Rebranding Rempah Indonesia Mengantarkan Citarasa hingga ke Mancanegara

Pemerintah meluncurkan program "S'RASA: Rasa Rempah Indonesia" Kamis lalu. Program ini akan melanjutkan Indonesia Spice Up The World yang berakhir pada 2024.

Harus diakui, branding kuliner Indonesia di level internasional kalah jauh ketimbang negeri tetangga, seperti Thailand dan Vietnam. Menyadari hal itu, baru-baru ini, enam kementerian sepakat untuk bekerjasama menghidupkan kembali program ekspor bumbu dan rempah Indonesia yang pernah berlangsung beberapa tahun lalu.

Diaspora Indonesia dan pelaku usaha kuliner pun memberikan sambutan positif. Mereka optimistis kerjasama itu akan memperkuat citra kuliner Indonesia di mata dunia, sekaligus meningkatkan ekspor rempah dalam beberapa tahun mendatang.

Pada Kamis (28/08/2025) lalu, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata, Kementerian Ekonomi Kreatif, Kementerian UMKM, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian BUMN, meluncurkan program "S'RASA: Rasa Rempah Indonesia" di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta.

S'RASA merupakan program promosi kuliner Indonesia untuk pasar luar negeri, dengan menghadirkan ragam kuliner khas Indonesia beserta identitas, cerita, dan warisan budaya di restoran-restoran Indonesia di berbagai negara. S'RASA merupakan kelanjutan program Indonesia Spice Up The World yang berakhir pada 2024. Pada tahap pilot project, S'RASA akan menggandeng restoran Indonesia yang berlokasi di lima kota dunia, yaitu Tokyo, Jepang; Sydney, Australia; Amsterdam, Belanda; London, Inggris; dan New York, Amerika Serikat.

Hadir dalam acara peluncuran tersebut Menteri Perdagangan Budi Santoso, Menteri Pariwisata Widianti Putri Wardana, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir, Deputi Bidang Usaha Menengah Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Bagus Rachman, beserta jajaran eselon satu dari masing-masing kementerian yang menandatangani dokumen kerjasama.

Menteri Perdagangan Budi Santoso (tengah) menyampaikan paparan disaksikan, dari kiri, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha C. Nasir, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, dan Menteri BUMN Erick Thohir saat peluncuran program Rasa Rempah Indonesia (S'RASA) di Sarinah, Jakarta, Kamis (28/8/2025). Sebanyak enam kementerian berkolaborasi dalam program S'RASA untuk mempromosikan makanan-makanan kaya rempah yang menjadi identitas warisan budaya Indonesia ke pasar luar negeri. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/bar.

Menurut Budi Santoso, penandatanganan memorandum of understanding (MoU) S'RASA tersebut adalah wujud penyatuan komitmen lintas kementerian untuk menjadikan restoran Indonesia di luar negeri tidak hanya tempat menjual makanan, melainkan juga ujung tombak diplomasi gastro Indonesia. Kerja sama enam kementerian untuk mendorong ekspor rempah-rempah, menurutnya, adalah bentuk konkret dukungan itu.

Budi menyebutkan, sepanjang Januari—Juni 2025, terjadi lonjakan ekspor pada komoditas kopi, teh, dan rempah-rempah Indonesia yang mencapai US$ 1,630 miliar, tumbuh 86,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

"Kita ingin ekspor rempah-rempah ini mendukung restoran dan branding makanan kita. Selama ini, kita mengekspor rempah-rempah, tetapi dikonsumsi orang lain. Dengan S'RASA yang berjalan 4 tahun–5 tahun ke depan, kita akan memperkuat citra kuliner kita sendiri di mata dunia," jelas Budi dalam kesempatan tanya jawab dengan media.

Rempah berdaya

Sependapat dengan Budi Santoso, Arrmanatha Nasir mengapresiasi upaya sinergis enam kementerian yang berupaya membuat kuliner Indonesia mendunia. Wakil Menteri Luar Negeri yang pernah menjabat orang nomor satu di Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa itu juga menggarisbawahi restoran dan kedai Indonesia di luar negeri sebagai aset berharga.

Arrmanatha menyebutkan, platform Dashboard Gastronomi milik Kementerian Luar Negeri mencatat ada 1.221 restoran Indonesia di luar negeri. Rata-rata mereka menyajikan tiga menu unggulan. Yaitu, sate, nasi goreng, dan gado-gado.

"Melalui S'RASA, kita berupaya untuk membuat masakan Indonesia memiliki standar citarasa yang sama untuk setiap hidangan yang tersaji kepada pelanggan mereka," ujar Arrmanatha.

Dalam program S'RASA, UMKM diharapkan mampu menjadi salah satu pilar yang berperan optimal. Menurut Bagus Rachman dari Kementerian UMKM, program ini akan memberdayakan sekitar 12.000 pengusaha UMKM rempah-rempah menjadi penyuplai rempah dan bumbu-bumbu masakan Indonesia hingga ke luar negeri.

