Tren Kegemaran Olahraga Lari di Kalangan Kaum Eksekutif

Olahraga lari dinilai sebagai investasi jangka panjang untuk kesehatan dan kebahagiaan. 

Tren Kegemaran Olahraga Lari di Kalangan Kaum Eksekutif
Peserta berlari saat mengikuti Hiri Explore Run 2025 di Pulau Hiri, Maluku Utara, Minggu (3/8/2025). ANTARA FOTO/Andri Saputra/tom.
Daftar Isi

Derap langkah tapak sepatu mulai terdengar di jalanan kala matahari mengintip dunia. Dengan hela napas teratur, makin banyak pejabat dan tokoh masyarakat memilih mengawali akhir pekan mereka dengan aktivitas berlari. 

Adalah Aviliani, seorang ekonom senior yang beberapa tahun terakhir menaruh hati pada olahraga lari. Perempuan 64 tahun ini bahkan telah menuntaskan sejumlah event marathon baik di dalam maupun luar negeri.

Dalam wawancara dengan Tim SUAR, Ibu Avi, demikian ia senang dipanggil, mengaku dahulu rutinitasnya hanya didominasi dengan jadwal yang padat seperti menghadiri rapat, presentasi dan menghadiri berbagai forum ekonomi. 

Olahraga, kata dia, hanya dilakukannya di saat sempat saja. Namun hal tersebut berubah ketika ia terjun ke dunia lari. “Sekarang kalau nggak lari, badan malah nggak enak,” kata dia sambil sedikit terkekeh di balik telepon, belum lama ini. 

Berawal dari pandemi, ia bercerita awal berlari hanya untuk sekedar mengisi waktu luang. Ketika aktivitas dibatasi kala itu, ia mulai rajin mulai olahraga dengan berjalan santai di pagi hari. 

“Awalnya napas sudah tersengal jalan santai 100 meter. Tapi lama kelamaan bisa sanggup lari jarak jauh,” ujar Avi yang pernah menjabat sebagai komisaris utama bank ternama ini. 

Kegiatan itu sekarang berkembang menjadi komitmen yang masuk dalam kalender kerjanya, sejajar pentingnya dengan agenda rapat besar.

“Enak juga, ya, lari,” katanya. 

Sejak itulah, ia mulai mendaftarkan diri dalam berbagai lomba lari baik di Jakarta maupun luar kota. Aviliani bahkan pernah mengumpulkan 52 medali dalam setahun. Artinya, nyaris tiap pekan, ia berada di garis start. 

Dari jalanan Car Free Day di Jakarta, trek Stadion Gelora Bung Karno, hingga lintasan maraton di Chicago, Aviliani kini menjadi pelari marathon yang sanggup menyelesaikan 42 kilometer di usia senjanya. 

Aviliani di tengah sesi latihan di Jakarta, Juli 2025 (dok.pribadi)

Trail run

Aviliani juga selalu menyelipkan trail run dalam agendanya. Dalam setahun, ia bisa mengikuti dua hingga tiga lomba lintas alam di berbagai daerah. Seperti, Siksorogo di dekat Solok, jalur menurun menuju Telaga Sunyi di Baturaden, hingga kawasan pegunungan di Sentul.

“Kalau trail itu lebih seru. Pemandangannya indah, udaranya bersih. Lari turunan juga rasanya beda,” ujar Aviliani. 

Trail run memberinya sensasi yang kontras dengan maraton kota. Jalur menanjak tak menuntut kecepatan, sementara pemandangan dan udara segar menjadi hadiah di setiap langkah.

Ia pernah pula berlari di Tahura di Bandung, menghirup udara tipis di ketinggian, hingga melintasi Kawaratu dengan aroma belerang yang khas.

“Kalau pemandangannya bagus, sayang kalau nggak diabadikan,” ujarnya, seraya menambahkan beberapa momen ia unggah ke media sosial, sebagai kenangan sekaligus ajakan bagi orang lain untuk mencoba.

Sejak Januari, ia sudah memetakan kalender lomba bersama kelompoknya. Tiket lomba di kota-kota besar dibeli jauh hari, seringkali sekaligus memesan akomodasi. Perjalanan ke lomba pun menjadi pengalaman sosial, dari sesi carb loading malam sebelum lomba, hingga berbagi cerita pasca-finish di kafe terdekat. 

Bagi Aviliani, semua ini adalah bagian dari paket maraton yang membuatnya betah terus berlari. Kebiasaan ini membentuk rasa percaya diri. Aviliani merasa tetap bugar di usia 64 tahun, bahkan lebih berenergi dibanding sebelum aktif berlari. 

“Olahraga ini baginya bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi cara menjaga kesehatan, pikiran, dan semangat hidup. Sekarang ini udah jadi kebiasaan hidup. Kalau Sabtu-Minggu, pasti lari atau trail. Nggak ada waktu kosong,” ujar Avi.

Jogging santai Retno Marsudi 

Selain Aviliani, sederet pejabat juga banyak yang rajin berlari. Salah satunya Retno Marsudi, mantan Menteri Luar Negeri di era Pemerintahan Jokowi. 

Di usianya yang tidak muda lagi, dan kegiatan padat merayap, Retno tak pernah meninggalkan olahraga. Di mana pun, kapan pun, ia selalu menyisihkan waktu buat menggerakan tubuhnya.

Dalam beberapa postingan di akun Instagramnya, Retno kerap memperlihatkan kegiatannya olahraga jogging di sela pekerjaan yang menuntut kesiapan yang tinggi.

Namun, meski saat jadwalnya full, ia ternyata juga masih mencari celah buat berlari. Ketika masih  bertugas di Amerika Serikat misalnya, karena jadwal pertemuan kerap dimulai sangat pagi ia pun memilih berlari sebelum matahari terbit. 

”Tak ada pilihan lain, setelah subuh, langsung olahraga jogging,” kata Retno, yang saat ini menjabat Komisaris Independen PT Vale Indonesia Tbk.

Bahkan, olahraga tak boleh ditinggalkan, meski itu saat cuaca tak bersahabat, Retno tetap meluangkan waktu untuk jogging. Kondisi hujan pernah diterabas. ”Olahraga harus tetap on, tapi ya harus pakai ponco,” kenangnya.

Mereka ini adalah contoh profesional yang sudah berumur, namun tetap mengedepankan disiplin untuk berolahraga.

Rutinitas jogging mantan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Depok, (13/6/2026) (dok.pribadi)

Investasi jangka panjang

Aviliani melihat olahraga lari sebagai investasi jangka panjang untuk kesehatan dan kebahagiaan. 

“Kalau sudah umur segini, kita harus tetap aktif. Banyak orang berhenti bergerak dan akhirnya cepat sakit,” ujarnya.

Ia tidak menargetkan rekor atau podium. Setiap langkah adalah bentuk perlawanan terhadap penurunan alami tubuh. Lari memberinya ruang untuk bernapas lebih dalam, berpikir lebih jernih, dan merasa terhubung dengan orang-orang yang berbagi semangat serupa.

Pengalaman itu membuatnya kerap menjadi inspirasi bagi pelari yang jauh lebih muda. Di lintasan, ia tak jarang melewati peserta usia 30-an yang menyerah sebelum finish. 

“Rasanya senang kalau bisa memotivasi orang. Usia itu bukan alasan. Kalau punya target dan disiplin, semua bisa tercapai,” katanya.

“Rasanya senang kalau bisa memotivasi orang. Usia itu bukan alasan. Kalau punya target dan disiplin, semua bisa tercapai,” katanya.

Tren orang sibuk yang tetap berolahraga menunjukkan adanya pergeseran kesadaran akan pentingnya kesehatan di tengah kesibukan. 

Orang-orang mulai mencari cara untuk menyisipkan aktivitas fisik dalam jadwal padat mereka – baik dengan olahraga ringan di kantor, memanfaatkan waktu istirahat untuk bergerak, atau berolahraga di pagi hari sebelum memulai aktivitas. 

Pengalaman mengikuti lomba lari di berbagai kota dan alam terbuka juga mengajarkan hal-hal yang sederhana tapi berharga. Yaitu, menghargai tubuh sendiri, menikmati proses, dan menerima bahwa setiap garis finish adalah awal dari perjalanan berikutnya.