pedagang-pedagang kecil yang hanya membutuhkan pinjaman Rp 2 juta hingga Rp 6 juta per bulan. Potensi pasar ini diperkirakan mencapai Rp 30 triliun setiap bulannya.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar,(Sumber:Dok.Pribadi).

Industri gadai juga memainkan peran vital, terutama bagi UMKM yang membutuhkan pembiayaan cepat dan mudah. Menurut Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Gadai Indonesia (PPGI), Damar Latri Setiawan, potensi pasar UMKM untuk industri gadai sangat besar. Ia mengutip survei Mckinsey tahun 2021 yang menyebutkan bahwa dari 57 juta UMKM, 45 juta di antaranya masih membutuhkan tambahan modal.

“Industri gadai bisa menjadi solusi cepat bagi UMKM untuk mendapatkan pembiayaan, baik untuk modal kerja tambahan saat ekonomi tumbuh maupun untuk bertahan di masa-masa sulit,” katanya dalam acara National Forum of Financing Services and Microfinance 2025, Jakarta (12/8/2025)

Ia juga memperhatikan peran industri gadai yang semakin strategis sebagai bank emas. Menurutnya, tren menabung emas di kalangan anak muda semakin meningkat, menciptakan peluang pasar yang besar.

"Tabungan emas kami sudah 3,9 juta nasabah," ungkap Damar. 

Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Gadai Indonesia (PPGI), Damar Latri Setiawan, (Sumber:Dok.Pribadi)

Ia menambahkan, layanan tabungan emas ini memungkinkan masyarakat untuk menabung dengan mudah, bahkan dengan modal minimal Rp 15.000, atau dengan menitipkan emas yang mereka miliki.

Selain itu, industri gadai juga dapat menjadi sumber modal kerja berupa emas bagi para perajin dan pabrik emas. "Datang ke bank emas untuk meminjam emas, untuk bisa sebagai modal kerja dalam emas," jelasnya. Ini menunjukkan bahwa layanan gadai tidak hanya menyediakan pinjaman tunai, tetapi juga berperan dalam rantai pasok industri emas.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Keuangan Mikro (Aslindo), Burhan, turut menjelaskan bahwa lembaga keuangan mikro (LKM) dan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) memiliki peran sentral dalam menjawab kebutuhan finansial masyarakat desa, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke layanan perbankan konvensional (unbankable).

“Kalau kita bicara masalah lembaga keuangan mikro (LKM), kita bicara masalah masyarakat non-bankable, masyarakat desa, nelayan, pedagang sayur, pencari kayu bakar di hutan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masyarakat berpenghasilan rendah,” jelasnya dalam acara yang sama, Jakarta, (12/8/2025).

Burhan menjelaskan bahwa sebagian besar nasabah LKM dan LKMS, sekitar 70%, adalah masyarakat non-bankable dan umumnya tidak memiliki agunan. Ia menambahkan bahwa hal ini dikarenakan agunan seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) mereka seringkali sudah digunakan untuk pinjaman lain. Oleh karena itu, LKM dan LKMS hadir dengan pinjaman tanpa agunan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah seperti petani, nelayan, pedagang sayur, dan pencari kayu bakar.

Selain menyalurkan pembiayaan, LKM dan LKMS juga mengelola simpanan. Ia mencontohkan bahwa LKM menerima simpanan dengan nilai yang sangat kecil, bahkan mulai dari Rp 5.000 per minggu. Pembiayaan yang diberikan pun bisa dimulai dari Rp 100.000 per minggu dengan angsuran yang terjangkau, yaitu Rp10.000 per minggu. Menurutnya, Sistem ini terbukti berjalan lancar dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

"Salah satu contoh di tempat kita (Aslinddo), 239 desa satu kabupaten, kami sudah mengakses 40 desa. Aset kita dulu sebelum bertransformasi menjadi lembaga keuangan mikro (LKM) baru sekitar 4-5 miliar. Pada 2018 awal kita mulai LKM, di 2024 aset kita sudah 50 miliar," ungkapnya mencontohkan petumbuhan LKM sebagai modeel yang berhasil.

Menurutnya, aset yang naik signifikan ini merupakan bukti keberhasilan model LKM, yang saat ini telah menjangkau 40 desa dari 239 desa di satu kabupaten. LKM juga memiliki kantor di setiap desa untuk melayani simpanan dan kredit.

Aslindo mencatat bahwa saat ini ada 240 LKM di seluruh Indonesia, dengan 118 di antaranya berada di Jawa Tengah. LKM-LKM ini melayani berbagai sektor, mulai dari petani singkong hingga industri keripik singkong.

Burhan menyebutkan bahwa LKM tidak hanya melayani di tingkat desa, tetapi juga di tingkat kecamatan dan kabupaten. Bahkan, ada LKMS yang berada di lingkungan pondok pesantren.

Baca selengkapnya