Sembari Menjaga Lingkungan, Kejar pula Keuntungan

Banyak perusahaan kini berlomba memenuhi target indikator Environment, Social, and Governance (ESG) dalam rangka memenuhi persyaratan keberlanjutan lingkungan oleh para investor dalam menjalankan bisnis.

Sembari Menjaga Lingkungan, Kejar pula Keuntungan
Foto oleh 金 运 / Unsplash
Daftar Isi

Banyak perusahaan kini berlomba memenuhi target indikator environment, social, and governance (ESG) demi memenuhi persyaratan keberlanjutan lingkungan dalam menjalankan bisnis. Langkah ini juga sejalan dengan tuntutan para investor.

Selain sejalan dengan upaya pemerintah untuk memenuhi target pengurangan emisi, hal ini sekaligus menjadi salah satu cara perusahaan untuk meningkatkan pendapatan.

Apalagi, Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kementerian Koordinator Pangan Nani Hendiarti menggambarkan kedaruratan Indonesia terhadap ancaman perubahan iklim semakin tinggi. Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, rentan menghadapi kenaikan permukaan air laut.

Nani memperkirakan, sekitar 2.000 pulau akan hilang sehingga mengancam hidup hampir 42 juta orang. Titik kerawanan tertinggi terletak di sebelah barat Pulau Jawa dan Papua Pegunungan.

"Sekitar 41% atau 7,7 juta hektare lahan pertanian kekeringan sebagai dampak El-Nino. Dan, perubahan fishing ground akibat migrasi ikan memengaruhi sektor kelautan dan perikanan," ujar Nani, memaparkan temuannya dalam acara Sustainability Action for Future Economy (SAFE) 2025, di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

CEO Katadata Metta Dharmasaputra menyerahkan brief Katadata ESG Index 2025 kepada Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kementerian Koordinator Pangan Nani Hendiarti dalam pembukaan Katadata SAFE 2025 di Jakarta, Rabu (10/09/2025). Foto: SUAR/Chris Wibisana.

Sebagai kementerian koordinator yang membawahi Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenko Pangan telah mengadopsi pendekatan nature-based solutions untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan menyebarluaskan budaya keberlanjutan.

Selama 11 bulan terakhir, menurut Nani, Kemenko Pangan telah menerbitkan regulasi dan terus mengawal mitigasi dampak perubahan iklim dengan contoh nyata. Antara lain, dengan memotori rehabilitasi 75.000 ha mangrove dan konservasi 400.000 ha mangrove di Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.

"Di antara negara-negara di dunia, Indonesia dikenal selalu memimpin dengan contoh, leading by example. Meski demikian, kami tidak bisa sendiri. Kita harus berkolaborasi, dengan langkah-langkah kecil pun tidak masalah, asalkan strategis sehingga menghasilkan dampak yang nyata," pungkas Nani.

Komite keberlanjutan

Di samping langkah-langkah besar seperti yang dikerjakan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup, dunia usaha dapat berkontribusi dengan mengejar pemenuhan target ESG dari setiap departemen atau divisi sebagai contoh untuk departemen atau divisi lain.

Dari langkah-langkah kecil itu, sebuah perusahaan dapat bertransformasi dan mengimplementasikan ESG secara berkesinambungan.

Presiden Institute for Sustainability and Agility Maria R. Ninditya Radyati memaparkan temuannya tentang perlunya menindaklanjuti langkah-langkah yang sudah dilakukan secara terpisah itu menjadi langkah terpadu.

"Terbukti jika ESG dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi dalam satu kerangka besar, dia dapat meningkatkan value of the firm, meningkatkan valuasi perusahaan secara signifikan. Jika dilaksanakan oleh satu-satu departemen, dampaknya tidak terlalu. Tapi jika kolaborasi ESG dilaksanakan oleh seluruh divisi dalam perusahaan akan membawa dampak nyata, tentunya di bawah pengawasan komite keberlanjutan (sustainability committee)," ucap Maria.

"Terbukti jika ESG dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi dalam satu kerangka besar, dia dapat meningkatkan value of the firm, meningkatkan valuasi perusahaan secara signifikan," kata Maria.

Sebagai contoh dari korporasi, Chandra Asri menghadirkan bukti-bukti ketepatan integrasi langkah ESG ke dalam roda bisnis perusahaan. Director of Legal, External Affairs, and Circular Economy Chandra Asri Edi Rivai menyatakan, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang kimia, melaksanakan ESG dalam perusahaannya bukanlah suatu komplementer, melainkan tuntutan. Ini karena investor pun semakin menuntut investasi mereka memenuhi kriteria aman dan berkelanjutan (safe and sustainable)

Menurut Edi, Chandra Asri telah memiliki struktur ESG yang kuat dengan kerangka yang bertujuan mengatur prioritas perusahaan dalam mengolah materialitas dengan indikator yang terukur secara ketat. "Dengan peta jalan dekarbonisasi yang menargetkan reduksi 31,89% intensitas emisi pada 2030, fokus kami adalah memberikan trust kepada pemegang saham dan investor lewat tindakan konkret. Jadi, bukan hanya menghasilkan laporan yang tebal di akhir tahun, tetapi benar-benar memberikan contoh yang baik," jelas Edi.

Langkah maju seperti yang telah dilakukan Chandra Asri memang tidak mudah. Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 Bursa Efek Indonesia Ignatius Denny Wicaksono menyatakan, tidak semua emiten dan perusahaan publik memiliki kapasitas untuk menunjuk chief sustainability officer (CSO) di perusahaan mereka. Namun, di lantai bursa, ada langkah yang juga BEI lakukan untuk mendorong implementasi ESG.

"IDX membantu evaluasi dan mengidentifikasi perusahaan yang telah memenuhi kriteria ESG dan tidak. Perusahaan yang memenuhi akan kami beri cap 'green' dan yang masih berjalan akan kami beri cap 'transition'. Dengan cara itu, investor di bursa dapat dengan cepat mengetahui perusahaan mana yang sudah memenuhi kriteria keberlanjutan dan yang belum," ungkap Denny.

Maria mengakui tantangan internal berupa kepemimpinan, mindset, dan modal manusia merupakan faktor terbesar yang membuat banyak perusahaan belum mampu mengintegrasikan indikator ESG dalam praktik bisnis mereka. Meski keinginan sudah ada, acapkali mereka tidak tahu harus memulai dari mana dan tidak mengetahui apa manfaat ESG untuk keuntungan perusahaan mereka.

"Penerapan ESG membutuhkan edukasi dan benchmarking, inspirasi, dan motivasi dari perusahaan lain. Langkah paling awal bisa dimulai dengan mempelajari indikator yang perlu dilaksanakan, lalu menetapkan target-setting setiap departemen dan memberikan insentif untuk departemen yang berhasil dan dapat menjadi contoh bagi yang lain," cetus Maria.

Reputasi naik, pendapatan bertambah

Pendampingan untuk perusahaan yang berkeinginan mengintegrasikan komponen ESG dalam praktik bisnis mereka merupakan salah satu agenda holding BUMN IDSurvey yang dibentuk pada April 2025 lalu. Direktur Utama IDSurvey Arisudono Soerono menjelaskan, konsep ESG merupakan salah satu pintu masuk tercepat untuk perusahaan dalam mempraktikkan bisnis hijau.

"Green business saat ini berkaitan dengan penciptaan nilai (value creation) untuk perusahaan. Investor semakin mencari perusahaan yang mampu memenuhi regulasi keberlanjutan, memiliki biaya operasional yang efisien, serta memiliki reputasi brand yang terasosiasi dengan kontribusi terhadap lingkungan," ujar Ari.

Perdagangan karbon (carbon trading), salah satunya. Dengan melakukan transaksi di pasar karbon, beberapa perusahaan klien IDSurvey telah berhasil memperluas pasar mereka, yang ternyata membuka sumber pendapatan baru melalui akses green financing atau pembiayaan hijau.

Sebuah perusahaan geotermal berhasil mengikuti initial carbon unit sale di IDXCarbon dengan verifikasi dan validasi IDSurvey, menciptakan brand sebagai sumber energi masa depan, dan meningkatkan nilai tambahnya di lantai bursa. Contoh lain, sebuah perusahaan sawit yang memanfaatkan limbah cair sawit menjadi bahan bakar berhasil memperoleh carbon credit yang signifikan di pasar perdagangan karbon dengan reputasi yang cemerlang.

"Limbah yang dahulu menjadi beban, sekarang menjadi peluang revenue. Ini menunjukkan bahwa ESG bukan hanya tren, melainkan katalisator untuk perusahaan Anda memenuhi standar internasional. Kita berada di titik balik sejarah, jadi mari kita bangun perusahaan yang tidak hanya maju dan berkembang, tetapi juga lestari dan berkelanjutan," pungkas Ari.

"Limbah yang dahulu menjadi beban, sekarang menjadi peluang revenue. Ini menunjukkan bahwa ESG bukan hanya tren, melainkan katalisator untuk perusahaan Anda memenuhi standar internasional," ujar Ari.

Salah satu perusahaa yang menonjol dalam menegaskan komitmennya dalam menjaga ketahanan energi nasional adalah PT Pertamina (Persero).

Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza memaparkan sejumlah langkah strategis Pertamina dalam mewujudkan transisi energi berkelanjutan dengan mengusung konsep dual growth strategy yang berfokus pada dua hal. Yakni, memperkuat bisnis eksisting dan mengurangi impor energi demi memperkuat ketahanan nasional, serta mengembangkan bisnis energi rendah karbon.

“Di satu sisi Pertamina ingin impor berkurang, sehingga ketahanan energi semakin kuat dengan memaksimalkan bisnis eksisting seperti produksi migas, produksi dan distribusi BBM, LPG, dan sebagainya. Di sisi lain, kami mengembangkan bisnis rendah karbon untuk menjawab kebutuhan global dalam menekan emisi,” jelas Oki.

Guna mewujudkan hal itu, lanjutnya, Pertamina menggulirkan 10 Sustainability Focus. Mulai dari pengurangan emisi, perlindungan lingkungan, pengembangan teknologi hijau, hingga inovasi menuju ekonomi hijau.

Lebih lanjut Oki menuturkan, inovasi yang digulirkan, di antaranya:

  • Memproduksi bahan bakar ramah lingkungan. Pertamax Green 95, yakni bahan bakar ramah lingkungan dengan nilai oktan tinggi dan kandungan sulfur rendah. Produk ini dihasilkan melalui pencampuran bensin dengan bioetanol. Saat ini Pertamax Green tersedia di 160 SPBU yang ada di Pulau Jawa.
  • Pertamina juga tengah mengembangkan sustainable aviation fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat terbang berbahan nabati. Menurutnya. Indonesia berpotensi menjadi hub SAF di kawasan Asia.
  • Pertamina juga menargetkan pembangunan kilang hijau yang dapat memproduksi SAF hingga 100 persen, dan diharapkan menjadi pemasok utama SAF bagi negara lain. “Salah satu bahan baku yang kami gunakan adalah minyak goreng bekas atau used cooking oil (UCO), yang kemudian diproses di kilang Pertamina seperti Cilacap,” jelas Oki.
  • Pertamina juga terus mengembangkan biodiesel B40 berbasis minyak sawit.
  • Mengembangkan renewable diesel yang lebih stabil dan bebas sulfur, sehingga bisa menjadi energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi baru.
  • Mengembangkan listrik hijau dari panas bumi (geotermal), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan biogas. Kapasitas terpasang panas bumi Pertamina saat ini mencapai 727 MW, dan ditargetkan akan double capacity pada 2030.
  • Menyiapkan proyek green hydrogen berbasis energi panas bumi melalui elektrolisis air. Di mana saat ini sudah terpetakan potensi klaster hidrogen di Sumatra, Sulawesi, dan Jawa.
  • Mengembangkan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) untuk menekan emisi dari operasi migas. Salah satu proyek potensial ada di Asri Basin, Laut Jawa, dengan kapasitas penyimpanan lebih dari 1 gigaton.

"Seluruh langkah ini tidak hanya ditujukan untuk mengurangi emisi global, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional dengan mengurangi impor, membuka lapangan kerja, serta menciptakan ekosistem energi hijau di Indonesia," ujar Oki.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menambahkan, Pertamina berkomitmen mengembangkan energi hijau di Tanah Air untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan swasembada energi. Dengan berkembangnya energi alternatif ini, masyarakat memiliki beragam sumber energi untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya.

Pertamina berkomitmen mengembangkan energi hijau di Tanah Air untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan swasembada energi. Dengan berkembangnya energi alternatif ini, masyarakat memiliki beragam sumber energi untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya.

"Sebagai perusahaan energi nasional, Pertamina mengambil langkah besar untuk terus berinovasi dan mengembangkan berbagai sumber energi baru terbarukan, yang berdampak positif bagi lingkungan serta menggerakan perekonomian nasional," jelas Fadjar

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional