Dua hari sebelum workshop internasionalnya dimulai, Wahid Wartabone (24) memutuskan untuk lebih dulu menelusuri sisi lain Bangkok. Tujuannya, langsung ke Pasar Chatuchak, yang dikenal sebagai surga belanja Thailand.
Pasar yang dikenal terbesar di dunia dan menjadi tujuan wisatawan dunia ini menyediakan 15.000 toko. Jajanannya pun beragam mulai dari makanan, minuman, aksesoris.
Wahid sangat menikmati perjalanan itu, kecuali panas yang menyengat. Ia kemudian memutuskan untuk berhenti sejenak dan masuk ke sebuah kedai kopi untuk sekedar mendinginkan badan dan mengisi dahaga.
Matanya kemudian terpaku pada sebuah stiker QRIS yang terpampang di meja kasir.
“Shock sih, di meja kasirnya udah ada ditempel QRIS. Berasa lagi di coffee shop di Indonesia,” katanya kepada SUAR di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Bagi Wahid, kemudahan itu lebih dari sekadar fitur canggih. Ia merasakan betul manfaat praktisnya saat menjadi turis di negeri orang.
“Jadi nggak ribet harus bawa cash ke mana-mana yang rawan tercecer atau dicopet. Dan karena di luar negeri pakainya mata uang negara itu, biasanya bisa bikin pusing karena pecahannya beda sama rupiah. Pake QRIS jadi nggak perlu pusing-pusing ngitung uang asing, tinggal scan aja,” ujar Wahid.
Meski begitu, Wahid berharap ke depannya QRIS lintas negara bisa menjangkau lebih banyak destinasi populer bagi turis Indonesia.
“Ideally speaking, prioritasnya should be di negara-negara ASEAN plus negara dengan pengunjung atau wisatawan Indonesia paling banyak sih, not sure statistically negara apa aja,” tutupnya.
Ekspansi ke China dan Jepang
QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard pertama kali diperkenalkan pada 17 Agustus 2019, dan resmi dipakai secara nasional sejak 1 Januari 2020. Pada dasarnya, QRIS adalah standar pembayaran digital berbasis kode QR yang memudahkan transaksi cukup dengan memindai barcode, tanpa perlu kartu fisik atau uang tunai.
Dalam perkembangannya, Bank Indonesia meluncurkan QRIS antarnegara, yakni sistem pembayaran lintas batas yang memungkinkan wisatawan Indonesia bertransaksi langsung di merchant luar negeri dengan rupiah.
Per 17 Agustus 2025, Bank Indonesia menambah Jepang dan Tiongkok ke daftar negara di mana turis Indonesia bisa memakai QRIS langsung di merchant lokal setelah sebelumnya tersedia di Malaysia, Thailand, dan Singapura.
“Kami melakukan perluasan akseptasi digital melalui peluncuran kerja sama QRIS antarnegara dengan Jepang dan inisiasi sandbox QRIS antarnegara dengan Tiongkok pada 17 Agustus 2025,” ujar Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI.
Langkah itu didukung pula dengan sosialisasi QRIS Tanpa Pindai (TAP), agar transaksi makin cepat dan seamless, baik bagi pengguna maupun merchant.
Saat pengguna memindai QR code di negara tujuan, sistem otomatis mengonversi harga ke rupiah dan memproses pembayaran secara real time.
Berikut kemudahan memakai QRIS:
- Praktis, cukup scan QR tanpa bawa banyak uang tunai.
- Hemat biaya, tak perlu lagi menukar dolar di money changer.
- Transaksi langsung dengan kurs lokal, tanpa ribet hitung uang asing.
- Mendukung UMKM & pariwisata, karena turis asing juga bisa belanja di Indonesia pakai QR code bank negara asal
Hingga kini, QRIS lintas negara sudah resmi terpakai di Malaysia, Thailand, dan Singapura, dengan Filipina dan beberapa negara ASEAN lain dalam proses.
