Wawancara Khusus dengan Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan
Bicara mengenai serapan tenaga kerja, industri padat karya adalah kunci untuk menyerap pengangguran. Demi bertahan dari ketidakpastian ekonomi dunia saat ini, pemerintah punya beberapa program flagship yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja.
Program-program itu berupa stimulus ekonomi, ada pula program akselerasi dari program-program yang yang sudah ada. “Itu kita harapkan lagi bisa mendorong pertumbuhan, kemudian juga bisa menyerap tenaga kerja. Jadi peran pemerintah di situ, dengan stimulus pertumbuhan,” kata Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan.
Menurut Ferry, dengan memberi stimulus dan insentif, pemerintah berusaha menjaga daya beli masyarakat. Jika daya belinya tetap tumbuh, maka industri juga akan bergerak. Karenanya, pabrik manufaktur hingga properti yang banyak menyerap tenaga kerja harus mendapatkan bantuan.
Buat UMKM, sudah ada insentif seperti PPh Pasal 21 yang bisa meringankan beban perusahaan dan mengangkat daya beli pekerja. Diperkirakan akan ada 1,7 juta tenaga kerja yang bisa memanfaatkan insentif ini. Pemerintah juga mulai memberikan insentif ke sektor jasa, seperti perhotelan, restoran, dan kafe (horeka).

Tak ketinggalan juga pemberian insentif ke sektor pariwisata. “Nanti di periode pertengahan Desember sampai pertengahan Januari. Karena tourism itu banyak juga menyerap tenaga kerja,” kata Ferry.
Untuk mengetahui lebih jauh soal dampak dan latar belakang penyusunan kebijakan insentif di sektor industri padat karya ini, SUAR berbincang panjang dengan Ferry di kantornya, Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (16/9) lalu. Petikannya:
Banyak insentif dan stimulus diberikan buat perusahaan dan pekerja di sektor padat karya, tapi bagaimana bisa membuat investasi di sektor ini juga ikut tumbuh?
Salah satu untuk (menarik) investasi, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2025 (tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko). Dengan PP ini perizinan bisa lebih pasti. Jadi, dalam waktu tertentu kalau izin itu jadi dikeluarkan maka by default dia sudah disetujui.
Ini penting, karena kalau kita lihat dari yang tadi pipeline itu yang kita monitor, yang bisa mencapai 100.000 tenaga kerja itu ada banyak sektor perizinan. Jadi yang kita harapkan dengan PP 28 bisa efektif di Oktober itu, membantu kita untuk mempercepat proses perizinan.
Lalu, apa strateginya supaya berbagai insentif yang sudah diluncurkan ini efektif? Bukan hanya menahan laju PHK tapi mendorong penciptaan lapangan kerja.
Yang mengenai PHK, sudah dirilis oleh Pak Mensesneg. Ada dua kebijakan. Pertama, Dewan Kesejahteraan Buruh. Kedua adalah Satgas PHK. Itu kita harapkan bisa mengatasi isu itu. Sambil simultan kita menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan baru. Kan PHK itu bisa kita kurangi dengan menyerap tenaga kerja yang ada.
Iya, tapi dari industri padat karya juga sedang lesu makanya terjadi PHK…
Makanya tadi kan kita punya berbagai stimulus itu. Kita aware dengan itu, makanya kebijakan ini kita lakukan. Termasuk juga kalau ada kendala di satu sektor, kita bisa juga optimalkan di sektor yang lainnya. Makanya kemudian ada beberapa program yang ada di pemerintah yang kita harapkan bisa juga menyerap tenaga kerja.
Jadi, ada kendala di satu sektor, sektor itu kita perbaiki. Tapi di sisi lain, sektor-sektor lain yang kita lihat punya potensi juga itu yang kita gerakkan. Itu esensi dari kebijakan yang kemarin.

Beberapa kebijakan ini baru berlaku di tahun depan, ya?
Betul, tapi jangan dilihat yang satu sisi saja. Makanya saya kasih gambaran lengkap biar bisa melihat dengan utuh. Ada stimulus jangka pendek, ada jangka menengah, ada yang jangka panjang. Ini sebenarnya untuk mengatasi isu PHK.
Penyebab permasalahan itu enggak cuma satu sisi. Ada jangka pendek itu bentuknya stimulus, ada jangka menengah itu yang daya saing tadi, ya, seperti PP 28 tahun 2025, Revisi Permendag 8 juga memberikan akses pasar. Itu satu paket. Jadi jangan dilihat cuma satu sisi.
Apa kriteria sebuah stimulus ditargetkan untuk jangka pendek?
