Bagi pengusaha, kepastian hukum menjadi hal yang sangat penting demi memastikan agar bisnis terus berjalan dan bertahan di tengah ketidakstabilan perekonomian global.
Tanpa itu, hitung-hitungan bisnis sulit dilakukan, investasi enggan mengalir, dan peluang ekspor yang sudah dirintis pun bisa kandas di tengah jalan.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar mengatakan, kepastian hukum bukan hanya yang tertulis di atas kertas melainkan seperti kitab suci yang perintahnya selalu diikuti.
Ia menjelaskan, ada dua bentuk kepastian yang menjadi sandaran bagi setiap pengusaha yaitu kepastian regulasi dan kepastian keamanan.
"Mulai dari aturan yang sering tumpang tindih antara kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun di daerah, hingga perubahan kebijakan yang datang tiba-tiba dan kurang konsisten. Itu seringkali jadi susah dihitung dalam perencanaan bisnis,” kata Sanny ditemui usai konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/07/2025).
Selain itu, masalah seperti biaya perizinan yang tidak transparan atau implementasi aturan yang berbeda di lapangan kerap membuat pengusaha bingung.
“Kadang-kadang implementasinya juga bisa berubah di tengah jalan,” lanjut Sanny.
Padahal, ujar dia, bagi pengusaha, hitung-hitungan investasi bergantung pada prediksi biaya dan potensi pendapatan.
Jika biaya untuk mengantisipasi perubahan regulasi dan gangguan keamanan tidak bisa diprediksi, rencana investasi pun jadi terhambat. “Itu yang akhirnya menjadi beban bagi pelaku usaha,” katanya.
Sejumlah kasus hukum yang mencuat belakangan ini mulai menarik perhatian kalangan pelaku usaha. Salah satunya adalah penetapan tersangka terhadap Tom Lembong, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015–2016.
Ia dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara atas dugaan pelanggaran aturan impor gula. Tom dinilai telah mengeluarkan izin impor di saat stok gula nasional tengah surplus, sehingga kebijakan tersebut dianggap tidak diperlukan dan merugikan negara.
Padahal, regulasi yang mengatur tata niaga gula sendiri telah mengalami beberapa perubahan, termasuk revisi atas Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004 yang kemudian digantikan oleh Permendag Nomor 117 Tahun 2015, dan terakhir diperbarui melalui Permendag Nomor 14 Tahun 2020.
Merasa aman
Sanny melanjutkan faktor terpenting lainnya dalam berusaha adalah kepastian dari sisi keamanan. Sanny menekankan, gangguan bisa muncul dari banyak pihak dan dalam berbagai bentuk, termasuk faktor politik.
“Politik itu memang semuanya bisa dipolitisir, ya,” ujarnya.
Walau tidak selalu berkaitan langsung dengan stabilitas pemerintahan, berbagai tekanan atau gangguan di lapangan membuat biaya keamanan sulit dihitung. Konsekuensinya, pengusaha jadi sulit memastikan proyeksi pendapatan dan biaya, dua komponen krusial sebelum memutuskan investasi.
“Yang pertama, ya, memberikan jaminan kepastian dari sisi kebijakan dan regulasi dan kepastian dari sisi masalah keamanan,” kata Sanny.
Ia mengingatkan pentingnya peran aparat untuk menjaga keamanan, serta harapan agar kebijakan yang dibuat benar-benar konsisten dan implementasinya selaras antara pusat dan daerah.
Langkah-langkah konkret seperti penyederhanaan perizinan dan kepastian pelaksanaan regulasi seperti pembaruan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) setelah kesepakatan tarif resiprokal dengan AS, diharapkan segera diumumkan, demi memberikan rasa aman bagi investor.
"Di tengah dinamika global dan tekanan domestik, reformasi kebijakan yang konsisten, regulasi yang jelas, dan keamanan yang terjaga bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan yang mendesak," kata dia.
Pembenahan dalam negeri
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menambahkan bahwa keberhasilan diplomasi luar negeri, seperti upaya mendapatkan tarif ekspor lebih rendah ke Amerika, harus diimbangi oleh pembenahan di dalam negeri.
Menurutnya, daya saing ekspor dan investasi tak cukup hanya mengandalkan insentif tarif.
“Tapi juga harus dilakukan dengan kepastian hukum, efisiensi logistik, mineral energy, labor cost, serta regulasi yang ramah industri,” ujar Shinta.
Tanpa kepastian hukum yang kuat, peluang ekspor dan investasi yang sudah dirintis bisa saja terhambat di tahap implementasi.
“Informasi struktural, khususnya design cloud pada hari ini adalah syarat utama untuk kita bisa membuat fondasi ekonomi nasional,” katanya.
Fondasi yang kuat inilah yang diyakini dapat membantu dunia usaha tetap bertahan dan tumbuh, meski tekanan global dan domestik tak kunjung reda.
Pemerintah pun menyadari pentingnya peran regulasi yang kredibel. Menteri Keuangan Sri Mulyani, melalui konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), menegaskan bahwa pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan berkomitmen menyelesaikan peraturan pelaksanaan yang menjadi amanat undang-undang P2SK.
“Kami akan terus berkonsultasi dengan berbagai pihak termasuk industri dan juga masyarakat, sehingga proses maupun peraturan pelaksanaan dapat dirancang secara kredibel,” ujar Sri Mulyani saat menyimpulkan penyampaian KSSK dalam konferensi persnya (28/07).
Sri Mulyani juga memaparkan bahwa pemerintah tidak hanya mengandalkan kebijakan fiskal semata. Dari mulai insentif untuk sektor energi terbarukan, program perumahan rakyat, hingga kerja sama lintas kementerian, semuanya dirancang agar sektor riil tetap bergerak.
Koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan regulasi ini diharapkan menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mendorong penciptaan lapangan kerja.
Angka-angka terbaru juga menunjukkan sinyal waspada. PMI manufaktur Indonesia masih berada di bawah 50, menunjukkan kontraksi sektor manufaktur.
“Kami berharap tema mengenai pertumbuhan ekonomi didorong melalui dukungan fiskal, moneter, OJK, dan melalui regulasi,” kata Sri Mulyani.
Harapannya, kebijakan yang terkoordinasi dan responsif dapat menciptakan rasa percaya diri bagi pelaku usaha.
Di lapangan, tantangan yang dihadapi dunia usaha semakin nyata. Data IMD Competitiveness Ranking menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah: peringkat institutional framework di posisi 51 (turun 26 peringkat), business legislation di posisi 49 (turun 7), dan societal framework di posisi 47 (turun 8).
Direktur Eksekutif Center of Economics Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, ada tiga persoalan soal perizinan.
"Perizinan yang terlalu banyak jendela dan biaya birokrasi mahal, proses kepailitan yang lama, pengurusan dokumen ekspor-impor yang cukup rumit. Tiga hal itu yang mendesak direformasi,” ujar Direktur Eksekutif Center of Economics Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Semua langkah ini, menurutnya, penting untuk menurunkan risiko dan biaya tak terduga yang dihadapi pelaku usaha. Tanpa reformasi ini, upaya menarik investasi baru akan sulit berhasil.