Cara SPPG Penuhi Sertifikasi Wajib untuk Program MBG

Usai maraknya siswa keracunan makan dari program MBG, pemerintah pun mewajibkan dapur SPPG memiliki 3 sertifikat.

Cara SPPG Penuhi Sertifikasi Wajib untuk Program MBG
Wali murid membagikan ompreng berisi makanan kepada siswa di SDN Pejaten Barat 1 Pagi, Jakarta, Selasa (30/9/2025). (Foto: ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/tom)

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah akan terus membenahi proses pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG). Setelah kasus keracunan MBG marak di berbagai sekolah, Budi mengungkapkan pemerintah kini mewajibkan dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki 3 sertifikat.  

“Ini akan jadi standar minimum dari setiap SPPG,” ujar Budi dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (2/10/2025).

Tiga sertifikat itu mencakup aspek kebersihan, keamanan pangan, dan halal. Sebagai pengawas MBG, Kemenkes akan bertanggung jawab pada sertifikasi kebersihan atau Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

“Per hari ini angkanya sudah 100 SPPG yang sudah dapat sertifikat itu. Akan kita review setiap hari.” kata dia.

Bersama Badan Gizi Nasional (BGN), Kemenkes menargetkan seluruh SPPG sudah memperoleh SLHS dalam waktu satu bulan.

Sertifikasi berikutnya yang wajib dimiliki SPPG adalah Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Kata Budi, sertifikasi ini jadi standar dalam proses penyajian makanan serta pengukuran gizi. Budi mengatakan saat ini pemerintah masih menyiapkan mekanismenya.

Sementara itu untuk sertifikasi halal dipercayakan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH.

Suar mendatangi tiga SPPG percontohan yang ada di Jakarta untuk melihat upaya SPPG menjalankan instruksi ini. SPPG Palmerah di Jakarta Barat salah satunya.

SPPG ini jadi SPPG percontohan karena sudah berdiri dan beroperasi sejak awal berjalannya program MBG. SPPG Palmerah melayani 20 titik pengantaran, dengan rincian 12 sekolah dan 8 posyandu dalam radius 6 kilometer dari lokasi SPPG. Jumlah ompreng yang mereka produksi dan distribusikan setiap harinya mencapai 3.559 porsi makan. 

Kepala SPPG Palmerah Saiful Arifin membenarkan adanya instruksi dari pemerintah terkait sertifikasi. Bahkan, menurut dia, pihak SPPG sudah mendapatkan informasi itu sejak minggu lalu.

“Waktu itu kita rapat koordinasi online dengan BGN. Di situ dapat instruksinya,” katanya pada Jumat (03/10/2023).

Kepala SPPG Palmerah, Saiful Arifin. (Foto: Harits/Suar.id

Dalam rapat online itu, Saiful mengatakan sertifikasi yang mesti diurus SPPG berjumlah lebih dari tiga. “Total ada tujuh sertifikasi,” katanya sembari menunjukkan catatan soal jumlah dan nama sertifikat yang mesti diurus SPPG. Sertifikasi tersebut meliputi SLHS, HACCP, halal, NKV, ISO45001, ISO22000, dan HSP.

catatan Saiful mengenai sertifikat yang harus dipenuhi SPPG. Foto: Harits/Suar.id

Saat ini, SPPG Palmerah baru mendapatkan satu sertifikat, yakni SLHS. “Yang itu sudah selesai, tinggal tunggu terbit,” katanya. Menurut dia, setidaknya ada empat komponen penilaian yang harus dipenuhi setiap SPPG untuk bisa mendapatkan sertifikasi SLHS.

Pertama adalah uji kesehatan karyawan. Saiful mengatakan seluruh karyawan SPPG Palmerah sudah menjalankan uji kesehatan dan dinyatakan sehat. “Uji kesehatan yang basic sih, seperti tensi, darah, kolesterol,” ujarnya. Uji kesehatan dilakukan langsung oleh Dinas Kesehatan.

Kedua adalah sertifikat penjamah makanan untuk karyawan SPPG. Sertifikat ini diperoleh karyawan setelah menyelesaikan uji kompetensi yang diadakan BGN. Kata Saiful, seluruh karyawan di setiap SPPG harus memiliki sertifikat ini. Karena SPPG Palmerah merupakan SPPG Percontohan, seluruh karyawannya sejak awal sudah memiliki sertifikat tersebut. 

Ketiga adalah uji laboratorium. Uji ini dilakukan oleh Labkesda. Kata Saiful, uji laboratorium mencakup pemeriksaan kebersihan air yang digunakan dalam proses memasak hingga mencuci ompreng. Berbagai bahan baku sampai makanan siap saji turut jadi komponen yang dinilai dalam uji laboratorium. “Ada daftar sample dari Labkesda. Kita akan kirim sesuai daftar itu,” ujarnya. 

Keempat adalah Inspeksi Kesehatan Lingkungan atau IKL. Komponen ini merupakan penilaian terhadap kelayakan dapur untuk menjalankan program MBG. Salah satu hal yang diperiksa dalam IKL, kata Saiful, adalah kondisi saluran drainase. “Tidak boleh tergenang air seperti got yang ada di pinggir jalan,” katanya. Jika tergenang, SPPG dinyatakan tidak lolos IKL.

Saiful mengatakan enam sertifikat lain untuk SPPG Palmerah masih dalam proses pengurusan. Karena instruksi baru datang seminggu sebelumnya, Saiful mengakui belum mengetahui persis mekanisme dan alur pengajuannya. 

Baca juga:

Mayoritas Responden Nilai MBG Belum Sesuai Harapan, Koreksi Tata Kelolanya (1)
Baru berjalan 9 bulan, banyak kalangan mendesak pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh program Makan Bergizi Gratis (MBG). Bahkan, menuntut segera dilakukan moratorium setelah ribuan anak penerima manfaat menjadi korban karena keracunan makanan.

Hal serupa juga terjadi di SPPG Polri di Pejaten, Jakarta Selatan, yang merupakan SPPG percontohan. SPPG yang melayani 10 titik distribusi ini baru mengantongi satu sertifikat, yakni sertifikasi halal dari BPJPH. 

Kepala SPPG Polri Iqbal Salim mengatakan SPPG Polri saat ini sedang menjalani proses sertifikasi untuk mendapatkan SLHS. Iqbal menambahkan, selanjutnya SPPG Polri akan segera memproses sertifikasi lainnya secara bertahap. “Untuk memastikan SPPG Polri Pejaten memenuhi standar operasional yang sudah ditetapkan oleh BGN,” ujar Iqbal.

Di Koja, Jakarta Utara, SPPG Koja yang merupakan SPPG percontohan tidak bersedia memberikan keterangan terkait instruksi sertifikasi ini. Kepala SPPG Koja, Rena Apriliana Widorekno sedang tidak berada di SPPG pada Jumat (03/10/2025) siang.

“Saya tidak punya wewenang soal ini. Dan saya juga tidak tahu berapa sertifikat yang sudah kami dapat,” ujar Sitepu, Asisten Lapangan SPPG Koja. SPPG Koja melayani 7 titik pengantaran dengan produksi 3800 ompreng setiap hari.

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai kebijakan sertifikasi ini seharusnya dilakukan sejak sebelum program MBG berjalan. Pemerintah harus memastikan makanan yang didistribusikan memenuhi standar gizi dan aman. “Jadi menurut saya ini terlambat,” ujarnya.

Meskipun demikian, Faisal menilai langkah sertifikasi ini penting sebagai upaya evaluasi program sekaligus memastikan keselamatan dari penerima manfaat MBG. Menurut dia, langkah sertifikasi harus dilakukan secara bertahap dan tidak terburu-buru. Hal itu penting mengingat korban keracunan MBG yang terus bertambah.

Data BGN menunjukkan hingga 1 Oktober 2025, jumlah korban keracunan MBG mencapai 6.517 orang. Sebanyak 1.307 korban berada di Sumatera. 4207 korban berada di Jawa dan 1.003 korban tersebar di daaerah Indonesia Timur. Sementara itu, data yang dihimpun Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap jumlah korban yang jauh lebih besar. Per 30 September 2025, JPPI mencatat 9.286 korban yang tersebar di 22 provinsi. 

“Sebaiknya pemerintah menghentikan sementara operasi SPPG yang belum memiliki sertifikat. Jangan dibiarkan jalan tapi baru punya dua sertifikat,” ucap Faisal.

Banyaknya kasus keracunan MBG, menurut Faisal, disebabkan oleh pendekatan pemerintah yang hanya fokus pada kejar target dalam waktu cepat. Hal itu berimplikasi pada pengabaian aspek keselamatan dan keamanan.

“Ini konsekuensi dari satu program populis yang dijalankan secara tergesa-gesa untuk mencapai target kuantitas. Target itu memiliki motivasi politik, sebab merupakan program nomor satu Presiden. Justru, karena program andalan, mestinya lebih berhati-hati lagi,” ujar Faisal.

Maka, menurut Faisal, pemerintah harus melakukan pemantauan proses sertifikasi secara ketat. Implementasinya harus dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen terkait, terutama orang tua murid. Lembaga sertifikasi juga harus dipastikan kredibilitasnya agar tidak mudah mendapatkan intervensi secara politik.

“Bila perlu libatkan lembaga independen,” kata Faisal.

Menteri Budi mengatakan Kemenkes bersama BGN sedang merancang sistem pelaporan dan pemantauan terpadu untuk mengawasi MBG. Sistem itu, kata Budi, akan mirip dengan pelaporan kasus corona virus disease atau Covid-19 semasa pandemi beberapa tahun lalu. Nantinya, kata dia, laporan akan diumumkan secara real time dan rutin. “Semisalnya ada update harian atau mingguan atau bulanan yang seperti dulu kita lakukan pada saat Covid, kami bisa lakukan,” ujar Budi Gunadi.

Budi menambahkan BGN akan berperan melakukan pengawasan internal secara rutin dalam pelaksanaan MBG. Sementara Kemenkes dan Kementerian Dalam Negeri akan melakukan pengawasan eksternal satu pekan sekali.

Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan pemerintah tetap akan melanjutkan program MBG meski jumlah keracunan terus bertambah dan derasnya kritik yang datang dari masyarakat. Saat ini, kata Dadan, BGN akan memberhentikan operasi SPPG yang menyebabkan keracunan. 

“Saya diperintahkan Presiden untuk lakukan percepatan. Saya akan tetap laksanakan kecuali Pak Presiden kasih perintah lain,” ungkapnya pada konferensi pers di kantor Kemenkes.