Dihubungi secara terpisah, pengusaha ekspor lada putih Belitung Vivi Widyana menilai ekspor rempah Indonesia memiliki prospek yang sangat menjanjikan. "Indonesia memiliki kualitas salah satu lada terbaik di dunia. Lada putih belitung yang juga dikenal sebagai Muntok white pepper sangat digemari di luar negeri," tukas Vivi saat dihubungi SUAR, Kamis (28/08).

Kebutuhan konsumsi rempah-rempah pascapandemi, dalam penilaian Vivi, merupakan salah satu penopang pertumbuhan ekspor rempah Indonesia yang terus mengalami perkembangan pesat hingga saat ini.

"Sesudah pandemi, terjadi perubahan perilaku konsumen di Asia dan Eropa yang semakin menyadari pentingnya bahan-bahan alami dalam makanan, termasuk rempah-rempah kualitas tinggi. Salah satunya, rempah-rempah Indonesia," pungkas Vivi.

Jejak rasa di negeri orang

Pengalaman menghadirkan citarasa Indonesia di negeri orang merupakan cerita yang tak ada duanya. Tisa, diaspora yang bekerja pada sebuah kedai masakan Indonesia di London, menyatakan bahwa komunitas orang Indonesia di luar negeri menjadi pintu masuk memopulerkan masakan Indonesia kepada orang-orang Inggris. Selain bekerja di kedai, dia juga membuka katering sederhana yang menyajikan masakan Indonesia sesuai pesanan.

"Kebanyakan pembeli adalah pelajar Indonesia yang berkuliah di sini. Mereka tahu dari grup komunikasi komunitas pelajar Indonesia, juga warga Indonesia yang tinggal di sekitar rumah. Karena kecil-kecilan, saya berjualan hanya untuk komunitas, obat kangen masakan Indonesia untuk teman-teman di sini," kisah Tisa saat dihubungi SUAR dari Jakarta, Jumat (29/8/2025).

Dalam menjalankan usaha kuliner Indonesia di negeri Raja Charles itu, Tisa mengaku tidak terlalu sulit memperoleh bumbu masak Indonesia. Sebagian toko-toko oriental yang cukup banyak di London turut menjajakannya dalam bentuk kemasan dan sudah siap masak. "Paling yang sejauh ini tidak pernah saya temui adalah daun salam. Selain itu ada semua," ujarnya.

Dari kedai masakan Indonesia yang turut dia kelola, Tisa melihat semakin berkembangnya perhatian orang-orang lokal terhadap menu masakan Indonesia. "Seringkali mereka memuji rasa masakannya juga," kisah Tisa seraya terkekeh.

Meski demikian, transparansi informasi kandungan masakan tetap dia perhatikan, termasuk dengan mencantumkan kandungan bahan-bahan pemicu alergi untuk konsumen non-Indonesia.

Kiat memperkenalkan dan mendekatkan citarasa Indonesia ke lidah mancanegara seperti yang Tisa lakukan merupakan salah satu capaian diaspora Indonesia yang tidak mudah. Bukan hanya usaha memperoleh kepercayaan pelanggan, tetapi juga memilih hidangan yang representatif untuk mewakili Indonesia.

Penelitian Helga Yohana Simatupang dan kawan-kawan dari UPN "Veteran" Jawa Timur, 2025, memaparkan bahwa salah satu tantangan terbesar diplomasi gastro Indonesia adalah rendahnya dokumentasi tertulis kekayaan masakan yang terverifikasi untuk mewakili daerah-daerah di Indonesia.

Salah satu tantangan terbesar diplomasi gastro Indonesia adalah rendahnya dokumentasi tertulis kekayaan masakan yang terverifikasi untuk mewakili daerah-daerah di Indonesia.

Tak hanya itu, keragaman jenis juga mengharuskan pelaku usaha masakan Indonesia di luar negeri untuk menjaga konsistensi rasa dan mutu, akses bahan baku dan rempah yang autentik dan segar, serta mempromosikan jenis-jenis masakan dari berbagai daerah itu secara berimbang dalam katalog menu yang sama-sama memikat.

Penelitian tersebut menyimpulkan, kunci mengatasi tantangan diplomasi gastro tersebut tidak lain adalah menciptakan ekosistem terpadu yang menghubungkan usaha pemerintah di satu pihak dan pengalaman interaksi diaspora dengan masyarakat setempat di pihak lain.

Tidak hanya menyajikan masakan, kedai dan restoran Indonesia di luar negeri juga dapat menampilkan musik, kriya, dan, dan busana tradisional sebagai ornamen. Sehingga, mampu menciptakan ambience dan pengalaman bersantap yang holistik, serta memperkenalkan kuliner Indonesia sebagai bagian dari produk kebudayaan yang lebih luas.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional