Menangkap Peluang Investasi di Daerah (2)

Pemerintah daerah komitmen mendongkrak capaian investasi di wilayahnya. Selama setahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, strategi menyongsong investasi pun masif disiapkan. 

Menangkap Peluang Investasi di Daerah (2)
Pekerja menyelesaikan proyek jalur kereta api di Medan, Sumatera Utara, Senin (27/10/2025).ANTARA FOTO/Yudi Manar
Daftar Isi

Tahun 2025 menjadi titik balik Kota Batam dari sebuah kota industri, menjadi magnet investasi global. Setidaknya itu yang menjadi cita-cita Badan Pengusahaan (BP) Batam,  yang ditargetkan bisa tercapai pada 2029 nanti.  

Kepala BP Batam, Amsakar Achmad meyakini, tahun ini akan mengawali kebangkitan Batam. “Posisi strategis Batam, dikombinasikan dengan insentif fiskal kompetitif dan ekosistem industri yang matang, menjadikan kota ini gerbang ideal menuju pasar internasional,” ujarnya.

Menurut Amsakar, perhatian dunia internasional dan dukungan kuat dari Pemerintah Pusat harus dimanfaatkan sebaik mungkin. “Kami sedang mengubah potensi menjadi kinerja ekonomi nyata. Dunia mulai memperhatikan Batam, dan ini momentum emas yang tak boleh disia-siakan,” tegasnya.

Dengan visi besar jangka menengah, BP Batam menetapkan target ambisius: realisasi investasi tahunan meningkat dari Rp46,3 triliun pada 2025 menjadi Rp78,5 triliun pada 2029.

Bagi BP Batam, target ini bukan sekadar angka. Ia mencerminkan transformasi Batam menuju pusat ekonomi kelas dunia dengan daya saing global. “Target ini adalah komitmen kami untuk membuka potensi penuh Batam—didukung oleh infrastruktur berkelas dunia, regulasi yang efisien, dan akses langsung menuju pasar internasional,” ujar Fary Djemy Francis, Deputi BP Batam.

Untuk mencapai visi 2029, BP Batam menyiapkan tiga fokus investasi utama yang akan menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Yaitu hub logistik dan perdagangan global, kemudian industri berbasis teknologi dan nilai tambah tinggi, serta kawasan ekonomi baru dan industri jasa modern. 

Dan kinerja investasi Batam sejauh ini menunjukkan hasil menggembirakan. Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), realisasi investasi pada Semester I 2025 mencapai Rp18,18 triliun, atau 49,15 persen dari target nasional Rp36,99 triliun.

Namun dengan metode penghitungan BP Batam yang mencakup investasi asing dan dari dalam negeri dalam bentuk modal tetap dan modal lancar total realisasi mencapai Rp33,72 triliun, atau 56,2 persen dari target Rp60 triliun.

Pertumbuhannya pun impresif: naik 64,94 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dari total itu, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menyumbang Rp3,88 triliun, atau sekitar 40,6 persen, dengan lonjakan 44 persen secara kuartalan dan 105 persen secara tahunan. “Yang kami ukur adalah investasi nyata, mesin, bangunan, margin distribusi, jasa pemasangan, dan komponen modal lain yang benar-benar masuk ke Batam,” jelas Fary.

Foto udara pembangunan bangunan komersil dan apartemen di kawasan ikon Welcome to Batam Bukit Clara Batam, Kepulauan Riau, Selasa (21/10/2025) ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/

Kontributor terbesar pertumbuhan investasi Batam datang dari industri maritim. Menurut data Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, realisasi investasi Kota Batam pada semester I 2025 mencapai Rp38,15 triliun, atau 84 persen dari target tahunan Rp46,3 triliun.

"Batam juga menyumbang lebih dari 60 persen kapasitas produksi galangan kapal nasional dengan 135 shipyard aktif, menjadikannya kontributor utama ekspor komponen dan jasa maritim ke Asia dan Timur Tengah,” ungkap Ariastuty Sirait, Deputi Bidang Pelayanan Umum BP Batam.

Sektor ini tak hanya menopang ekspor, tetapi juga menciptakan rantai pasok industri lokal dan lapangan kerja berkelanjutan.

Geliat Batam untuk bisa menangkap investasi sebanyak mungkin juga seiring jalan dengan komitmen pemerintah pusat untuk mendongkrak kinerja investasi sehingga bisa berkontribusi dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. 

