Transisi energi membutuhkan strategi meyakinkan masyarakat di sekitar lokasi pembangkit agar bersedia memberikan dukungan, tak terkecuali dalam eksplorasi panas bumi atau geotermal sebagai salah satu sumber energi terbarukan dengan cadangan melimpah di Indonesia. Praktik pemanfaatan langsung (direct use) panas bumi menjadi salah satu pendekatan ampuh untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, sekaligus membuka jalan bagi program energi berkelanjutan.
Dalam salah satu diskusi panel di Brown to Green Conference 2025 di Jakarta, Selasa (02/12/2025), Koordinator Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Roni Chandra Harahap mengatakan, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang dirancang PLN hingga 2034, terungkap ada rencana pengembangan geotermal hingga mencapai 5,2 Giga Watt (GW) hingga 2034.
Melalui rencana ini, pemerintah berharap energi geotermal tidak hanya dimanfaatkan untuk kelistrikan, melainkan juga mendukung sektor industri melalui pemanfaatan langsung.
Lewat cara ini, dimensi sosial-ekonomi geotermal diharapkan berdampak langsung bagi masyarakat, khususnya penduduk di sekitar daerah eksplorasi potensial.
Pemanfaatan langsung geotermal, lanjut Roni dapat diterapkan di sektor pertanian untuk drying, rumah kaca, dan pengolahan pascapanen. Di sektor pangan, pemanfaatan langsung dapat menggantikan boiler bertenaga bahan bakar fosil.
"Sementara itu, di sektor digital, dia juga bisa menjadi sumber energi untuk kebutuhan pendinginan data center dan hidrogen hijau untuk ekstraksi mineral kritis," cetus Roni.
Bagaimanapun potensi pemanfaatan langsung besar, Roni mengakui bahwa regulasi seringkali tidak bisa mengakomodasi inovasi dengan cepat. Namun demikian, dia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 21/2014 tentang Panas Bumi telah mengakomodasi bentuk-bentuk inovasi dalam industri, sepanjang yang diekstrak adalah energi panas alami yang terbentuk di bawah permukaan bumi. Dari landasan yang sudah kuat tersebut, tinggal aturan turunan dan petunjuk pelaksanaan disusun untuk memitigasi risiko yang dapat muncul.
Salah satu bentuk inovasi yang memungkinkan pemanfaatan langsung dapat lebih luas adalah mengakomodasi Next-Generation Geothermal yang memungkinkan ekstraksi panas bumi tidak harus dari daerah vulkanik, melainkan juga dari thermal gradient, unsur radioaktif, atau sumber batu panas lain yang dapat menghasilkan uap saat diinjeksi air bertekanan tinggi. Cara ini memungkinkan pembangkit dapat dibangun di luar kawasan yang bahkan tidak memiliki gunung berapi sama sekali.
"Cadangan geotermal di Indonesia Timur, misalnya, potensinya sangat besar, tetapi demand di sana sangat kecil, hanya 5 Mega Watt (MW). Karena itu, jika dieksplorasi, potensi besar ini perlu direncanakan secara matang. Misalnya 5 MW untuk listrik, selebihnya digunakan untuk hidrogen hijau, memasok pendinginan pada cold storage untuk ikan, dan lain-lain," jelasnya.
Dengan mencontoh berbagai keberhasilan di luar negeri, menurut Roni, teknologi yang sudah teruji akan mempercepat penerapan Next Generation Geothermal yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Efisiensi dalam eksplorasi dan keekonomian yang dapat diperkirakan secara lebih akurat menjadi solusi untuk tantangan geotermal konvensional selama ini, termasuk menghadapi penolakan masyarakat karena berbagai kekhawatiran akibat miskonsepsi.
Lebih mudah di permukaan
CEO Rigsis Energi Indonesia Farhan Muhammad membenarkan perspektif pemerintah tersebut. Saat ini, dengan adanya rumpang dalam pendidikan teknik di Indonesia untuk menghasilkan insinyur yang kapabel memimpin pencarian cadangan panas di bawah permukaan tanah, risiko eksplorasi geotermal menjadi sangat besar dan butuh investasi triliunan rupiah. Pemanfaatan langsung untuk kebutuhan di permukaan, menurutnya, jauh lebih mudah daripada proyek eksplorasi pembangkit yang tinggi risiko.
Rigsis Energi, ungkap Farhan, pernah terlibat dalam proyek pemanfaatan langsung geotermal di Mataloko, Ngada, Nusa Tenggara Timur. Bertemu dan bertukar pikiran dengan sejumlah petani kopi, Farhan menemukan fakta bahwa bukan listrik yang semata-mata dibutuhkan oleh masyarakat, melainkan sarana pengeringan yang dapat membantu produksi kopi mereka sehari-hari.
