Investasi di Sektor Hilir Pertambangan Memacu Pertumbuhan Ekonomi

Gencarnya hilirisasi pertambangan telah sukses menarik investasi, menciptakan lapangan kerja, hingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi.

Gencarnya hilirisasi pertambangan telah sukses menarik investasi, menciptakan lapangan kerja, hingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi. Salah satu keberhasilan hilirisasi pertambangan tampak dari kinerja raksasa perusahaan tambang tembaga di Tanah Air, PT Freeport Indonesia.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menegaskan. perusahaan tambang yang dia pimpin terus memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Dalam pidatonya pada peringatan kemerdekaan Indonesia ke-80 di Mimika, Minggu (17/8/2025), ia menyebut pada 2024 Freeport menyumbang USD 4,7 miliar atau sekitar Rp 80 triliun ke kas negara.

Dari jumlah sebanyak itu, Rp 11 triliun dialirkan langsung ke Papua Tengah, termasuk Kabupaten Mimika sebagai wilayah operasional utama.

Sejumlah penari menampilkan tarian kolosal usai upacara bendera di Smelter PTFI, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Minggu (17/8/2025). PTFI menggelar upacara serentak yang diikuti ribuan peserta di Tembagapura, Kuala Kencana, Nabire, Gresik, dan Jakarta untuk memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/bar.

Tony menjelaskan, kontribusi itu setara dengan 0,75% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, 77% bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Tengah, dan 91% bagi PDRB Mimika.

Angka ini disebut sebagai yang terbesar dari satu perusahaan di Indonesia. Ia juga menambahkan, sejak 2019 dividen yang dibayarkan kepada pemerintah telah melampaui biaya akuisisi 51% saham Freeport, sehingga investasi negara dinilai sudah kembali modal.

Selain kontribusi langsung, Tony menekankan pentingnya hilirisasi dalam menjaga keberlanjutan manfaat ekonomi dari tambang tembaga.

Ia menyoroti keberadaan smelter Gresik yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2024 sebagai single line terbesar di dunia. Lalu, hadir pula pabrik pemurnian logam mulia yang diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada 2025. Sejak akhir 2024, fasilitas ini telah menghasilkan 11,5 ton emas batangan.

Meski sempat mengalami kebakaran pada Oktober 2024 yang menghentikan operasi smelter, Tony menyebut perbaikan berhasil diselesaikan lebih cepat dari jadwal. Operasional kembali berjalan pada Mei 2025 dan produksi katoda tembaga pertama dimulai pada Juli 2025. Freeport menargetkan kapasitas 800.000 ton katoda per tahun – yang diklaim cukup untuk mendukung pembuatan delapan juta kendaraan listrik.

Menurut Tony, capaian ini menunjukkan bahwa kontribusi Freeport tidak hanya berasal dari tambang hulu, melainkan juga dari pengembangan hilirisasi yang memberi nilai tambah.

“Sinergi antara pemerintah dan Freeport menjadi kunci agar sektor tambang terus menopang pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus membuka peluang bagi agenda transisi energi di masa depan,” ujar Tony.

Program pemerintah

Komitmen hilirisasi memang ditekankan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026. Presiden menegaskan, sumber daya alam harus dikelola demi kepentingan rakyat dengan memperluas hilirisasi, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan nilai tambah tetap berada di Indonesia.

Pemerintah bahkan menargetkan percepatan proyek hilirisasi senilai USD 38 miliar, sejalan dengan kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II–2025 yang mencapai 5,12%.

Sumber: Kementerian ESDM

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, kebutuhan investasi untuk proyek hilirisasi prioritas mencapai Rp 618,3 triliun. Ini terdiri dari 18 proyek hilirisasi. Rencananya, investasi ini bisa menciptakan lapangan kerja untuk 273.636 orang.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai kontribusi Freeport sebesar Rp 80 triliun ke negara pada 2024 merupakan capaian signifikan. Ia menyebut sektor pertambangan mineral kini sejajar – bahkan melampaui migas – dalam hal sumbangan terhadap penerimaan negara.

“Kontribusinya cukup signifikan, terutama di tengah tren harga mineral yang terus meningkat,” kata Komaidi.

Menurut laporan Commodity Markets Outlook April 2025 dari World Bank, harga emas global diperkirakan akan tetap berada di atas 150% rata‑rata periode 2015–2019 sepanjang 2025 dan 2026, didorong oleh permintaan sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global.

Meskipun demikian, Komaidi mengingatkan tingginya kontribusi Freeport terhadap PDRB Papua Tengah dan Mimika harus diantisipasi agar tidak menimbulkan kerentanan jangka panjang. Selama ini, struktur ekonomi di daerah penghasil tambang didominasi investasi swasta, berbeda dengan perekonomian nasional yang lebih ditopang konsumsi rumah tangga. Menurut Komaidi, pemerintah daerah perlu memperkuat sektor lain, seperti konsumsi masyarakat dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Komaidi menekankan pentingnya mengalokasikan sebagian pendapatan dari tambang untuk sektor produktif. Investasi pada pelatihan tenaga kerja, pengembangan industri, hingga pertanian dinilai krusial agar masyarakat siap menghadapi era pascatambang. “Sumber daya alam pasti ada batasnya, karena itu masyarakat harus dipersiapkan sejak sekarang,” ujarnya.

Menanggapi target Freeport menghasilkan 800.000 ton katoda tembaga per tahun, Komaidi melihat potensi besar bagi agenda transisi energi. Ia menegaskan manfaatnya akan jauh lebih besar bila katoda itu diserap industri dalam negeri, bukan hanya diekspor. Dengan begitu, Indonesia bisa memperoleh nilai tambah dari rantai industri kendaraan listrik.

Ia mencontohkan, hilirisasi seharusnya tidak berhenti pada produksi bahan mentah. “Kalau kita punya padi, jangan hanya dijual sebagai padi, tapi diolah jadi beras atau nasi agar nilai tambahnya lebih besar,” kata Komaidi. Menurutnya, integrasi dengan industri otomotif dan elektronik domestik menjadi kunci agar manfaat hilirisasi tembaga dirasakan secara luas.

Menurut Komaidi, integrasi dengan industri otomotif dan elektronik domestik menjadi kunci agar manfaat hilirisasi tembaga dirasakan secara luas.

Komaidi mengingatkan Freeport sebenarnya sudah lebih maju dibanding dengan perusahaan tambang lain karena sudah lebih dulu melakukan hilirisasi sejak 1990-an. Namun, kendala utama yang masih muncul adalah terbatasnya penyerapan pasar domestik. Akibatnya, sebagian produk olahan seperti tembaga tetap harus diekspor dengan nilai tambah yang tidak terlalu tinggi.

Dalam pandangannya, pembangunan ekosistem industri nasional harus menjadi prioritas pemerintah. Tugas Freeport hanya berhenti pada penyediaan bahan baku hingga produk setengah jadi. Sedangkan keberlanjutan manfaat bergantung pada kebijakan Kementerian Perindustrian. “Kalau roadmap industri tidak jelas, produk bernilai tambah akan tetap dinikmati negara lain,” ujar Komaidi.

Ia menilai keberlanjutan kontribusi Freeport juga ditentukan oleh sinergi antar-pihak. Kolaborasi perusahaan tambang dengan pemerintah pusat, daerah, dan kementerian teknis perlu diarahkan untuk menciptakan ekosistem industri hilir. Hal ini sejalan dengan agenda Presiden Prabowo yang memprioritaskan program hilirisasi.

Meski mengakui kontribusi Freeport sangat besar, Komaidi menekankan perlunya proporsionalitas dalam kebijakan. Ia menilai perusahaan lain tetap harus diberi perlakuan adil dalam tarif pajak maupun royalti. “Membandingkan Freeport dengan perusahaan tambang lain ibarat gajah dengan kambing, ukurannya memang berbeda,” kata Komaidi.

Namun, ia juga mengingatkan adanya risiko ketergantungan pada satu entitas besar. Jika tidak ada rencana diversifikasi ekonomi, gangguan terhadap Freeport bisa langsung berdampak pada pendapatan daerah maupun nasional. Karena itu, sebagian penerimaan sebaiknya dialokasikan untuk infrastruktur dasar, pendidikan, dan sektor produktif lain.

“SDA (sumber daya alam) pasti suatu saat akan habis. Karena itu hasil yang ada jangan dihabiskan untuk konsumsi, tapi diputar kembali menjadi sektor produksi,” kata Komaidi. Menurutnya, dengan strategi itu masyarakat tetap bisa bertahan dan memperoleh alternatif ekonomi setelah era tambang berakhir.

 

Baca selengkapnya