Pemda melaksanakan Pusat mendukung

Dan selama setahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini pun, kinerja investasi secara nasional naik tajam. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan, realisasi investasi Indonesia pada kuartal III tahun  ini mencapai Rp491,4 triliun, naik 13,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Kementerian Investasi/BKPM mencatat angka ini lebih tinggi dari kuartal II yang sebesar Rp477,7 triliun.

Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat satu provinsi yang paling banyak mencatatkan realisasi investasi di sektor penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dalam Triwulan III 2025, dengan angka Rp 77,1 triliun atau 15,7% dari total investasi nasional. 

Provinsi lain yang masuk dalam kelompok lima besar lokasi realisasi investasi Triwulan III 2025 adalah DKI Jakarta Rp 63,3 triliun (12,9 persen), Sulawesi Tengah Rp 33,4 triliun (6,8 persen), Banten Rp 30,8 triliun (6,3 persen), dan Jawa Timur Rp 30,4 triliun (6,2 persen),

Pekerja menyelesaikan produksi produk fesyen di Pabrik Tekstil Tectona di Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Untuk Jawa Barat realisasi investasi pada Triwulan III 2025 menunjukkan peningkatan 36,34 persen dibandingkan periode yang sama 2024 yang sebesar Rp56,57 triliun. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat, Dedi Taufik menyebutkan, capaian ini menunjukkan daya tarik Jawa Barat sebagai tujuan investasi masih sangat kuat, baik bagi penanam modal dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA).

“Kepercayaan investor kepada Jawa Barat masih tinggi. Iklim usaha yang kondusif, dukungan infrastruktur, dan percepatan pelayanan perizinan terus menjadi faktor utama yang menjaga momentum positif ini,” ujar Dedi Taufik. 

Dari total nilai investasi di Triwulan III 2025, PMDN menyumbang sekitar Rp41,8 triliun, sedangkan PMA tercatat sebesar USD 2,2 miliar atau setara Rp35,3 triliun. PMDN menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibandingkan PMA. Nilai investasi PMDN naik tajam 74,33 persen, dari Rp23,97 triliun pada Triwulan III 2024 menjadi Rp41,78 triliun pada periode yang sama 2025.

Nilai investasi PMA pada Triwulan III 2025 mencapai US$2,21 miliar atau setara Rp35,35 triliun, meningkat 8,42% dibandingkan tahun 2024 sebesar Rp32,60 triliun. Investasi asing di Jawa Barat terutama berasal dari Jepang, Singapura, dan Hong Kong, dengan fokus pada sektor industri pengolahan, informasi dan komunikasi, perdagangan serta real estate.

Sementara Pemerintah Provinsi Jawa Timur,  melalui gagasan Gerbang Baru Nusantara, berupaya membangun kemandirian ekonomi dengan memperkuat hilirisasi industri dan konektivitas antar daerah. Menurut Dr. Mhd. Aftabuddin, Plt. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Provinsi Jawa Timur, konektivitas inilah kunci agar pertumbuhan yang didukung masuknya investasi, tidak hanya berdampak di Pulau Jawa, tetapi juga merata ke wilayah lain di Indonesia.

Pasangan Khofifah-Emil saat debat publik KPU Jatim beberapa waktu lalu. (ANTARA/HO-Tim Khofifah-Emil)

Salah satu langkah nyatanya adalah lewat misi dagang antar provinsi, sebuah tradisi yang rutin dilakukan Gubernur dan jajaran Pemprov Jawa Timur hingga 15 kali per tahun. Misi dagang ini bukan sekadar seremoni, tapi wadah mempertemukan kebutuhan antarwilayah: dari bahan baku hingga produk olahan.

“Kami menemukan banyak potensi yang selama ini luput karena tidak ada konektivitas antardaerah,” tuturnya. Setiap misi dagang rata-rata mencatat transaksi lebih dari Rp1,5 triliun, bukti nyata bahwa kerja sama lintas provinsi bisa menjadi penggerak ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Timur saat ini ini masih bertengger di angka 5,23 persen, sedikit lebih tinggi dari rata-rata nasional, 5,12 persen. “Pertumbuhan ini tidak lepas dari kekuatan sektor industri, perdagangan, dan pertanian,” ujarnya. 

