Memerangi Kejahatan Digital, Perbankan Perketat Mitigasi dan Kolaborasi

Perbankan di Indonesia memperkuat strategi pencegahan kejahatan finansial digital dengan fokus pada edukasi, teknologi canggih, dan kolaborasi lintas lembaga.

Perbankan di Indonesia memperkuat strategi pencegahan kejahatan finansial digital dengan fokus pada edukasi, teknologi canggih, dan kolaborasi lintas lembaga. Hal ini menanggapi meningkatnya modus kejahatan baru seperti jual beli rekening atau rekening "take over" yang menyebabkan kerugian besar di masyarakat.

Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas Fransiska Oei menjelaskan bahwa perbankan telah menjalankan berbagai upaya pencegahan. Salah satu langkah utama adalah edukasi menyeluruh kepada nasabah, masyarakat, hingga staf internal tentang risiko kejahatan digital dan modus-modus baru.

"Selain melakukan edukasi termasuk juga formulir buka rekening, kami bilang jangan share password, rekening take over dilarang, kami bisa tutup rekening itu jika ada kecurigaan," ucap Fransiska, Selasa (5/8/2025).

Selain itu, menurut Fransiska dalam upayanya melawan modus kejahatan jual beli rekening, perbankan kini memperketat proses customer due diligence (CDD) dan enhanced due diligence (EDD) serta memeriksa kebenaran data Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)

β€œGuna memitigasi risiko, bank juga mulai melakukan verifikasi data Dukcapil dan bahkan melakukan kunjungan langsung ke lokasi perusahaan yang dicurigai. Langkah ini diambil karena adanya tantangan, seperti penggunaan data Dukcapil palsu atau pendirian perusahaan fiktif,” ungkap Fransiska yang juga merupakan Direktur Compliance, Corporate Affairs and Legal CIMB Niaga Fransiska Oei.

Dalam hal pengawasan, perbankan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan screening yang lebih ketat. Fransiska juga mengungkapkan bahwa tim anti-fraud beroperasi 24/7 untuk memantau transaksi mencurigakan. Sistem monitoring ini tidak hanya menganalisis frekuensi dan nilai transaksi, tetapi juga melacak alamat IP, terutama dari negara-negara yang berisiko tinggi.

Lebih lanjut, Fransiska menjelaskan bahwa investigasi juga dilakukan berdasarkan pola transaksi dan kemiripan e-mail antar rekening. Ia menambahkan bahwa bank juga telah memperluas kerjasama dengan aggregator, switching company, dan fintech untuk mendapatkan data tambahan, terutama jika pelaku kejahatan bukan nasabah langsung dari bank.

Peran teknologi dan sinergi regulator

Pengamat perbankan sekaligus Direktur Utama PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN) Arianto Mudiotomo berpendapat bahwa perbankan terus memperkuat strategi pencegahan melalui teknologi canggih. Menurutnya, bank-bank di Indonesia telah mengimplementasikan sistem deteksi anomali berbasis machine learning dan artificial intelligence (AI) untuk memantau pola transaksi yang mencurigakan secara real-time.

"Dalam ekosistem transaksi digital yang semakin kompleks, pendekatan berbasis data dan integrasi antar-lembaga menjadi kunci dalam mencegah penyalahgunaan sistem perbankan oleh pelaku kejahatan keuangan," katanya kepada SUAR (7/8/2025).

do not cross police barricade tape close-up photography
Foto: David von Diemar / Unsplash

Ia menekankan pentingnya sinergi antara bank, OJK, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam memperkuat kebijakan dan infrastruktur digital. Arianto mendorong adopsi teknologi keamanan seperti otentikasi biometrik, enkripsi end-to-end, dan sistem pelaporan transaksi mencurigakan yang otomatis.

Menurutnya, bank harus meningkatkan literasi digital dan perlindungan data pribadi nasabah. Sementara itu, OJK perlu memperkuat regulasi berbasis risiko dan pengawasan berbasis teknologi (Suptech), dan PPATK berperan mengoptimalkan sistem big data analytics untuk mendeteksi jaringan kejahatan terorganisir lintas platform digital.

Kerugian besar akibat penipuan online

Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Rizal Ramadhani, menyampaikan bahwa Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) terus mendata kerugian yang dialami masyarakat. Per Juni 2025, kerugian akibat penipuan online mencapai Rp 4,1 triliun, dengan dana korban yang berhasil diblokir sebesar Rp 348,3 miliar.

Rizal menyebutkan bahwa modus kejahatan finansial semakin beragam, tidak hanya menggunakan telepon atau SMS, tetapi juga merambah platform digital seperti WhatsApp dan Twitter. Pelaku bahkan meniru tokoh-tokoh penting untuk meyakinkan korban. "Scam ini sudah menyebabkan kerugian besar di masyarakat," ucapnya dalam acara Katadata Policy Dialogue: Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial di Jakarta, Selasa (5/8).

Ia menjelaskan bahwa modus kejahatan bisa menjadikan bank sebagai sarana, atau sebagai sasaran, seperti peretasan sistem yang menyebabkan dana nasabah raib. Untuk itu, Rizal mengatakan, "Kami selaku ketua satgas selalu bersinergi dengan kementerian, asosiasi, lembaga terkait karena setan terkutuk juga melakukan sinergi."

Dengan sinergi dan strategi yang terus diperbarui, diharapkan perbankan dan lembaga terkait bisa menciptakan ekosistem digital yang lebih aman bagi masyarakat.