Industri Keramik Mampu Swasembada, Siap Wujudkan Program 3 Juta Unit Rumah

Industri keramik dalam negeri sudah mampu swasembada dan memenuhi kebutuhan domestik dengan kapasitas produksi mencapai 650 juta meter persegi, dengan kapasitas produksi yang melimpah ini maka program 3 juta unit rumah dari pemerintah bisa diwujudkan.

Industri Keramik Mampu Swasembada, Siap Wujudkan Program 3 Juta Unit Rumah
Foto: Phil Lev / Unsplash

Industri keramik dalam negeri sudah mampu swasembada dan memenuhi kebutuhan domestik dengan kapasitas produksi mencapai 650 juta meter persegi, dengan kapasitas produksi yang melimpah ini maka program 3 juta unit rumah dari pemerintah bisa diwujudkan.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan industri keramik sudah bisa subtitusi impor, dan siap mendukung apapun program pemerintah termasuk program 3 juta unit rumah.

“Saya bangga mengatakan hal ini, industri keramik sudah memasuki swasembada keramik nasional dan siap menjadi tulang punggung kebutuhan bahan bangunan dari proyek pemerintah,” ujar dia ketika ditemui dalam acara Kadin Focus Group Discussion tentang Keberlanjutan Gas Bumi untuk Industri, di Menara Kadin, Jakarta, (7/9/2025).

Meskipun industri keramik sudah mampu swasembada, tetapi pelaku usaha tetap membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk keberlanjutan bisnis. Dua bentuk dukungan yang diminta adalah kelancaran pasokan gas bumi dan perlindungan dari produk impor yang masih terus meningkat.

Suplai gas ke industri keramik dalam program subsidi gas industri atau harga gas bumi tertentu (HGBT) di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur masih belum optimal. Akibatnya, sebagian pelaku industri harus membeli gas dengan harga tinggi melalui skema tambahan biaya distribusi, yang membuat ongkos produksi meningkat signifikan.

Asaki menyoroti dampak persaingan global setelah perang tarif antara Amerika Serikat dan sejumlah negara. Kondisi tersebut menyebabkan produk keramik impor, terutama dari India, semakin membanjiri pasar Indonesia.

Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk sektor gas bumi, seperti halnya yang diterapkan pada komoditas batu bara.

Menurut asosiasi, kebijakan itu bisa membantu menjaga stabilitas pasokan dan harga energi untuk industri dalam negeri yang bisa membantu menjaga daya saing produk keramik Indonesia.

Pada semester I 2025, tingkat ketahanan atau utilisasi dari industri keramik naik ke angka 71 persen dibandingkan periode yang sama secara tahunan (year on year/YoY) di angka 60 persen.

Peningkatan utilisasi tersebut turut berdampak pada produksi keramik domestik yakni meningkat sekitar 62 juta meter persegi atau tumbuh 16,5 persen.

Tidak Terlalu Bergantung Pada Impor Bahan Baku dari Cina

Edy mengatakan industri keramik di Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor bahan baku dari Cina, karena Indonesia sendiri memiliki bahan baku seperti tanah dan mendukung industri pigmen serta feldspar. 

Meskipun demikian, ada beberapa produsen keramik di Indonesia yang memilih menggunakan bahan baku dari Tiongkok karena harganya lebih murah.

“Tidak semuanya bahan baku impor dari Cina, hanya beberapa anggota saja tidak semua,” ujar dia.

Baca juga:

Berkah Program Rumah Bersubsidi dan 3 Juta Unit Rumah Bagi Pengembang Rumah Swasta
Berdasarkan data Kementerian PKP, Apersi telah membantu pemerintah merealisasikan 55.188 unit rumah FLPP di seluruh Indonesia.

Dari perusahaan lainnya, PT Intikeramik Alamasri Industri (IKAI) terus mengukir pencapaian signifikan di sektor manufaktur dengan target produksi 1,5 juta meter persegi pada tahun 2025, sebuah lonjakan cukup besar dibandingkan dengan capaian produksi 1 juta meter persegi pada tahun 2024. 

Untuk mendukung ekspansi ini, IKAI menyiapkan anggaran belanja modal (capex) sebesar Rp 40 miliar, dengan sebagian besar dana akan dialokasikan untuk pengembangan sektor manufaktur, termasuk penambahan lini produksi baru.

Direktur Utama IKAI, Yohas Raffli, menjelaskan bahwa salah satu produk unggulan perusahaan, Smooth Grip Porcelain Tiles telah mencatatkan pertumbuhan penjualan yang luar biasa, yakni 185% dalam satu tahun. 

“Produk ini, yang dilengkapi dengan teknologi No Slip Resistance dan desain premium bernuansa alam, telah menjadi pilihan utama bagi arsitek dan pengembang, mengingat kombinasi keamanan dan estetika yang ditawarkannya,” ujar dia dalam laporan keuangan (9/10).

SNI Membuat Industri Keramik Berdaya Saing

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyatakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk industri keramik, secara langsung membuat sektor tersebut lebih berdaya saing.

Faisol menyatakan industri keramik dan mineral nonlogam merupakan sektor yang berperan strategis dalam mendukung pembangunan infrastruktur, properti, dan manufaktur nasional.

Oleh karena itu untuk menjawab tantangan seperti fluktuasi harga bahan baku dan energi, serta tekanan lingkungan dari pasar ekspor di sektor ini, dibutuhkan transformasi menyeluruh termasuk digitalisasi layanan dan penerapan Standar Nasional Indonesia.

Pihaknya mencatat, industri keramik nasional saat ini memiliki kapasitas produksi terpasang mencapai 625 juta meter persegi per tahun.

"Dengan kapasitas tersebut, industri dalam negeri sebenarnya mampu secara penuh memenuhi kebutuhan keramik nasional tanpa harus bergantung pada impor," ujar dia dalam siaran persnya yang diterima SUAR di Jakarta (9/10)

Tingkat utilisasi industri keramik nasional menunjukkan tren positif sepanjang awal tahun 2025. Utilisasi sektor keramik nasional pada kuartal I tahun 2025 telah mengalami peningkatan ke angka 75 persen, yang sebelumnya 60 persen pada tahun 2024. Kinerja membaik ini tidak lepas dari sinergi berbagai pemangku kepentingan terkait melalui penerapan kebijakan strategis.

kebijakan itu antara lain pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta implementasi sertifikasi SNI wajib di sektor keramik, yang menjadi pilar utama dalam memperkuat daya saing industri ini.

Industri Keramik Masuk Industri Strategis

Pengamat Ekonomi Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan industri keramik termasuk industri strategis yang berhak mendapatkan pasokan gas dan harga gas bumi yang terjangkau.

Industri keramik bergantung pada Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) karena gas bumi merupakan komponen biaya produksi yang signifikan, sekitar 30%.

Kebijakan HGBT bertujuan menurunkan biaya energi bagi industri keramik sehingga meningkatkan daya saing dan mendukung pertumbuhan ekonomi, namun industri mengalami kendala karena pembatasan kuota dan pasokan gas HGBT yang tidak mencukupi. 

“Industri keramik merupakan industri strategis yang bisa mendukung proyek infrastruktur pemerintah, jadi harus terus dijaga kinerjanya,” ujar dia ketika ditemui di Menara Kadin (7/10/2025).