Outlook Ekonomi Digital 2026: Kawal Inovasi dengan Kepastian Regulasi

Namun, merefleksikan pengalaman 2025, inovasi dan potensi pasar tidak serta-merta menghasilkan kontribusi nyata tanpa kepastian regulasi yang adaptif serta mampu menyediakan ruang aman bagi para inovator untuk melangkah dan berkembang.

Outlook Ekonomi Digital 2026: Kawal Inovasi dengan Kepastian Regulasi
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Anggito Abimanyu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, dan perwakilan Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia menabuh gendang dalam pembukaan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia x Indonesia Fintech Summit & Expo (FEKDI x IFSE) 2025 di Jakarta, Kamis (30/10/2025). Foto: ANTARA Foto.
Daftar Isi

Akselerasi pertumbuhan ekonomi digital sepanjang tahun 2025 menjadi bukti Indonesia memiliki peluang dan potensi yang besar dalam ekosistem ekonomi digital. Apalagi berbagai pemangku kepentingan tampak berkomitmen Indonesia memaksimalkan potensi yang semakin terbuka dari segi inovasi produk dan jasa maupun infrastruktur pendukung di tahun 2026.

Namun, merefleksikan pengalaman 2025, inovasi dan potensi pasar tidak serta-merta menghasilkan kontribusi nyata tanpa kepastian regulasi yang adaptif serta mampu menyediakan ruang aman bagi para inovator untuk melangkah dan berkembang.

Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menyatakan, sepanjang 2025, kinerja e-commerce dalam arti luas, mulai dari transaksi lokapasar, online travel agents, hingga fintech cukup solid, meski tidak terlalu eksplosif seperti masa pandemi. Budi menilai, situasi ini adalah fase akhir normalisasi e-commerce menyongsong pertumbuhan yang positif dan berkualitas tahun depan.

"Industri semakin fokus pada profitabilitas, efisiensi operasional, dan penguatan ekosistem UMKM serta brand lokal. Milestone yang paling terasa adalah pematangan pembayaran digital, pulihnya sektor perjalanan, dan layanan logistik yang makin menjangkau kota-kota lapis kedua dan ketiga," cetus Budi kepada SUAR, Jumat (12/12/2025).

Salah satu tantangan e-commerce tahun depan adalah menjaga kepercayaan konsumen di tengah daya beli yang menantang. Strategi peningkatan transparansi biaya, perbaikan layanan purna jual, pengelolaan data yang bertanggung jawab, hingga menghadirkan pengalaman belanja yang relevan, termasuk pemanfaatan AI dalam rekomendasi, customer service, dan fraud detection, menjadi kiat-kiat e-commerce tetap bersaing sehat di tengah pasar yang bertumbuh.

Selain penyempurnaan tata kelola dan layanan pelanggan, Budi mengharapkan kepastian, konsistensi, dan koordinasi regulasi antara Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian UMKM disertai dengan komunikasi dua arah intensif antara industri dan regulator untuk saling update, menyamakan persepsi, dan memahami dinamika lapangan.

"Prinsip kami sederhana: regulasi yang baik adalah regulasi yang bisa diimplementasikan, bukan hanya bagus di atas kertas. Dengan dialog sejak awal, kebijakan akan lebih realistis, tidak tumpang tindih, dan memperkuat ekonomi digital secara inklusif," tegasnya.

Berbagi pandangan dengan Budi, Chief Executive Officer Bareksa Karaniya Dharmasaputra menjelaskan, dari segi potensi pasar, Asia Tenggara sejatinya telah mengalahkan Tiongkok dan India sejak awal 2020. Dengan ukuran pasar terbesar, Indonesia dapat menjadi pemain kunci. Namun, Karaniya mengingatkan, besaran tersebut masih berupa potensi yang diukur dari tingkat pertumbuhan pasar dan proyeksi, bukan besaran konkret yang dapat diidentifikasi.

"Saya kira Indonesia masih harus mengatasi beberapa tantangan besar. Salah satunya kita belum lepas dari tech winter. Banyak sekali perusahaan teknologi mengalami masalah tata kelola, bahkan yang memiliki skala besar. Mereka bukan lagi unicorn, tetapi malah decacorn, sehingga ketika terkena masalah, semua kaget," ucap Karaniya saat dihubungi SUAR, Rabu (8/10/2025).

Berangkat dari kondisi tersebut, Karaniya menilai langkah perubahan orientasi perusahaan teknologi yang mengubah tata kelola dari top line menjadi bottom line akan membantu penguatan fondasi sebelum mencapai target profitabilitas. Di sini, peran pemerintah sangat dibutuhkan, terutama untuk perusahaan teknologi yang bergerak di bidang highly regulated seperti fintech.

"BI dan OJK dari tahun ke tahun selalu mendorong penguatan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas, sehingga perusahaan-perusahaan fintech sekarang memasuki era lebih dewasa. Saya kira ini diperlukan, tetapi parameter tata kelola itu juga harus selalu menyesuaikan dengan teknologi terkini," jelasnya.

Baca juga:

Ekonomi Digital Adalah Ekonomi Masa Depan
Fokus pada industri masa depan merupakan kunci yang terbukti membawa Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan menjadi negara maju pada awal 1990-an. Ekonomi digital adalah ekonomi masa depan.

Meski peran regulator menertibkan tata kelola perusahaan penggerak ekonomi digital diperlukan, Karaniya juga mengharapkan pemerintah memahami karakteristik perusahaan yang sangat membutuhkan investasi dari dalam dan luar negeri untuk terus bertumbuh. Karena itu, penegakan hukum perlu memperhatikan rasa aman bagi para investor yang sangat berkepentingan dengan integritas tech companies.

"Jangan sampai investor tech companies bodong yang menjadi korban tindak kejahatan ekonomi ini justru diposisikan sebagai pelaku, kecuali kalau benar-benar ada bukti mereka terlibat penggelapan. Penegakan hukum ini akan menentukan apakah Indonesia bisa tetap menarik sebagai pusat investasi ekonomi digital karena potensinya yang besar tadi," imbuhnya.

QRIS semakin berkibar

Selain dukungan regulasi yang mengawal inovasi para pelaku pasar digital, pemerintah memperkuat infrastruktur digital dan perluasan akseptasi pembayaran nontunai melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).

Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta menyatakan, akselerasi ini sejalan dengan visi integral Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025-2030 yang telah ditetapkan Bank Indonesia.

"Selama bulan November 2025, transaksi digital mencakup mobile banking, internet banking, dan QRIS tumbuh 40% dengan volume 4,6 miliar transaksi. Semakin luasnya adopsi QRIS menunjukkan digitalisasi sistem pembayaran sudah menjadi fondasi utama aktivitas ekonomi konsumsi, transportasi, dan layanan publik," jelas Filianingsih dalam sesi tanya jawab Konferensi Pers RDG BI bulan Desember, Rabu (17/10/2025).

Dengan pertumbuhan mencapai 59 juta pengguna dan 42 juta merchant dengan 90% di antaranya UMKM, transaksi QRIS mencapai volume 13,66 miliar transaksi yang melampaui target. Perluasan use case QRIS Tap In/Tap Out pada moda transportasi, inovasi keamanan, dan kepercayaan publik menjadi dasar pemerintah memproyeksikan transaksi digital tahun ini tumbuh 29,7% year on year.

"Pada tahun 2026, kami mendorong perluasan QRIS dengan tema kemerdekaan: 17 miliar transaksi, cross border ke 8 negara, 45 juta merchant, dan 60 juta pengguna. Sejak diluncurkan, QRIS Tap In/Tap Out mencatat 508.000 transaksi di 14 provinsi, tumbuh 1200% month-to-month. Ke depan, kami bekerja sama dengan Apple agar iOS bisa membuka NFC sehingga QRIS Tap dapat digunakan selain Android," tegasnya.

Baca juga:

QRIS Tap In & Out Bisa Digunakan di Lima Moda Transportasi Jabodetabek
Bank Indonesia pada Kamis (30/10/2025) resmi meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Tap In & Out untuk lima moda transportasi di wilayah Jabodetabek mulai dari KRL Commuter Line, Transjakarta, LRT Jakarta, LRT Jabodebek dan MRT.

Melengkapi penjelasan Filianingsih, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menegaskan, BI berkomitmen penuh untuk mendorong perluasan transaksi pembayaran nontunai, khususnya di daerah dengan segi demografis dan infrastruktur yang mendukung.

"BI mendorong penggunaan pembayaran nontunai karena cepat, mudah, murah, aman, dan andal. Pemanfaatan pembayaran nontunai dapat menghindarkan masyarakat dari risiko uang palsu. Namun demikian, sistem pembayaran tunai atau nontunai digunakan sesuai kesepakatan dan kenyamanan pihak-pihak yang bertransaksi," ujar Denny melalui keterangan tertulis, Selasa (23/12/2025).

Deteksi dini

Menjaga integritas pasar sinonim dengan menjaga kepercayaan publik terhadap ekonomi digital. Karena itu, Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Rudiantara menegaskan, skala industri fintech yang sangat signifikan dan terintegrasi dengan sistem keuangan nasional menuntut fokus pelaku lebih dari sekadar pertumbuhan dan inovasi, melainkan juga tata kelola dan perlindungan konsumen.

"Tanpa kedua fondasi tersebut, pertumbuhan justru akan menciptakan risiko baru bagi ekosistem," ucap mantan Menteri Komunikasi dan Informatika 2014-2019 tersebut dalam diseminasi Catatan Akhir Tahun IFSoc di Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Menuju 2026, IFSoc telah memetakan lima isu yang harus mendapatkan deteksi dini untuk memastikan ekonomi digital Indonesia tetap tangguh dan berkembang lebih cepat daripada tahun ini:

  1. Peran pinjaman daring (pindar) yang berhasil membuka akses pembiayaan untuk unbanked dan underbanked perlu memerhatikan kebijakan perlindungan konsumen di tengah tren suku bunga yang terus menurun;
  2. Kecepatan dan efektivitas penanganan scam dan fraud oleh Indonesia Anti Scam Centre (IASC) dan Satgas PASTI harus ditingkatkan, terutama penyederhanaan prosedur pascapemblokiran rekening, sehingga pemulihan dana korban tidak memakan waktu terlalu lama;
  3. Interoperabilitas dan integrasi QRIS Cross Border tetap berorientasi kepentingan nasional dan kerja sama regional perlu memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem pembayaran global, bukan semata-mata mencerminkan keterbukaan;
  4. Ekosistem regulasi, inovasi, bisnis, literasi, keamanan, dan kedaulatan dalam laju investasi AI dalam industri fintech di Indonesia perlu dibentuk sebagai tindak lanjut dari tingkat adopsi AI yang sudah berhasil mencapai peringkat 2 di kawasan Asia-Pasifik;
  5. Perhatian dan monitoring menyeluruh pada kualitas tata kelola perusahaan-perusahaan startup dan transparansi perusahaan teknologi untuk menjaga kepercayaan terhadap ekonomi digital.

"Penguatan tata kelola memang harus dimulai dari perusahaan, tetapi efektivitasnya sangat bergantung pada kualitas pengawasan, infrastruktur regulasi, dan profesi penunjang. Karena itu, perbaikan tata kelola harus terjadi di seluruh pemangku kepentingan dan ekosistem," pungkasnya.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional