Lewat Live Shopping, Fikri Sukses Membesarkan Brand Zenitha

Zenitha, sebuah merek pakaian muslim kini berhasil berkembang menjadi Top UMKM. Bagaimana kisah suksesnya?

Lewat Live Shopping, Fikri Sukses Membesarkan Brand Zenitha
Pemilik usaha pakaian muslim Zenitha di gudang tokonya di Pulo Gebang, Jakarta Timur, Jumat siang (17/10/2025), Foto: Harits Arrazie / SUAR.
Daftar Isi

Tumpukan pakaian yang dikemas plastik transparan tampak memenuhi berbagai sisi ruangan. Seorang karyawan sibuk menyusun, memilah, dan menghitung jumlahnya.

Sementara, karyawan lainnya berdiri menghadap HP yang dipasang di tripod. Lalu, dengan tangkas ia menawarkan produk dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan penonton.

“Lagi live di Shopee,” ujar Riansyah Fikri.

Dia adalah pemilik usaha pakaian muslim Zenitha, sebuah brand pakaian muslim yang sedang digemari di layanan e-commerce. Berlokasi di Pulo Gebang, Jakarta Timur, Fikri menyulap rumahnya jadi gudang sekaligus kantor operasional Zenitha.

Dalam wawancara dengan Tim SUAR pada Jumat (17/10/2025), pandangan Fikri tak luput dari data penjualan yang terpampang di layar komputernya.  “Hari ini sudah laku 60-an pieces,” katanya.

Menariknya, apa yang Fikri tekuni saat ini justru bertolak belakang dengan bidang yang dia pelajari semasa kuliah. Pria kelahiran Bandung, tahun 1995, ini menamatkan studi di Teknik Material, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung. 

Kendati begitu, berdagang bukanlah hal yang asing bagi Fikri. Kedua orangtuanya sempat menjadi pengusaha pakaian. Sewaktu kuliah, dia bersama seorang kawan juga sempat menjajakan kaus. Bersama kedua orangtuanya, Fikri juga sempat membuka usaha bakso. 

“Jadi saya memang sudah akrab dengan berdagang,” katanya.

Setelah lulus kuliah, Fikri bekerja sebagai maintenance engineer di perusahaan bahan baku cat milik Singapura di Bitung, Tangerang. Tapi dia hanya menekuni pekerjaan itu selama satu tahun. Keinginannya lebih besar untuk menjadi pedagang, profesi yang dia inginkan sejak dulu. 

Fikri kemudian memulai merintis usahanya sendiri. Mengikuti kedua orangtuanya, Fikri berjualan pakaian muslim.

Dia membuat 6 brand dan menjualnya melalui distributor atau reseller. Waktu itu, Fikri mengaku belum menjajakan produknya melalui market place karena sudah menangguk keuntungan yang cukup besar dari reseller.

Berkah pandemi

Namun, pada 2020, Covid merebak. Usaha Fikri ikut terdampak. Nyaris bangkrut. Beruntung, Fikri tidak kehabisan akal. Dia merintis usaha sampingan berjualan madu.

Usaha inilah yang menopang keberlangsungan bisnis pakaiannya. Setelah 3 tahun, Fikri kembali menyeriusi usaha pakaian muslim. Dia menggabungkan seluruh brand ke dalam satu nama produk: Zenitha. Nama itu dia ambil dari brand pakaian muslim yang dijalankan orangtuanya.

Selain terdengar estetik, kata Zenitha diambil dari kata zenith yang artinya puncak.

"Harapannya brand ini bisa ada di puncak kesuksesan," harap Fikri.

Setelah seluruh brand disatukan di bawah nama Zenitha, Fikri mulai menata ulang arah usahanya. Dia tidak membuka kembali toko fisik dan beralih sepenuhnya ke penjualan online. Sejak 2020, dua kanal utama yang ia kelola adalah Shopee dan TikTok, dengan Shopee menjadi pasar terkuat bagi produk Zenitha.

“Jadi waktu pandemi, semua brand pakaian saya dan orangtua lesu. Ketika perlahan bangkit lagi, saya putuskan satu saja, di bawah satu nama yang sama. Saya pilih nama brand punya orangtua saya,” katanya. 

Seorang karyawan menjajakan busana muslim Zenitha dalam fitur live di berbagai platform marketplace, Jumat (17/10/2025). Foto: Tim SUAR/Harits Arrazie.

Titik balik

Perubahan besar terjadi pada awal 2023, ketika berbagai marketplace meluncurkan fitur live. Dia segera memanfaatkan fitur itu untuk mendorong penjualan yang sempat merosot. Dalam waktu singkat, siaran langsung menjadi ujung tombak promosi Zenitha di berbagai platform marketplace.

Momentum Ramadan kemudian menjadi titik balik penting. Fikri menyiapkan stok jauh-jauh hari, bahkan rela menghabiskan waktu demi menjaga ritme siaran langsung.

“Waktu Ramadan saya bisa live dari jam dua belas malam sampai subuh, terus tidur di sofa, bangun jam delapan pagi, lanjut kerja lagi,” ujarnya sambil tertawa.

