Menjaga Spesialisasi Pekerjaan Tetap Pas

Division of labour berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan namun bisa berdampak negatif bila pembagaian tugas tidak adil

Menjaga Spesialisasi Pekerjaan Tetap Pas
Photo by sol / Unsplash

Keberlangsungan hidup suatu organisasi perusahaan tergantung dari kinerja individu-individu yang berada di dalam institusi tersebut. Sedangkan kinerja anggota organisasi atau karyawan perlu melibatkan pencapaian setiap anggotanya, yang sesuai peraturan, persyaratan dan harapan organisasi. Kinerja karyawan juga merupakan hasil dari kemampuan, usaha dan persepsi tugas dari karyawan itu sendiri.

Disamping itu, hal yang tidak kalah penting dalam menunjang kinerja yang lebih baik dari setiap individu adalah dengan menerapkan pembagian kerja (division of labour) dalam struktur organisasi. 

Division of labour merupakan pengelompokan jenis pekerjaan yang diberikan kepada pekerja dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu untuk mencapai tujuan organisasi secara maksimal.  

Beberapa penelitian mengindikasikan, division of labour berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Secara tinjauan pustaka, pembagian kerja ini merupakan pemecahan pekerjaan kompleks menjadi serangkaian tugas-tugas khusus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dalam proses keorganisasian, division of labour harus dilakukan dengan tepat, berdasar pada pendelegasian.

Konsep ini telah dibahas oleh berbagai pemikir, ratusan tahun lalu seperti Ibnu Khaldun sejarawan muslim dari Tunisia yang sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi.

Ada juga filsuf berkebangsaan Skotlandia yang menjadi pelopor ilmu ekonomi modern Adam Smith, yang menyoroti dampak spesialisasi, peningkatan keterampilan, penghematan waktu, dan penggunaan peralatan terhadap hasil kerja. Sedangkan pakar sosiologi modern dari Prancis Emile Durkheim  mengaitkan division of labour dengan perkembangan struktur sosial di masyarakat modern. 

Ibnu Khaldun, yang juga diakui sebagai bapak pembagian kerja oleh beberapa ahli mengemukakan, division of labour dapat meningkatkan kesejahteraan sosial melalui spesialisasi sesuai keahlian.

Pemikirannya dianggap mendahului teori serupa yang dicetuskan oleh Adam Smith. Dimana enam abad kemudian, Adam Smith mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari teori pembagian kerja, yaitu spesialisasi, perkembangan keterampilan, penghematan waktu, serta penggunaan peralatan dan teknologi. Ia juga menyoroti hubungan antara pembagian kerja dan ukuran pasar.

Sedangkan Emile Durkheim dalam karyanya The Division of Labour in Society, menjelaskan bagaimana pembagian kerja berkembang bersamaan dengan perubahan struktur sosial dan menjadi ciri masyarakat modern.

Dari pemikir awal tentang sistem ekonomi modern itu, ada satu simpul yang membuat penerapan spesialisasi tugas ini juga bisa berdampak kurang baik. Meskipun secara praktik, division of labour telah mengantarkan Eropa menjadi sangat maju di bidang ekonomi.

Adam Smith mengingatkan ada risiko dari pembagian spesialisasi pekerjaan ini membuat pekerja kurang up to date dengan sistem kerja keseluruhan, jika pekerjaannya terlalu terfragmentasi. Mitigasi secara filosofis, organisasi harus menyeimbangkan efisiensi dengan perkembangan manusia.

Sedangkan Emile Durkheim menegaskan, jika pembagian kerja tidak adil, bisa memicu anomali, dimana akan terjadi alienasi, konflik, dan disfungsi. Karenanya pembagian kerja harus disertai norma moral, keadilan, dan rasa saling menghargai.

Bagaimana pun, makna kerja bagi setiap individu adalah ingin membangun identitas dan perannya. Jika peran terlalu sempit, identitas bisa kolaps. Namun jika peran dipahami sebagai kontribusi penting dalam ekosistem organisasi, hubungan antar anggota organisasi menjadi lebih sehat dan saling menghargai.

Karena itu, division of labour perlu berpijak pada kompetensi dan minat. Tidak hanya siapa yang bisa, tetapi juga siapa yang mau. Disini juga diperlukan rotasi peran dan pembelajaran secara bergantian.

Karenanya, dalam setiap pembagian tugas, perlu adanya upaya mengurangi kejenuhan dan alienasi dengan meningkatkan empati lintas fungsi, hingga merancang organisasi lebih adaptif. Pastikan setiap peran dari anggota organisasi punya tujuan jelas dan memiliki kontribusi yang bisa diukur dan memberi ruang setiap individu untuk berkembang.

Diperlukan juga transparansi dalam penugasan dan evaluasi berkala untuk memastikan tidak ada yang terbebani secara tidak proporsional. Disini diperlukan kesadaran juga dari tiap individu bahwa perbedaan peran adalah kekuatan, bukan hierarki nilai.

Secara umum, division of labour bukan hanya soal efisiensi, tetapi soal kemanusiaan, yang bisa mempengaruhi bagaimana organisasi bekerja, bagaimana anggota organisasi berhubungan, dan bagaimana mereka menemukan makna dalam kerja.

Pembagian kerja yang baik adalah yang pas, tidak lebih, tidak kurang, yang efisien secara sistem, berkeadilan secara moral, dan memanusiakan secara eksistensial.