Sebagai pimpinan sebuah tempat bertemu anak-anak muda dari penjuru Jakarta, Ahmad Romero Comacho tak mau kehabisan ide. CEO M Bloc Space yang akrab dipanggil Popo ini belajar menimba berbagai ide kreatif melalui seni grafiti, untuk mengaktualisasikan diri.
Ditemui SUAR di sela-sela acara Bright Society Fest di Jakarta, Sabtu (13/12/2025), pria 35 tahun ini antusias bercerita tentang inspirasi dan filosofi yang diperolehnya dari hobi menyapukan berbagai warna ke bidang polos.
Bagi Popo, grafiti, industri kreatif, dan orang muda sesungguhnya berkaitan erat satu sama lain.
"Dunia seni itu adalah hobi yang gue kembangkan dari kecil. Mungkin karena gue dikelilingi orang-orang yang eksploratif, yang memang dunianya enggak jauh dari kesenian," ujar Popo mengawali kisahnya kepada Tim SUAR.
Bakat menggambar ditekuni Popo sejak sekolah dasar dan telah mengantarnya ke berbagai ajang lomba menggambar. Tak jarang ia meraih juara satu berkali-kali.
Tak terbatas menggambar di atas kanvas, perjumpaan Popo dengan pop culture saat duduk di bangku sekolah menengah pertama membukakan cakrawala baru. Dari street culture yang berkembang di Negeri Paman Sam pada 1980-an itu, Popo mulai berkenalan dengan skateboard, break dance, hingga grafiti.
"Kebetulan, ketiganya berada dalam lingkungan yang sama, yaitu pop arts seperti skate, break dance, dan grafiti itu masih dalam pertemanan yang sama, gitu. Karena pengaruh dari gaya pop culture yang masuk ke Indonesia, ketiganya membentuk lingkungan yang punya bahasa tersendiri," cetusnya.
Tak ada yang menyangka, hobi pop yang menjadi kegandrungan remaja era 2000-an awal itu mempertemukan Popo dengan teman sepermainan. Tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari luar negeri.
"Bukan nationwide lagi, tapi global. Gue bener-bener kenal sama artis grafiti dari AS, Eropa, hanya gara-gara grafiti. Berbeda asal, tetapi kita punya bahasa yang sama, yaitu bahasa grafiti. Ketemunya di situ, dan dari kolektif para seniman itu, gue tahu ada industri tersendiri yang bikin gue tertarik dengan ekonomi kreatif," jelasnya.

Tak padam
Berasal dari keluarga berlatar belakang pengusaha mendorong Popo menjadi entrepreneur muda setelah lulus kuliah. Namun sayang, bisnis pertama Popo terpaksa gulung tikar kurang dari satu tahun.
Setelah gagal merintis bisnis, Popo memilih karier profesional di salah satu perusahaan otomotif sebagai marketing penjualan sepeda motor matic. Ia harus memasarkan salah satu varian produk sepeda motor matic dengan target anak muda.
"Waktu gue dipercaya menangani penjualan di salah satu dealer di Tegal, gue bikin aktivitas marketing dengan mengadakan graffiti competition. Ternyata, seniman grafiti yang datang bukan cuma dari Tegal, tetapi ada juga yang datang jauh-jauh dari Cirebon. Dari situ, ternyata market share naik karena brand value motor yang gue jual cocok sama sales," ungkapnya.
Bereksperimen dengan metode-metode pemasaran yang tidak konvensional, Popo kerapkali menemukan tantangan sulitnya menemukan event organizer yang cocok dan mampu menggarap acara pemasaran yang dikonsepkannya.
Tantangan itulah yang kemudian mendorongnya untuk mendirikan sebuah EO kecil bersama sejumlah teman yang fokus pada event kreatif pada 2019, yang menjadi cikal bakal TEAMUP Creative Community Business Ecosystem.
Mengusung cita-cita besar menjadi ekosistem bisnis kreatif, TEAMUP menggandeng banyak seniman mural dan grafiti untuk memberi sentuhan warna pada tempat-tempat yang dibangun, termasuk M Bloc Space.