Selama Ramadan, Zenitha dapat menjual 300 sampai 700-an potong pakaian setiap harinya. 

Dari tahun ke tahun, grafik penjualan Zenitha terus menanjak. Fikri mencatat kenaikan hingga 500% dari 2022 ke 2023, dan kembali naik berlipat pada 2024 dengan penjualan puluhan ribu potong pakaian.

Menurutnya, performa itu tidak lepas dari keberanian beradaptasi dan kerja keras tanpa henti di tengah perubahan perilaku belanja masyarakat.

Selain mengandalkan live, Fikri memperkuat strategi digital lewat iklan berbayar di marketplace. Dia mengalokasikan sebagian besar keuntungan untuk promosi, mulai dari biaya kecil hingga akhirnya berani menggelontorkan dana besar. Dia meyakini pertumbuhan hanya bisa dicapai jika penjual berani memperluas jangkauan pasar secara aktif.

Investasi besar itu terbukti efektif. Setiap Ramadan, anggaran iklan Zenitha bisa mencapai ratusan juta rupiah dan menghasilkan omzet hingga miliaran.

“Asal tahu konversinya bagus, makin besar iklan, makin besar juga omzetnya,” kata Fikri seraya menambahkan iklan bukan sebagai beban, melainkan instrumen untuk mempercepat laju penjualan.

Kini, Zenitha memiliki lebih dari 55.000 pengikut di Shopee, dengan tim yang beranggotakan sekitar 30 orang di Jakarta dan Bandung.

Fikri menganggap kondisi ini sebagai langkah awal. Dia masih akan terus berupaya memperkuat promosi secara digital dan menambah lini produksi agar Zenitha tetap tumbuh di tengah persaingan pasar busana muslim yang makin ketat.

Seorang karyawan lainnya merapikan rak di dalam gudang Zenitha di Jakarta, Jumat (17/10/2025). Foto: Harits Arrazie / SUAR.

Penyeimbang hidup

Sebagai pedagang, Fikri nyaris tidak memiliki waktu kerja yang pasti. Sejak pagi dia sudah sibuk memantau penjualan dan mengkoordinasi tim. Siang hari diisi dengan merancang strategi baru agar penjualan terus meningkat, sementara malam, jika senggang, dia gunakan untuk siaran langsung di marketplace.

Fikri mengakui perlu punya distraksi di antara kesibukannya itu agar tidak stres karena tenggelam dalam pekerjaan. Salah satu yang membuatnya tenang adalah merawat kucing.

Dia merasa kegiatan sederhana itu bisa menenangkan pikirannya setelah seharian berhadapan dengan angka penjualan. Saat memberi makan atau bermain dengan kucing, pikirannya seolah berhenti sejenak dari urusan bisnis.

Kini Fikri memelihara tiga ekor kucing yang sudah dia rawat selama lima tahun. Jenisnya beragam, dan semuanya ia urus sendiri, mulai dari memberi makan hingga membersihkan kandang setiap hari.

Kucing liar yang diberi makan oleh Riyansyah Fikri di depan halaman rumahnya di Pulo Gebang, Jakarta, Jumat (17/10/2025). (Foto: Harits Arrazie/ Tim SUAR)

Di halaman rumahnya yang relatif jembar, Fikri menyediakan banyak tempat makanan kucing. Wajar bila banyak kucing liar di sekitaran rumahnya datang untuk mendapatkan makanan.

Bahkan, Fikri membawa toples makanan kucing ketika hendak pergi sholat Jumat di masjid yang hanya berjarak 200 meter dari rumahnya. 

“Di masjid banyak kucing juga, jadi bisa sekalian saya kasih makan,” katanya. 

Baginya, memberi makan kucing juga bagian dari merawat kehidupan. Dia percaya kebaikan kecil seperti itu bisa berbalik menjadi kelancaran dalam usahanya. “Kadang ngasih makan aja, jualannya hari itu langsung rame,” ujarnya.

Ke depannya Fikri berkeinginan membangun shelter kucing agar dapat menampung lebih banyak lagi kucing yang terlantar. 

Selain memelihara kucing, Fikri juga gemar berkendara dengan motor sport miliknya, Kawasaki ZX, yang dia beli setahun lalu.

Baginya, motor bukan hanya hobi, tapi juga bagian dari penampilan dan citra dirinya sebagai pengusaha muda. Dia menyukai motor karena tampilan dan sensasinya yang tenang saat dikendarai, bukan karena ingin memacu kecepatan.

Walau motornya tergolong kencang, Fikri mengaku jarang membawa motor dengan kecepatan lebih dari 70 kilometer per jam.

Dia tak tertarik ikut klub motor karena tak nyaman dengan kebiasaan kebut-kebutan dan modifikasi yang bisa menghabiskan banyak uang. Meski motor ZX itu kadang dia manfaatkan untuk membuat konten Zenitha di media sosial, Fikri menilai berkendara tetap menjadi caranya mengisi ulang energi setelah berjam-jam memikirkan strategi penjualan. 

“Motoran keliling kota itu bikin pikiran saya tenang,” ujarnya.