Per 17 Agustus 2025, QRIS juga akan diperluas ke Jepang dan Tiongkok. Sementara dengan India dan Korea Selatan masih tahap teknis, dan Arab Saudi sudah memulai diskusi awal.
Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Santoso Liem mengatakan, perluasan tidak berhenti di Asia Tenggara. Di Jepang, prosesnya sudah masuk tahap sandbox (uji coba terbatas) bersama Kementerian Perdagangan dan Pariwisata. Sementara di China, QRIS akan terhubung dengan UnionPay dan Alipay yang sangat dominan di sana.
Santoso menjelaskan, target negara tak hanya melihat “ke mana turis Indonesia sering pergi,” tetapi juga “negara yang turisnya banyak datang ke Indonesia.” Jepang dan China memenuhi dua-duanya.
“Ini mendukung pariwisata dua arah, sekaligus UMKM kita,” jelas Santoso. “Supaya turis dari sana juga lebih gampang belanja di Indonesia.”
Meski sudah bisa digunakan di Thailand, Malaysia, dan Singapura, pelaku industri sistem pembayaran menilai potensi QRIS lintas negara masih jauh lebih besar. Bukan hanya soal jumlah pengguna, tapi juga soal seberapa luas merchant yang benar-benar bisa menerima pembayaran QRIS.
“Sekarang ini QRIS baru terkoneksi lewat jaringan tertentu saja, seperti NETS di Singapura,” ungkap Santoso dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. “Nah, ke depannya, kami ingin diperluas koneksinya ke pemain-pemain besar lain. Supaya customer bisa pakai QRIS di mana saja—tidak terbatas hanya di merchant yang terhubung ke satu jaringan saja.”
Menurut Santoso, perluasan ini penting agar wisatawan tak lagi harus repot mengecek: “Tempat ini bisa QRIS atau nggak?” Sebaliknya, target akhirnya: hampir semua merchant, dari toko kelontong hingga kafe waralaba, bisa menerima pembayaran QRIS, selama infrastrukturnya mendukung.
“Jadi QRIS ini betul-betul jadi alat bayar yang seamless. Di mana pun konsumen belanja, di situ mereka bisa scan dan bayar,” tambahnya.
Langkah memperluas kerja sama ke lebih banyak issuer dan acquirer di luar negeri, kata dia, juga tak hanya soal transaksi. “Ini soal menciptakan ekosistem yang inklusif, yang bikin turis lebih nyaman belanja, dan UMKM di Indonesia pun dapat limpahan manfaatnya,” tutup Santoso.
Namun memperluas QRIS lintas negara tidak sekadar bicara teknis. Tantangan utamanya adalah apakah negara tujuan sudah punya standar QR payment? Di ASEAN, infrastruktur itu sudah ada. Tapi di negara seperti Arab Saudi, masih dominan kartu atau mesin EDC. Untuk membangun sistem QR dari nol, bank atau industri di sana harus yakin ada volume transaksi yang layak secara bisnis.
“Mereka hitung-hitungan juga: cukup worth it nggak? Kalau turisnya ke Indonesia sedikit, mereka bisa ragu,” kata Santoso.
Dorongan pemerintah setempat juga penting. Di Jepang misalnya, pemerintah ikut memfasilitasi, sehingga pembicaraan lebih cepat.
Agar QRIS benar-benar “bisa dipakai di mana saja,” kuncinya ada pada dua hal:
Issuing, yaitu bank di negara asal mau menerbitkan QR payment.
Acquiring, yaitu merchant di negara tujuan mau menerima QR itu.
“Kami harap kerja sama G-to-G diperluas, supaya customer nggak bingung ‘loh kok di sini bisa, di sana nggak’,” kata Santoso.
“Semakin banyak bank dan merchant yang terhubung, makin seamless.”
Santoso menyebut, idealnya QRIS bisa dipakai di semua toko, tak hanya merchant tertentu. Dan turis asing pun bisa membayar di seluruh Indonesia, dari Bali hingga kampung halaman UMKM.
Dari sisi angka, transaksi QRIS lintas negara memang belum dominan. Volume masih kecil dibanding pembayaran domestik, sangat bergantung pada jumlah turis dan pekerja cross border.
“Tapi sebagai fasilitas, ini penting,” jelas Santoso. “Memperkuat ekosistem pembayaran digital, mendorong UMKM dan pariwisata.”
Di Bali, merchant kecil sudah banyak merasakan dampak: turis asing belanja tanpa ribet menukar uang. Namun di luar destinasi wisata, efeknya masih terbatas.
Santoso mengungkap, Korea Selatan sudah menyatakan minat dan masuk tahap pengembangan. India pun sedang pembahasan teknis. Arab Saudi masih mencari partner yang pas. “Korea Selatan sudah menyatakan prinsip dan mau mengembangkan itu. Mereka sedang proses development,” katanya.
QRIS lintas negara bukan hanya soal teknologi, melainkan soal kemudahan nyata: turis tak perlu pusing uang tunai atau fluktuasi kurs. UMKM lokal tak perlu beli mesin EDC mahal. Bagi negara, ini jadi pintu kecil untuk pariwisata dan ekonomi kreatif bertumbuh.
“Kita nggak terlalu mengukur keuntungan. Tujuan utamanya selalu sama,” tutup Santoso. “Membuat siapa pun, di mana pun, bisa bayar lebih mudah.”
Menurut data terbaru dari Bank Indonesia yang dirilis pada Rabu kemarin (16/07), volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS pada triwulan II 2025 tumbuh 148,50 persen (year on year/YoY).
Di balik lonjakan ini, ada upaya serius membuka jalan bagi pengguna Indonesia agar lebih mudah bertransaksi di luar negeri. Per 17 Agustus 2025, Bank Indonesia menambah Jepang dan Tiongkok ke daftar negara di mana turis Indonesia bisa memakai QRIS langsung di merchant lokal setelah sebelumnya tersedia di Malaysia, Thailand, dan Singapura.
“Kami melakukan perluasan akseptasi digital melalui peluncuran kerja sama QRIS antarnegara dengan Jepang dan inisiasi sandbox QRIS antarnegara dengan Tiongkok pada 17 Agustus 2025,” ujar Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI.
Langkah itu didukung pula dengan sosialisasi QRIS Tanpa Pindai (TAP), agar transaksi makin cepat dan seamless, baik bagi pengguna maupun merchant.
Kenaikan ini ikut mendorong total volume transaksi digital nasional yang mencapai 11,67 miliar transaksi.
Selain QRIS, volume transaksi lewat aplikasi mobile naik 32,16% yoy, dan transaksi via internet banking tumbuh 6,95% yoy. Infrastruktur sistem pembayaran pun makin solid: BI-FAST memproses 1,12 miliar transaksi dengan nilai Rp2.788 triliun, sementara BI-RTGS mencatat transaksi bernilai Rp47.481 triliun.
Bukan Sekadar Transaksi
Nailul Huda, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), menekankan perluasan QRIS lintas negara mestinya tak hanya dilihat sebagai kemudahan bagi wisatawan Indonesia yang belanja di luar negeri melainkan juga bagi dunia usaha kecil menengah (UMKM).
"QRIS lintas negara ini akan sangat bermanfaat bagi UMKM kita ketika ada turis asing yang datang ke Indonesia dan berbelanja di dalam negeri dengan QR code atau bank negara asal turis tersebut," ujar dia kepada SUAR.
Menurut Huda, ada dua kunci penting: pertama mendorong lebih banyak turis dari Malaysia, Thailand, atau Singapura datang ke Indonesia; dan kedua, memasarkan pariwisata lokal seperti wisata alam maupun budaya, termasuk event seperti pacu jalur yang kini sedang naik daun.
“Saat ini kita masih kalah dibanding Thailand. Lebih banyak orang Indonesia liburan ke Thailand dibandingkan sebaliknya,” tambahnya.
Huda menyarankan ekspansi berikutnya fokus ke negara dengan wisatawan terbanyak ke Indonesia, seperti Australia dan Tiongkok.
“Turis dari kedua negara tersebut cukup banyak,” kata Huda.