Di balik itu semua, UMKM menjadi motor utama yang menjaga roda ekonomi tetap berputar. Pemerintah provinsi, katanya, terus mendorong agar UMKM bisa naik kelas–bukan hanya bertahan, tapi juga tumbuh dan menjadi bagian penting dari rantai pasok industri.

Dr. Mhd. Aftabuddin juga menyebut, perubahan kebijakan fiskal nasional seperti penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan pengurangan Transfer ke Daerah (TKD) membuat Jawa Timur kehilangan sekitar Rp7 triliun dari pendapatan fiskalnya. “Awalnya kami sempat kaget, tapi sekarang kami melihatnya sebagai cambuk,” katanya.

Kebijakan dari pemerintah pusat ini justru bisa menjadi momentum bagi daerah untuk lebih mandiri, kreatif, dan berinovasi mencari sumber pendapatan baru. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antarwilayah, terutama di Jawa, yang menjadi barometer ekonomi nasional.

“Kalau Jawa lesu, daerah lain ikut merasakan dampaknya. Karena itu, semangat kita adalah bagaimana tetap bergerak, saling terhubung, dan membangun ekonomi bersama,” ujarnya. 

Inovasi menggaet investasi

Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah, Ir. Sakina Rosellasari menegaskan,  pihaknya selama ini terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja investasinya, salah satunya dengan menggelar Investment Challenges 2025 yang menghasilkan 17 abstrak proposal investasi dari kabupaten/kota, yang berfokus pada renewable energy dan hilirisasi pangan.

Upaya-upaya strategis tersebut menunjukkan hasil yang maksimal dengan catatan kinerja investasi Provinsi Jawa Tengah sampai dengan Triwulan III 2025 mencapai Rp66,13 triliun, atau 84,42% dari target Rp78,33 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 326.426 orang. Dan total PMA, berkontribusi sebesar Rp29,27 triliun, atau 44,46%. Sementara PMDN sebesar Rp36,85 triliun atau 55,72%.

Sejumlah infrastruktur pendukung investasi juga telah dibangun dan dipersiapkan di Jawa Tengah untuk mempermudah investasi dari dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut Sakina, capaian ini menunjukkan bahwa Jawa Tengah menjadi prioritas utama tujuan investasi di Jawa. “Keunggulan ini didukung dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, jaringan rel kereta, pasokan listrik dan gas, sumber air baku, serta jaringan internet yang telah menjangkau seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah,” jelasnya.

Gubernur Jawa tengah Ahmad Luthfi menegaskan, kekuatan daerah dalam melakukan pembangunan yang bersumber APBN & APBD hanya mampu 11,90%, dan sisanya salah satunya bersumber dari investasi. 

“Membangun Jawa Tengah membutuhkan suatu kerja-kerja kolaboratif, yang harus mempunyai visi dan misi sama dalam rangka mengintegrasikan program pemerintah, maka kita jabarkan menjadi kolaborasi program kabupaten/kota sampai dengan desa,” kata Luthfi saat bicara di Central Java Investment Business Forum, Selasa, 4 November 2025 lalu. 

Ia pun menjamin adanya kepastian hukum bagi investor yang datang, dan kedua adalah jaminan ketertiban. Ia menegaskan masyarakat Jawa Tengah yang rukun, dan memiliki asas gotong royong yang kuat menjadikan Jawa Tengah wilayah yang stabilitasnya terjaga. “Saya jamin investasi di tempat kita tidak lagi ada premanisme, tidak ada lagi mafia, kalau ada serahkan ke kami,” tegasnya.

Ia juga menyebut, pengurusan izin investasi dan usaha di wilayahnya saat ini juga sudah melalui one gate system terutama di kawasan-kawasan industri, sehingga mudah dan tidak dipersulit. Luthfi juga mengajak seluruh pemimpin kabupaten/kota di Jawa Tengah untuk mengusulkan kawasan industri di wilayahnya masing-masing. Dari situ, ia juga akan turut membantu mencari investornya.

Luthfi juga membagikan pandangannya dalam membangun dan menjadikan Jawa Tengah sebagai pilot project ekonomi hijau berskala nasional. Salah satu upaya yang dilakukan, adalah mulai membiasakan dan menggunakan energi terbarukan di sejumlah kantor pemerintahan, dan memanfaatkan potensi energi terbarukan di Jawa Tengah.