Dari dua belas tahun pengalaman profesional di perusahaan otomotif, Popo menarik banyak pelajaran, termasuk mengenai ekosistem industri kreatif.
Menyadari bahwa industri kreatif bersandar pada kekuatan dan kebaruan ide, grafiti dan mural menjadi lebih dari sekadar aktivitas di waktu luang, melainkan juga kesempatan brainstorming.
"Karena berangkat dari komunitas, value yang kita pegang bukan bikin konsep activation berdasarkan asumsi atau feeling, tapi lewat kacamata pelaku, kita bisa breakdown strategi sampai ke akar-akarnya. Kerja-kerja kolaborasi dengan graffiti artist itu yang kemudian jadi spirit gue di TEAMUP yang salah satunya mengelola M Bloc Space," kata Popo.
Popo kini memimpin 6 perusahaan subholding dan 9 perusahaan inti yang memiliki benang merah community engagement, digitalisasi, dan ruang kreatif.
Hasilnya, sentuhan TEAMUP lewat Ruang Riang Millenial yang mengelola M Bloc Space berhasil mengembalikan kejayaan kawasan Blok M sebagai ruang kreatif bagi orang muda, demikian juga Urban Forest Cipete dan Cibis Park Cilandak.
M Bloc Space kini menjadi episentrum industri kreatif dan ruang publik paling ikonis di Jakarta Selatan. Kawasan yang terletak di Melawai ini berhasil menghubungkan sejarah kota dengan masyarakat.
Dengan mengusung konsep menggunakan konsep adaptive reuse, bangunan-bangunan tua yang tetap dipertahankan arsitektur aslinya kini beralih fungsi menjadi deretan toko retail lokal, kedai kopi artisan, hingga ruang pertunjukan musik yang selalu semarak setiap harinya.

Teman ke teman
Menurut dia, menjadi pengusaha dan pekerja seni bisa berjalan beriringan dalam industri kreatif
Bagi seorang pekerja seni, kata dia, gambar yang menjadi wujud gugusan ide-ide seorang grafiti artist. Hal itu membuat penghargaan dan apresiasi yang pantas menjadi lebih bermakna dari sekadar urusan transaksional.
Salah satu pengalaman yang Popo ingat adalah saat mengerjakan sebuah grafiti pada lapangan basket di Community Center Pamulang, Tangerang Selatan, pada 2020.
Dalam proyek tersebut, TEAMUP bekerja sama dengan seniman mural Adi Dharma dari kolektif Studio Stereoflow menjadikan lapangan basket sebagai kanvas raksasa untuk mural berwarna-warni. Ketika karya tersebut selesai dan dibagikan, hasilnya viral kurang dari satu hari.
"Waktu itu viralnya sampai ke seluruh dunia karena kita berhasil menyilangkan audiens seni dan sport sekaligus," kisahnya.

Dari jaringan pertemanan dengan sesama seniman grafiti yang bersama-sama dengannya sejak muda, Popo menjadikan tiap kesempatan dan perjumpaan untuk saling mengisi.
Kolaborasi, kerjasama yang saling menghargai, ditandai dengan pembagian peran yang setara dan tidak saling mencampuri satu sama lain.
"Seniman itu fokusnya, ya, menggambar. Tetapi di saat kita punya inisiatif, bikin acara, dan kemudian mengajak, mereka akan menyambut dengan baik karena kita satu keluarga gitu, lho. Mereka punya kreativitas, kita punya kemampuan manajerial, maka kami jadi saling melengkapi," imbuhnya.
Dari grafiti, Popo juga menemukan arti harmoni. Percampuran berbagai warna yang membentuk suatu citra imajinatif, pada akhirnya, tidak berbeda dari usaha mengeksekusi gagasan yang memenuhi kepala, sekaligus menegaskan bahwa yang terpenting dari sebuah ide bukanlah semata-mata keunikan ide, melainkan kemampuan menjadikan ide sebagai kenyataan.
"Harmonisasi banyak orang dan kolaborasi dalam ekosistem industri kreatif itu seperti mencampur warna di atas sebuah kanvas. Penggabungan berbagai macam kombinasi warna itu, kan, yang menjadi nyawa sebuah mural dan graffiti," pungkas Popo.