Ada stimulus untuk Q1, stimulus untuk Q2. Termasuk PPh 21 itu masuk jangka pendek. Di Q1 sudah kita berikan, yang padat karya tadi. Nah, ini yang terakhir, yang diluncurkan Pak Menko, soal magang untuk lulusan perguruan tinggi.
Biasanya sesuai siklus, seperti September dan Oktober, di mana di situ banyak yang baru lulus. Kita siapkan programnya. Target kita di program ini sebanyak
Akan berjalan efektif pada Oktober?
Iya, karena anggarannya sudah disiapkan di 2025. Jadi 3 bulan di 2025 dulu, nanti lanjut lagi di 2026. Evaluasi per tiga bulan.
Banyak pengusaha mengeluhkan insentif seperti ini dampak langsung ke industrinya terbatas
Seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri waktu preskon. Jadi, di samping berbagai paket kebijakan, kita ada bentuk Tim Akselerasi Program Prioritas Pemerintah. Jadi program ini selalu dimonitor. Kemudian untuk yang industri, itu ada prosedur debottlenecking.
Pak Menteri Keuangan bilang, mereka juga akan terima pengaduan. Permasalahannya seperti apa, nanti akan dibahas juga. Itu harapannya bisa membantu sektor industri.
Pemerintah juga membuat program untuk melindungi para pekerja informal seperti ojek daring?

Oh, ya, tenaga kerja seperti ojol, ojek pangkalan, supir, kurir logistik, ini juga kita berikan diskon JKK dan JKM. Ini bantu juga untuk sisi pekerja maupun sisi industri sebenarnya. Karena sebagiannya juga dibayar oleh industri.
Terus (proyek infrastruktur) padat karya kita siapin juga sebagai buffer, ya. Buat pekerja harian tunai. Yang ada di Kementerian Perhubungan maupun di Kementerian Pekerjaan Umum.
Jadi, ini sifatnya memfasilitasi dan memberikan apa yang dibutuhkan, bukan menciptakan hal baru?
Iya betul, tapi beberapa hal seperti di Koperasi Merah Putih itu ada yang baru. Memang, kalau replanting di perkebunan rakyat ini based on yang sudah ada. Tapi kita improve.
Di sawit, misalnya, ada kendala pohon-pohon kita itu sudah tua. Sehingga kapasitas untuk memproduksinya lebih rendah. Ini kita improve dengan replanting ini.
Begitu pula komoditas yang lain. Ada tebu, ada kakao, ada kelapa, ada kopi, ada mete, ada lada. Jadi sudah ada. Kita harapkan program penanaman kembali seluas 870 ribu hektare dan lapangan kerja yang terbuka itu sebesar 1,6 juta 2 tahun. Itu yang kita harapkan.
Ada kebijakan buat sektor perikanan?
Untuk nelayan juga ada modernisasi kapal. Jadi sudah ada seribu kapal nelayan yang melalui Koperasi Merah Putih mengakses program ini. Kan kendala di kita untuk nelayan adalah kapalnya kapal kayu. Kapal itu bisa untuk melaut jarak dekat, tapi untuk jarak jauh bisa enggak? Sementara kalau kapal yang dari luar itu kapalnya udah modern gitu. Makanya dari profiling yang ada salah satu hal yang kita identifikasi adalah bagaimana kita bisa melengkapi nelayan-nelayan kita itu dengan kapal yang lebih modern.
Makanya muncul tadi modernisasi kapal nelayan itu ada 1.582. Sebanyak 582 dikelola oleh BUMN. Itu based on identifikasi kita bahwa salah satu kendala di kita adalah kapal yang sederhana. Jadi, dengan ini kita harapkan bisa lebih modern, dia bisa menangkap ikan lebih banyak gitu ya, kemudian jangkauan juga bisa lebih luas.
Program insentif ini melibatkan banyak institusi, bagaimana memastikan koordinasinya berjalan baik?
Sudah disampaikan oleh Pak Menko juga, ada Tim Akselerasi Program Prioritas. Ada Pak Menko Ekonomi, ada Pak Menko Pangan gitu ya. Wakilnya siapa? Menteri Keuangan, Menteri Investasi, Menteri PPN Bappenas. Di bawahnya tadi kementerian-kementerian lembaga yang punya atau yang terkait dengan program tersebut. Jadi ini yang kita harapkan bisa ketemu reguler, kemudian koordinasi lintas sektor, ada di monitoring, evaluasi, maupun debottlenecking tadi.
Pengusaha juga mengeluhkan daya saing rendah karena praktik dumping. Langkah konkret yang sedang disiapkan?
Pertama di Permendag 8 tahun 2025, yang kita permudah itu yang bahan baku dan bahan penolong, bukan semuanya. Bukan di produk akhirnya. Kan ada bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir. Yang di revisi Permendag 8 itu untuk bahan baku dan bahan penolong. Jadi tekstil ini sebetulnya tetap kita jagain.
Lalu, seperti yang sudah pernah disampaikan oleh Bu Sri Mulyani, kita punya tim tarif. Itu juga kita improve, soal bea masuk anti-dumping. Itu tata kelolanya kita perbaiki sehingga misalnya ada aduan bisa segera kita respons. Jadi revisi Permendag 8, yang turunannya ada di nomor 16 sampai 21.
Dari segi regulasi, yang dibuka keran impornya hanya bahan-bahan tertentu, ya?
Betul. Jadi di revisi Permendag 8 ini yang kita buka adalah yang bahan-bahan memang kita harapkan bisa membantu industri untuk beroperasi. Bahan baku, bahan penunjang, dan produk yang berdaya saing gitu, ya. Dibuat lebih spesifik per komoditi. Nomor 16 itu kebijakan umumnya, nanti turunan untuk komoditinya di nomor 17 sampai 24, per kode HS. Jadi tidak seperti sebelumnya.
Bagaimana pemerintah melibatkan UMKM dalam perdagangan dengan Uni Eropa?
Di Kemendag itu sudah ada UMKM GoExport gitu, ya. Kita bina di situ. Jadi gini, kalau bicara UMKM, misalnya, itu ada namanya program UMKM Naik Kelas. Jadi yang domestik itu kita bina, kita kasih akses fasilitas pembiayaannya di KUR.
Kemudian kita punya juga program LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor), itu juga membantu memfasilitasi pembiayaan UMKM kita. Jadi kita memang pengin dorong semua pelaku usaha punya kesempatan melakukan ekspor. Karena kita harapkan itu yang nanti jadi penggerak ekonomi kita ke depan.
Dalam syarat dan skema yang ditetapkan dalam KIPK, justru yang lebih mudah untuk mengakses program itu adalah perusahaan yang sudah besar?
Terkait fasilitas pinjaman lunak, seperti KUR misalnya, itu ada beberapa jenjang. Satu yang super mikro, itu yang di bawah Rp 10 juta, maksudnya UMKM. Kemudian di mikro, jadi atas Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta. Rata-rata itu Rp 50 juta per kredit gitu, ya. Itu juga pasti UMKM. Dari situ kita harapkan mereka naik kelas. Di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta, itu yang namanya KUR Kecil.
Nah, kalau lihat lagi kelanjutannya, yang KIPK misalnya, KIPK itu kan yang di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 miliar. Itu yang bisa akses yang skalanya sudah di atas KUR kecil. Karena emang ide kita untuk mengawal isu permesinan, jadi dari sisi skala UMKM-nya, itu kita arahkan juga bahwa yang bisa dikover di skema ini hanya untuk pembelian mesin dan modal kerja yang mem-backup mesin tadi.
Kemudian yang lain juga kalau kita lihat perumahan, misalnya, itu kan di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar, tapi dia bisa mengakses 4 kali dan bisa revolving, atau maksimal Rp 20 miliar. Jadi semua itu ada segmennya.
Program KIPK sudah berjalan sampai mana?
KIPK kita masih terus sosialisasi, tadi secara legal itu sudah lengkap semua. Ada Permenkonya, ada Permenperinnya, ada Permenkeu untuk subsidinya. Yang kita lakukan sekarang adalah sosialisasikan ke masyarakat. Jadi kami kemarin misalnya di Jabar. Kenapa di Jabar? Karena industri padat karya kita itu mostly di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.
Jadi Jabar sudah, kemudian Jawa Tengah juga sudah dengan Pak Wakil Gubernur, mungkin nanti next-nya Jawa Timur. Baru rilis juga, jadi perlu waktu. Beda dengan KUR yang sudah familier.
Sejauh ini untuk KUR ada kendala seperti kredit macet?
KUR ada. Tapi NPL-nya itu masih di bawah nasional, masih kira-kira 2 persenan. Karena kalau misalnya lebih dari 5%, kita pasti sudah berhentikan.
Untuk KIPK masih berproses. Tapi sejauh yang saya lihat sewaktu saya kunjungan ke furnitur, mereka antusias, kok. Saya lihat memang mereka punya kebutuhan untuk improve mesin. Kemudian kemarin saya visit juga di makanan & minuman. Mereka juga butuh untuk improve kapasitas dari mesinnya. So far sih kalau saya visit itu responnya cukup bagus.