“Yang pertama yang jelas kita harus mulai sekarang membiasakan diri dengan energi terbarukan, ekonomi hijau, itu kan gak bisa dipisahkan. Kantor gubernur kita sudah pakai solar panel, dan produksi solar panel terbesar di Asia itu ada dua, yang satu ada di Kawasan Industri Terpadu Batang, dan yang satu ada di Wijaya Kusuma,” kata Luthfi.

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menambahkan, bila dibandingkan per kuartal, capaian investasi pada kuartal III 2025 terpantau tinggi dibanding kuartal I dan II 2025. Dua kuartal sebelumnya hanya mencatat realisasi investasi masing-masing sebesar Rp 465,2 triliun dan Rp 477,7 triliun. Sedangkan untuk capaian sepanjang Januari hingga September tercatat dengan total Rp 1.434,3 triliun.

Investasi yang berdampak di daerah

Pelan namun pasti, capaian investasi di setiap daerah juga memperlihatkan pemerataan. Realisasi investasi di luar Jawa mencapai Rp265,8 triliun atau 54,1%, melampaui Jawa di angka Rp225,6 triliun (45,9%). 

Meski begitu, menurut Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan, pemerataan yang dicapai seharusnya bukan hanya soal angka investasi, tapi juga penguatan kapasitas ekonomi lokal. 

“Kami selalu mendorong agar investasi yang masuk ke daerah memberi prioritas tenaga kerja lokal, meningkatkan kemampuan SDM, dan membuka peluang bagi UMKM setempat,” ujarnya. 

Karena jika investasi hanya berhenti pada pembangunan fisik atau proyek, sementara masyarakat sekitar tidak ikut tumbuh, itu bukan investasi yang berkelanjutan. Menurut Nurul, setiap daerah punya karakteristik berbeda. Daerah yang kaya sumber daya alam, wajar industrinya tumbuh dari situ dulu. Ketika sektor pertambangan, perkebunan, atau pertanian masuk, otomatis akan muncul kebutuhan tenaga kerja dan pengolahan hasilnya. 

Dari sanalah ekosistem ekonomi mulai terbentuk, dari industri primer, lalu berkembang ke industri pengolahan, hingga akhirnya ke sektor jasa. “Tapi yang penting, jangan buru-buru mengubah arah pembangunan hanya karena ingin naik kelas. Menurut Nurul. pengembangan ekonomi itu bukan hanya soal pengeluaran (spending), tapi juga soal bagaimana menghasilkan pendapatan (revenue) dari keunggulan yang dimiliki daerah tersebut,” tegasnya. 

Dalam hal ini, daerah harus mengenali dulu keunggulannya. Dimana ada dua hal soal keunggulan ini, yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif, seperti kekayaan sumber daya alam, sesuatu yang tidak semua daerah atau negara punya. 

Agar bisa mengakselerasi pertumbuhan, pemanfaatan sumber daya alam harus disesuaikan dengan karakter daerahnya dan ditingkatkan nilai tambahnya melalui hilirisasi. “Dari situ akar ekonominya akan tumbuh,” jelas Nurul. Dimana pembangunan perlu diarahkan untuk mendukung infrastruktur, juga perlu dasar regulasi yang kuat dan ramah. 

Sedangkan sumber daya manusianya dikembangkan agar bisa beranjak ke keunggulan kompetitif, seperti teknologi dan industri jasa. “Jadi, membangun ekonomi itu bertahap, sesuai akar dan kearifan lokalnya. Tidak bisa dipaksakan,” jelasnya. 

Selain itu, tantangan besar dalam mengundang investasi ke daerah adalah mentalitas. “Kadang, bukan karena kita tidak punya potensi, tapi karena belum punya mentalitas yang ramah terhadap investasi,” kata Nurul. Idealnya, pejabat daerah punya semangat untuk memajukan daerahnya dengan menciptakan iklim investasi yang murah dan cepat. Tapi di lapangan, masih banyak perizinan yang lambat dan berbelit. 

Akibatnya, investor pindah ke negara lain. “Padahal investasi itu membuka lapangan kerja, memberi makan keluarga, dan menggerakkan ekonomi lokal. Kalau itu dipersulit, sebenarnya kita mengkhianati rakyat sendiri,” kata Nurul. 

Mukhlison, Gema Dzikri, Dian Amalia, Romus Panca (Batam)