Mengingatkan ke Si Paling Tokoh Utama

Main Character Syndrome (MCS), istilah untuk individu yang suka mencari pengakuan atas pencapaian mereka, dan mengecilkan peran orang lain.

Daftar Isi

Dalam mitologi Yunani, Narcissus adalah pemuda tampan bin ganteng yang menolak semua cinta. Suatu hari, ia melihat bayangannya di kolam, lalu kesengsem pada sosok yang tak bisa ia miliki itu. Kecintaannya yang tak berbalas, membuat ia merana dan mati, dan di tempat ia meninggal, tumbuh bunga narsis. 

Kisah Narcissus menginspirasi seorang ahli kesehatan asal Inggris di akhir abad -19, Havelock Ellis, untuk menggunakan istilah narcissism demi menggambarkan kecenderungan seseorang yang terlalu terobsesi dengan diri sendiri atau tubuhnya. 

Istilah ini kemudian diadopsi dalam disiplin ilmu psikologi oleh Sigmund Freud pada awal abad ke-20 untuk mendeskripsikan obsesi terhadap diri sendiri. Freud kemudian mengembangkan konsep ini dalam teori psikoanalisisnya untuk menjelaskan individu yang mencintai diri sendiri secara berlebihan, dan kurang empati terhadap orang lain. 

Kini narsisme di zaman teknologi informasi, mendapat tempatnya. Ketika banyak wahana untuk mengekspresikan diri bermunculan, kaum narsis pun menjadikannya jendela untuk unjuk diri. Media sosial seperti TikTok dan Instagram mendorong mereka untuk terus memamerkan kehidupan yang sempurna, dan mengkurasi citra diri mereka secara berlebihan. 

Dalam konteks hubungan antar manusia, orang dengan obsesi diri yang tinggi, mereka juga punya kecenderungan untuk jadi pusat perhatian di komunitasnya maupun di kantor atau perusahaannya. Ia melihat dirinya sebagai tokoh utama dan cenderung memiliki pola perilaku seperti menuntut perhatian lebih, dan memutuskan sesuatu sendiri. 

Gejala ini merujuk pada sindrom karakter utama, atau Main Character Syndrome (MCS), istilah untuk individu yang suka mencari pengakuan atas pencapaian mereka, dan mengecilkan peran orang lain.

Narsisme dan MCS, keduanya sama-sama melibatkan dorongan untuk menjadi pusat perhatian, dan merasa diri paling penting dalam suatu situasi.  Bagi pengidap MCS, dunia berputar di sekelilingnya. Mereka sering mendramatisir situasi, merasa harus selalu divalidasi, dan cenderung mengalihkan fokus pembicaraan kembali kepada diri mereka sendiri. 

Kondisi ini dapat mengganggu dinamika tim dan kolaborasi dalam konteks organisasi, karena sikap egosentris, kurang empati, dan kecenderungan mendramatisir situasi. Perilaku ini bisa mengarah pada gaya kepemimpinan otoriter yang suka mendikte, atau gaya yang lebih pasif, namun tetap berpusat pada diri sendiri, yang mengabaikan masukan dari rekan kerja. 

Di sisi lain, sindrom ini dapat menjadi mekanisme pertahanan untuk mengatasi kurangnya perhatian atau rasa tidak berharga, di mana seseorang berusaha menarik perhatian untuk merasa lebih dihargai.

Namun, beberapa orang mungkin merasa terisolasi, atau kehilangan rasa memiliki dalam komunitas fisik, sehingga menciptakan persona karakter utama secara daring untuk merasa bahwa mereka tetap eksis. 

Kepada orang yang merasa jadi tokoh utama dalam sebuah cerita di kantor ini, maka mereka perlu diajak dalam aktivitas yang menuntut empati: mendengarkan kisah hidup orang lain, membaca biografi, atau terlibat dalam kegiatan sosial. Kegiatan ini membantu memperluas perspektif dan menyadari bahwa dunia tidak hanya tentang dirinya.

Kepada mereka juga tak perlu diingatkan, jika mereka bukan tokoh utama, orang yang paling penting, tapi bantu mereka melihat, bahwa menjadi tokoh utama yang bisa melayani, menginspirasi, dan menjadi bagian dari cerita orang lain, adalah sesuatu yang lebih berharga. Matahari memang jadi pusat tata surya, tapi ia tak ragu untuk terus membagi sinarnya, agar kehidupan semesta tetap ada.  

Bagaimanapun, orang yang punya sikap narsis akan kelelahan untuk terus menerus membuat dirinya paling keren. Ia bisa capek sendiri, dalam keterasingan dia pun bisa merana seperti sang Narcissus yang kemudian mati. Dan tentu saja tidak ada bunga narsis yang akan tumbuh setelah itu, ia hanya akan dilupakan.