Cita-cita pemerintah untuk mencapai kedaulatan energi salah satunya hendak diwujudkan melalui keinginan untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak 1 juta barel minyak per hari pada 2030. Ini menjadi tantangan mengingat produksi minyak nasional justru alami penurunan setiap tahunnya. Untuk meningkatkan produksi minyak, pemerintah mendorong eksplorasi minyak lebih banyak lagi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Yuliot Tanjung menjelaskan, pemerintah menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar kaki kubik gas per hari sebagai bagian dari upaya memperkuat kedaulatan energi nasional.
Kapasitas produksi minyak per Oktober sekitar 608 ribu barel per hari. Sementara kebutuhan minyak mencapai 1,6 juta barel per hari. Artinya, Indonesia masih harus impor minyak sekitar 1 juta barel per hari untuk memenuhi kebutuhan.
Yulio mengatakan, saat ini Indonesia memiliki 120 cekungan migas dan baru 20 yang dikembangkan sehingga masih terdapat 108 cekungan yang menyimpan peluang eksplorasi baru.
Pemerintah juga telah menyiapkan 75 blok migas untuk penawaran dan menata regulasi agar investasi lebih pasti. Lokasi itu tersebar di seluruh Indonesia mulai dari Andaman hingga Papua.
“Pemerintah mengalokasikan pendanaan signifikan untuk survei 2D dan 3D pada 2025 dan 2026,” ujarnya.

Tekanan terhadap produksi minyak nasional menjadi perhatian pemerintah karena penurunan alami terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Ketua Satgas Percepatan Peningkatan Produksi/Lifting Migas Nanang Abdul Manaf menjelaskan produksi minyak terus menurun sekitar 3% sampai 7% per tahun sehingga upaya percepatan diperlukan untuk menahan laju penurunan.
Satgas yang dibentuk melalui Keputusan Menteri 296 Tahun 2024 dan terdiri dari tujuh kelompok kerja yang menangani optimalisasi proyek hulu, reaktivasi lapangan dan sumur idle, peningkatan perolehan minyak melalui Enhanced Oil Recovery (EOR), percepatan eksplorasi, serta penyelesaian perizinan.
Nanang menyebut capaian satgas dalam setahun terakhir, termasuk beroperasinya dua proyek Medco di Natuna yang menambah sekitar 20 ribu barel minyak per hari dan 60 juta kaki kubik gas per hari. Tambahan produksi ini berkontribusi pada peningkatan produksi nasional dari rata-rata 580 ribu barel per hari pada 2024 menjadi 582 ribu barel per hari pada 2025. Angka itu, kata dia, setara dengan 607 ribu barel per hari apabila produksi Natural Gas Liquids (NGL) ikut dihitung.
Nanang menambahkan lebih dari 2.500 sumur idle ditawarkan untuk dikerjasamakan dengan investor, dengan 39 perusahaan menyatakan minat dan 19 penandatanganan nota kesepahaman.
“Tidak ada cara lain untuk meningkatkan produksi selain, pertama, eksplorasi, kedua eksplorasi, dan ketiga eksplorasi,” ujarnya
Percepatan eksplorasi dan produksi
Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Djoko Siswanto menegaskan peningkatan produksi tetap menjadi fokus utama di tengah fluktuasi harga komoditas dan kebutuhan investasi baru.
Dia mengklaim embaganya bekerja dengan indikator kinerja yang terukur, mulai dari target produksi hingga pendapatan negara. Produksi tahun ini ditetapkan sebesar 605 ribu barel per hari dan menjadi prioritas dalam pengawasan serta evaluasi SKK Migas.
Untuk memenuhi target itu, SKK Migas menyiapkan 37 sumur eksplorasi pada tahun depan dan sekitar 15 sumur tahap persiapan, dengan total 250 aktivitas yang mencakup pengeboran, seismik, dan studi. SKK Migas berupaya menggandakan kegiatan eksplorasi dengan merujuk pengalaman tahun 2013 ketika lebih dari 100 sumur berhasil dibor. Djoko menilai percepatan eksplorasi akan sangat menentukan penambahan cadangan dan produksi.
SKK Migas juga mempercepat proses perizinan dan penetapan kebijakan baru untuk memenuhi kebutuhan investor. Djoko mencontohkan pemberian insentif fiskal, perpanjangan masa blok, dan penyederhanaan aturan demi menjaga proyek tetap sesuai jadwal, termasuk pengembangan ENI, Petronas, dan Mubadala yang ditargetkan berproduksi antara 2027 sampai 2029. “Kami membantu mereka mendapatkan izin secepat mungkin,” tukasnya.
Dari sisi pelaku usaha, Pertamina menilai tantangan serupa juga muncul dalam menjaga ketahanan pasokan dan mempercepat pengembangan produksi.

Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menjelaskan perusahaan memperluas kehadiran globalnya, termasuk di Afrika Barat yang selama ini menjadi pemasok utama kebutuhan kilang nasional. “Kami membawa barrel pulang, dan juga membawa dolar pulang,” kata Oki.
Untuk operasi domestik, Oki memaparkan tiga kluster pengembangan utama yang tengah dikejar Pertamina. Kluster pertama mencakup lapangan-lapangan besar seperti Minas dan Duri yang ditopang penerapan teknologi EOR kimia dan perbaikan keandalan listrik.
“Kluster kedua adalah Central Sumatra Basin itu kaya potensi nonkonvensional, tetapi membutuhkan ekosistem yang kuat untuk tumbuh,” ujarnya. Menurutnya ketersediaan vendor dan teknologi akan menentukan kecepatan pengembangan.
Kluster ketiga berfokus pada pengembangan gas di kawasan timur dan wilayah laut dalam (deepwater) yang membutuhkan mitra dengan kemampuan teknologi tinggi. Pertamina menggandeng perusahaan internasional seperti ENI untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan lapangan gas skala besar.
“Kami membutuhkan mitra dan teknologi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan eksplorasi dan pengembangan kami,” katanya.
Lebih dari separuh sumber daya baru yang ditemukan dalam beberapa tahun terakhir merupakan gas, sehingga infrastruktur penyaluran menjadi isu strategis.
Baca juga:

Sementara itu, Managing Director ENI Indonesia, Roberto Daniele, menilai industri hulu global masih berada dalam fase kompleks setelah penurunan investasi besar selama lima hingga enam tahun terakhir. Kekurangan investasi bernilai ratusan miliar dolar membuat pemulihan kapasitas produksi menjadi tantangan yang tidak mudah. Dalam kondisi itu, Indonesia menjadi negara terpenting bagi ENI baik untuk eksplorasi maupun pengembangan proyek.
Roberto menyebut percepatan persetujuan rencana pengembangan hingga penandatanganan kontrak mencerminkan efektivitas kerja sama antara pemerintah, SKK Migas, dan Kementerian Keuangan. “Tanpa tim yang kuat, percepatan seperti ini tidak mungkin terjadi,” ujarnya. Dia menjelaskan model kerja yang lebih agresif dibutuhkan untuk mencapai target produksi.
Komitmen ENI terhadap Indonesia juga tercermin dari rencana pengeboran sepuluh sumur dalam lima tahun ke depan serta kampanye seismik 3D seluas sekitar 11 ribu kilometer persegi. Langkah itu, kata dia, merupakan investasi strategis untuk mempercepat penemuan sumber daya baru dan mendukung target peningkatan produksi nasional.
Roberto menilai keberhasilan strategi ini bergantung pada kesinambungan kerjasama lintas lembaga yang selama ini berhubungan dalam proses perizinan dan pengembangan proyek.
Senada dengan hal itu, Head of APAC Ventures Petronas, Meor Syazwan menekankan industri migas kini menghadapi tekanan margin yang mendorong perusahaan lebih selektif dalam menempatkan investasi.
Kenaikan biaya dan volatilitas harga membuat efisiensi operasional serta skema kontrak bagi hasil yang kompetitif semakin penting bagi keberlanjutan proyek. Dalam konteks itu, Meor menilai kepastian fiskal dan kontraktual di Indonesia akan menjadi faktor penentu minat investasi.
Meor menilai Indonesia tetap menjadi wilayah strategis bagi Petronas karena potensi geologi yang besar dan sebagian besar masih belum digarap. Saat ini Petronas, kata dia, telah melakukan 11 studi geologi dan mengubahnya menjadi tiga kontrak bagi hasil baru, termasuk kerja sama dengan ENI di blok Bobara yang berada di wilayah laut dalam.
“Pada akhirnya, tanpa data seismik yang baik, kami tidak berada pada posisi untuk membuat investasi besar. Menurut saya ini sangat krusial untuk membuka potensi tersebut,” katanya.