Kunjungan wisatawan baik domestik dan mancanegara terus bertumbuh. Belanja wisatawan pun meningkat. Dampaknya, ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam rapat kerja (raker) Komisi VII DPR dengan Kementerian Pariwisata, Senin (17/11/2025), Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan kinerja pariwisata sepanjang 2025 menunjukkan tren pemulihan yang menguat dengan peningkatan kunjungan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara (wisman).
Menurutnya, pola pergerakan wisatawan terus meningkat seiring perbaikan akses serta berkembangnya aktivitas pariwisata di berbagai daerah. Dalam paparannya, Widiyanti menjelaskan belanja wisatawan menunjukkan tren positif.
“Rata-rata pengeluaran wisman sudah mencapai USD 1.297 dan ini melampaui target kami di tahun ini yaitu USD 1.220,” katanya. Belanja yang meningkat ini turut mendorong pencapaian devisa pariwisata yang mencapai USD 8,2 miliar hingga kuartal kedua 2025, dengan proyeksi akhir tahun di kisaran USD 18 miliar.
Widiyanti juga menyoroti kontribusi pariwisata terhadap perekonomian nasional. “Kontribusi pariwisata terhadap PDB berada di 3,97% menurut BPS, sedangkan estimasi Bank Mandiri berada di 4,9%,” katanya.
Dia menambahkan sektor ini telah menyerap 25,88 juta tenaga kerja, yang menunjukkan peran strategis pariwisata dalam memperkuat fondasi ekonomi Indonesia.
Sejumlah program unggulan disiapkan untuk memperkuat daya saing pariwisata pada tahun berikutnya. Widiyanti memaparkan perkembangan Karisma Event Nusantara yang telah menyelesaikan 95 dari 110 agenda tahun ini, serta pengembangan gourmet tourism, wellness tourism, dan inisiatif Tourism 5.0 berbasis kecerdasan buatan.
Program-program itu, lanjutnya, diarahkan untuk mendorong pertumbuhan pariwisata yang lebih berkualitas dan merata di berbagai daerah.
Untuk target tahun 2026, pihaknya memproyeksikan tingkat kunjungan wisman berada di antara 16 juta-17,6 juta orang dengan potensi devisa pariwisata sebesar USD 22 miliar sampai 24,7 miliar.
Adapun belanja wisatawan ditargetkan berada pada kisaran USD1.372 sampai USD1.404 per kedatangan. Selain itu, Indonesia ditargetkan masuk ke dalam Top 20 dalam Travel and Tourism Development Index atau TTDI.
Melengkapi paparan Widiyanti, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Enik Ermawati menegaskan pengembangan desa wisata masih menjadi fokus utama kementerian. Pendampingan saat ini diprioritaskan pada pemenang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024 melalui sertifikasi, pelatihan manajerial dan ekonomi kreatif, serta kolaborasi dengan berbagai mitra. Ni Luh menambahkan program ini akan diperluas tahun depan agar desa wisata semakin siap mendukung pariwisata berkualitas. “Pendampingan desa wisata ini tidak berhenti di 2025, tetapi akan berlanjut di 2026 mencakup seluruh kedeputian,” ujarnya.
Berbagai masukan
Menanggapi paparan pemerintah, Anggota Komisi VII DPR Banyu Biru Djarot mengapresiasi promosi internasional yang telah dilakukan hingga tingkat global, namun menegaskan keberhasilan pariwisata tetap bergantung pada ketersediaan akses yang merata.
Dengan 96,3% pelaku pariwisata berasal dari UMKM, dia menilai infrastruktur menjadi persoalan paling mendesak. “Yang dibutuhkan itu akses,” ujar legislator asal Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) ini.
Banyu juga menyoroti inovasi pembayaran non tunai seperti tourist travel pack yang diujicobakan di Bandara Ngurah Rai dan dinilai dapat meningkatkan kenyamanan wisatawan.
Menurutnya digitalisasi tidak boleh berhenti pada destinasi yang sudah mapan. Keberhasilan transformasi pariwisata harus disertai pemerataan fasilitas dasar dan konektivitas agar manfaat ekonomi benar-benar dirasakan pelaku UMKM di berbagai daerah.
Sementara itu, legislator asal partai Nasional Demokrat (Nasdem) Samuel Wattimena, menyoroti konsistensi program unggulan kementerian, terutama Gerakan Wisata Bersih yang tidak lagi tercantum dalam rencana 2026.
Dia menilai persoalan kebersihan masih menjadi pekerjaan besar dan belum dipahami dengan baik oleh dinas pariwisata di daerah. “Mereka enggak ngerti, gimana sih standar kebersihan itu seperti apa?” ujarnya.
Samuel juga menekankan pentingnya memanfaatkan potensi experience economy dari ribuan desa wisata di seluruh Indonesia. Menurutnya, setiap wilayah memiliki pengalaman budaya yang unik, mulai dari lanskap hingga kuliner dan tradisi, namun belum dikembangkan secara merata. Dia mendorong kementerian memperkuat komunikasi dengan pemerintah daerah agar pengembangan desa wisata dapat berjalan sinergis dan menghasilkan standar layanan yang lebih baik.
Baca juga:

Di sisi lain, Eva Monalisa menyoroti kesenjangan antara target wisatawan 2026 dan kesiapan amenitas dasar di banyak destinasi. Dia mengapresiasi capaian kementerian tetapi menilai fasilitas seperti toilet dan tempat sampah masih belum sesuai standar Cleanliness, Health, Safety, dan Environmental Sustainability atau CHSE.
Wakil Ketua Komisi VII Evita Nursanty menekankan peningkatan pariwisata harus dibarengi kualitas layanan yang terukur. Indonesia perlu memiliki sistem pemantauan yang kuat agar kebijakan promosi dan pengembangan destinasi dapat dievaluasi secara objektif. “Kita mesti punya tourism dashboard seperti Thailand dan Vietnam, sehingga dampak promosi, jumlah wisatawan, hingga kontribusi UMKM bisa terlihat jelas dan real time,” pungkasnya.
Proyeksi ke depan
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan kunjungan wistawan pada 2025 mencapai 16,0 juta kunjungan tumbuh 15,5% YoY. Sedangkan occupancy rate hotel pada 2025 secara nasional rata-rata mencapai 49,12%.
Pihaknya melihat kinerja sektor pariwisata pada 2025 akan dihadapkan pada sejumlah tantangan terutama dari pemangkasan anggaran rapat dan perjalanan dinas meskipun sudah diberikan relaksasi agar kegiatan rapat dan perjalanan dinas pemerintah tidak dilakukan secara berlebihan.
Katalis positif yang dapat mendorong kinerja pariwisata yaitu liburan akhir tahun 2025. Sebelumnya, periode libur sekolah pada Juni-Juli, liburan musim panas untuk wisatawan mancanegara pada bulan Juli–Agustus, dan juga libur cuti bersama telah meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara yang berdampak pada meningkatnya occupancy rate. •
Namun, menurut Asmo, faktor risiko dari sisi global adalah ketidakpastian ekonomi akibat konflik geopolitik global dan perang dagang antara Amerika dengan Tiongkok dan negara-negara lain, yang dapat menekan pertumbuhan ekonomi global.
Akibatnya, wisatawan lebih memilih mengalokasikan uangnya untuk berjaga-jaga. Sementara itu, faktor risiko dari sisi domestik adalah pemotongan anggaran belanja rapat dan perjalanan dinas yang dapat menurunkan kegiatan MICE.