Peluang Industri Keuangan pada Pembiayaan Hijau dan Bursa Karbon

Peran strategis lembaga keuangan domestik dan asing sebagai penggerak dalam memobilisasi modal untuk investasi hijau melalui perdagangan karbon.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran menjalankan bisnis berkelanjutan dan menjaga lingkungan hidup, meningkat pula kegiatan dunia usaha pada ekonomi hijau. Di sinilah letak industri keuangan juga bisa berperan menyalurkan pembiayaan ekonomi hijau dan bursa karbon.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyoroti peran strategis lembaga keuangan domestik dan asing sebagai penggerak dalam memobilisasi modal untuk investasi hijau melalui perdagangan karbon.

"Sektor jasa keuangan memiliki peran strategis sebagai enabler dalam memobilisasi modal untuk investasi hijau melalui perdagangan karbon,"kata Josua kepada Suar di Jakarta, (16/7/2025)

Berdasarkan praktik global dari bank-bank besar, Josua menjelaskan bahwa lembaga keuangan dapat berperan dalam berbagai kapasitas. Ini termasuk memberikan kredit untuk pengembangan proyek karbon, pembiayaan berbasis hasil (result-based finance), serta menyalurkan investasi hijau melalui produk-produk keuangan inovatif.

Ia juga menambahkan bahwa di tingkat global, beberapa bank terkemuka telah menciptakan platform transaksi unit karbon seperti Carbonplace, yang memfasilitasi transaksi unit karbon secara aman, efisien, dan transparan, serta menyediakan likuiditas dan transparansi harga dalam voluntary carbon market.

Namun, Josua Pardede juga mengidentifikasi sejumlah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menarik partisipasi lembaga keuangan domestik dan asing di pasar karbon Indonesia.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede (Sumber: Linkedin Pribadi)

"Perlunya standardisasi dan valuasi unit karbon yang jelas untuk mengurangi volatilitas pasar, penguatan sistem perdagangan karbon secara berkala untuk menjamin transparansi, kepastian regulasi dan hukum, serta harmonisasi regulasi nasional dan internasional."

Selain itu, Josua menekankan bahwa lembaga keuangan sendiri harus meningkatkan kapasitasnya dalam analisis risiko terkait aset karbon serta menciptakan produk derivatif karbon untuk memperluas minat investor.

Bursa karbon

Perdagangan karbon di Indonesia menunjukkan perkembangan signifikan, menandakan kemajuan dalam pembiayaan ekonomi hijau nasional. Bursa Karbon (IDXCarbon), sebagai salah satu instrumen utama, tidak hanya mencatatkan pertumbuhan transaksi yang mengesankan, tetapi juga telah memperoleh pengakuan di tingkat internasional. 

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia dalam, Iman Rahman, memaparkan data terkini yang memperkuat optimisme ini.

"Hingga 11 Juli 2025, IDX Karbon telah mencatatkan hampir 1,6 juta ton setara CO2 yang diperdagangkan, dengan nilai transaksi sebesar Rp77,95 miliar," katanya dalam acara Peluncuran Buku Mengenal dan Memahami Perdagangan Karbon bagi Sektor Jasa Keuangan di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, (15/7/2025).

Lebih lanjut ia menerangkan, angka ini menunjukkan peningkatan aktivitas yang substansial dalam kurun waktu kurang dari dua tahun sejak perdagangan perdana pada 26 September 2023. Peningkatan jumlah pengguna jasa dari 16 menjadi 113, serta lonjakan aktivitas retirement karbon dari 6.260 ton pada tahun 2023 menjadi 980.475 ton.

Iman Rahman juga menyoroti peran penting sektor jasa keuangan dalam dinamika pasar ini. "Sejak perdagangan perdana IDX Karbon pada tanggal 26 September 2023 lalu, 6 dari 15 pembeli perdana berasal dari sektor jasa keuangan," ungkapnya. 

Hal ini menunjukkan keterlibatan langsung institusi finansial dalam memobilisasi dana untuk proyek-proyek mitigasi karbon. Pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan integrasi sistem dengan Sistem Registrasi Nasional (SRN) menjadi fondasi utama dalam memperkuat integritas dan reliabilitas pasar karbon. Rahman menekankan, "Pengawasan OJK dan integrasi dengan SRN merupakan faktor fundamental yang memperkuat integritas dan reliabilitas pasar karbon kita di mata internasional.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia juga menyatakan, pengakuan dunia terhadap usaha Indonesia dalam perdagangan karbon semakin terlihat jelas. Ia menyebutkan, pada 20 Januari 2025, Indonesia berhasil melakukan transaksi perdana unit karbon ke pasar internasional, setelah mendapatkan otorisasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selanjutnya, pada 8 Mei 2025, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan Gold Standard Foundation (GSF), lembaga registrasi karbon internasional di Jenewa, Swiss.

Berikut beberapa capaian pasar karbon Indonesia

  1. Berdasarkan data per tanggal 14 Juli 2025, perkembangan perdagangan karbon di Indonesia menunjukkan tren positif, yang ditunjukkan antara lain:

  2. Total volume transaksi yang diperdagangkan sejumlah 1.599,336 (satu juta lima ratus sembilan puluh sembilan ribu tiga ratus tiga puluh enam) ton Ekuivalen Karbon Dioksida (CO2e) senilai Rp78 miliar.

  3. Harga per unit karbon adalah sebesar Rp58.800,00 (lima puluh delapan ribu delapan ratus rupiah) atau setara $3,6 (tiga koma enam dollar) untuk unit karbon IDTBS dan sebesar Rp61.000,00 (enam puluh satu ribu rupiah) atau setara $3,7 (tiga koma tujuh dollar) untuk unit karbon IDTBS-RE.

  4. Proyek yang didaftarkan sebanyak 8 proyek, terdiri dari PT Pertamina Power Indonesia sebanyak 1 proyek, PT Perkebunan Nusantara IV sebanyak 1 proyek, dan sisanya dari PT PLN Nusantara Power, serta PT PLN Indonesia Power yang tergabung dalam PLN Grup. Proyek yang ada merupakan kategori technology based solution (IDTBS) dan berasal dari sektor energi.

  5. Jumlah retirement yang diajukan sebanyak 980.475 (sembilan ratus delapan puluh ribu empat ratus tujuh puluh lima) ton CO2e.

  6. Jumlah pengguna jasa meningkat dari 16 pengguna jasa menjadi 113 pengguna jasa.

Peluang bagi perusahaan

Dalam talk show di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, (15/7/2025). Bondan Susilo, Head of Environment Department, PT Astra International Tbk, menekankan pentingnya bursa karbon dalam mencapai target penurunan emisi baik di tingkat perusahaan maupun dalam NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia.

Keikutsertaan aktif di bursa karbon, menurut Bondan, tidak hanya membantu perusahaan mencapai target emisi, tetapi juga memberikan manfaat ganda (multiple manfaat) bagi ekosistem energi terbarukan nasional. "Kalau kita ikut meramaikan misalnya kita membeli atau menjual di situ, itu akan meningkatkan ekosistem renewable-nya juga," katanya.

Pasar karbon di Indonesia memiliki potensi besar untuk tidak hanya didominasi oleh proyek berbasis teknologi, melainkan juga oleh proyek berbasis alam (nature-based solutions) menuru Head of Environment Department Astra tersebut. 

Lebih lanjut, Ia sangat menganjurkan pengembangan inisiatif ini, melihatnya sebagai kunci untuk menciptakan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang berlipat ganda, dan sangat diminati pasar internasional.

Bondan menyoroti proyek-proyek yang diinisiasi Astra, seperti perlindungan hutan dan social forestry, sebagai contoh nyata bagaimana solusi berbasis alam dapat memberikan manfaat komprehensif.

"Projeknya itu dari sisi sosialnya dapat, lingkungannya dapat, ekonomi juga dapat," jelas Bondan, merujuk pada model social forestry yang melibatkan petani. Dalam skema ini, petani tidak hanya mendapatkan hasil panen buah, tetapi juga mengintegrasikannya dengan penanaman pohon kehutanan yang berfungsi sebagai penyerap CO2.