Para petani di Mataloko itu bercerita kepada Farhan, setiap kali panen kopi, mereka harus mengeringkan kopi mereka ke Ende yang memiliki sinar matahari lebih panjang, mengingat sinar matahari di Mataloko hanya dua jam, sedangkan selebihnya adalah cuaca berkabut. Ketika tiba di Ende, para petani harus mengeluarkan biaya untuk sewa lahan, tempat tinggal, dan menjaga proses pengeringan.
"Butuh 20 hari untuk mereka mengeringkan kopi dan menghasilkan green bean, tetapi karena temperatur tidak konsisten, kualitas kopi tidak seragam dan tidak bisa masuk ke pasar premium. Ketika kami tawarkan fasilitas pengeringan bertenaga geotermal yang bisa mengeringkan kopi dalam 2 hari, mata mereka berbinar-binar," ungkapnya.
Berkaca dari pengalaman ini, Farhan memahami bahwa pemanfaatan langsung geotermal dapat mengubah hidup para petani karena menurunkan biaya pengolahan pascapanen mereka. Dengan instalasi pengeringan yang dapat beroperasi penuh, kualitas biji kopi menjadi seragam, harga meningkat, pendapatan naik, dan biaya produksi turun sehingga kesejahteraan para petani meningkat. Segi perawatan pun tidak terlalu sukar dan operasional sangat mudah.
"Contoh lain dalam direct use di Patuha, sudah berjalan 6 bulan, dan masih bagus. Di sana mereka pakai tenaga lokal, 6-8 orang, tanpa expert, semuanya warga lokal yang mahir walau diajar hanya sebentar. Direct use adalah jawaban bagi kekhawatiran mereka yang hidup di sekitar area geotermal. Pendekatannya bisa dibalik, direct use dulu sebelum PLTP, sehingga dukungan itu diperoleh," jelasnya.
Baca juga:

Vice President Business Development Pertamina Geothermal Energy Fifi Roesmawi membenarkan bahwa praktik pemanfaatan langsung tersebut dapat menjadi strategi pembuka jalan untuk bisnis geotermal dalam jangka panjang. Di samping memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar, khususnya petani dan pelaku budidaya, direct use juga membantu perusahaan memperhitungkan dampak pembangkit bagi masyarakat sekitar, dan memasukkannya dalam nilai keekonomian proyek pembangkit.
"Regulasi terkait direct use masih membutuhkan klarifikasi dan insentif. Bisnis geotermal itu membutuhkan investasi awal yang sangat besar, triliunan rupiah, padahal perhitungan keekonomian tidak mungkin berat di depan. Insentif pemerintah diperlukan di sini, sekalipun nilai pemanfaatan masih teoretis, tetapi monetisasi bisa jadi lebih cepat dan investor lebih tertarik," ucap Fifi.
Daerah membutuhkan
Sebagai salah satu praktik baru dalam pemanfaatan geotermal di samping ketenagalistrikan, Ketua Purnomo Yusgiantoro Centre (PYC) Filda Yusgiantoro menggarisbawahi perlunya aturan turunan spesifik bagi pemanfaatan langsung geotermal. Dia mengingatkan, sekalipun definisi Undang-Undang 21/2014 mencakup inovasi pemanfaatan, prioritas panas bumi masih diperuntukkan bagi ketenagalistrikan.
"Kami melihat dari Badan Geologi dapat bergerak ke atas untuk menyediakan payung peraturan yang lebih kuat terkait direct use geotermal. Peraturan pusat merumuskan pemanfaatan pada ketenagalistrikan, tetapi pemerintah daerah yang bisa mengatur pemanfaatan langsung ini. Artinya, kita juga melihat apakah Pemda mengerti tata kelola yang baik untuk mengoptimalkan potensi di daerahnya," imbuh Filda.
Saat ini, dengan peraturan tentang pemanfaatan langsung yang masih terserak dan belum satu arah, inisiatif yang muncul membutuhkan payung hukum yang lebih kuat, selain pembinaan sumber daya manusia yang lebih mantap. Filda mencontohkan, dalam salah satu kursus pemantapan pimpinan daerah yang diselenggarakan PYC, Bupati Cianjur Mohammad Wahyu Ferdian menyatakan di daerahnya ada potensi panas bumi dan meminta bantuan PYC untuk memaksimalkan potensi itu.
"Pemimpin daerah saat ini sudah memiliki concern dengan energi lokal yang bisa dikembangkan, sehingga direct use dapat mulai dijajaki di sana. Melalui sinergi NGO, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah, pengambil kebijakan juga perlu mendapatkan edukasi untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran," pungkas Filda.