Sore itu, Bob Azam mengayunkan langkahnya meninggalkan ruang diskusi. Setelah menjadi pembicara di acara Roundtable Decision: Kekuatan Ekonomi Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan oleh SUAR, Kamis (19/9), Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) ini menuruni tangga menuju restoran lantai dasar sebuah hotel di Jakarta Selatan.
Restoran itu tampak lengang. Beberapa meja terisi, tapi Bob segera menuju salah satu sudut kosong. Di sana, sudah menunggu rekan seprofesinya seperti Andi Hartanto dari PT Astra Honda Motor, juga ada Ayu Kartika Dewi dari Indonesian Business Council.
Sambil menunggu hidangan utama datang, wartawan SUAR menghampiri Bob. Percakapan kami pun dimulai. Bagi Bob Azam, mencari cara untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi merupakan yang utama. Di akhir pekan, ia memilih karaoke sebagai salah satu aktivitas rutin di saat libur.
“Hobi saya? Karaokean,” jawabnya cepat, sembari tersenyum lebar, Kamis (18/9).
Bagi seorang eksekutif yang terbiasa berkutat dengan jadwal padat, karaoke menjadi ruang jeda yang sederhana sekaligus penuh arti.
“Kalau di bisnis kita berkompetisi terus, karaoke itu tempat melepas semuanya,” ujar Bob.
Karaoke bukan sekadar hiburan, melainkan menciptakan panggungnya sendiri dengan dia sebagai bintangnya. “Saya jadi penghibur tetangga,” ujar dia yang membuat rekan-rekan di meja ikut tertawa kecil.
Seringkali di kala senggang, ia bernyanyi di rumah, sendiri. Kadang-kadang bersama keluarga atau tamu yang datang berkunjung.
“Selama tetangga nggak komplain, berarti suara saya masih aman,” ujarnya.
Selain hiburan, Bob melihat karaoke sebagai terapi. “Biasanya kalau stress, ya nyanyi. Habis itu lebih siap menghadapi hari,” cetusnya.

Kuliner di pinggir jalan
Jika karaoke adalah caranya melepas lelah, maka berburu kuliner adalah jalan ‘ninja’-nya untuk membumi.
Bukan pergi makan di restoran mewah, tapi ke warung atau kedai pinggir jalan. Bob tetap setia berburu makanan sederhana. Biasanya, ia mendapat rekomendasi dari orang lain atau melihat di TikTok
“Saya suka nyari warteg atau tempat makan yang hidden gem. Kadang ketemu yang enak, kadang juga tertipu,” katanya.
Akhir pekan menjadi waktu favorit untuk menyalurkan hobi kulinernya, selain karaokean. Lantaran lalu lintas Jakarta lebih lancar, ia bisa leluasa menyusuri jalan-jalan sempit di Tangerang dan Jakarta. Tujuannya, hanya untuk mencoba sepiring makanan lokal.
“Justru yang murah meriah itu yang punya kesan. Ada kenangan masa sekolah juga, kantin atau warung yang ternyata masih ada sampai sekarang. Rasanya jadi nostalgia,” ucapnya.
“Justru yang murah meriah itu yang punya kesan. Ada kenangan masa sekolah juga, kantin atau warung yang ternyata masih ada sampai sekarang."
Saat ditanya soal makanan favorit, Bob Azam mengaku sulit memilih. “Saya penggemar makanan, jadi banyak sekali yang saya suka,” ujarnya.
Ketika pramusaji datang menyajikan semangkuk mi jawa di meja, ia langsung tersenyum dan menimpali, “Saya juga suka ini, mie jowo,” kata Bob.
Setelah menawarkan makan rekan-rekannya, ia lalu bercerita bahwa bakmi jawa di depan Bentara Budaya, Palmerah, adalah salah satu yang terenak di Jakarta, menurutnya.
Saat itu ia mungkin kelupaan menyebut rawon, hingga Ayu yang duduk di seberangnya ikut nimbrung, “Rawon? Bukankah Pak Bob juga suka rawon?” celetuknya.
Bob hanya terkekeh, mengangguk setuju. Ia mengakui bahwa paduan kuah hitam pekat dari keluak dengan isian daging empuk itu memang selalu jadi salah satu favoritnya.
Untuk rawon sendiri, Bob punya standar tinggi. “Tetap yang paling autentik kalau disantap di Malang. Kalau di Jakarta ada juga, tapi Rawon Dengkul di Malang itu yang terbaik,” ucapnya mantap.
Minumannya pun sederhana: wedang jahe. “Bukan karena gaya hidup sehat, tapi karena sudah tua,” katanya diiringi tawa berderai.
Nostalgia Rasa Bakmi Jawa
Tim SUAR berkesempatan menjajal sajian Bakmi Jawa Palmerah yang direkomendasikan Bob.
Jumat siang, gerai alit di sudut depan pelataran Bentara Budaya Jakarta itu ramai pengunjung. Sebagian besar dari mereka adalah karyawan swasta, menyisipkan percakapan tentang pekerjaan sambil menunggu hidangan matang.

Sang koki Ahmad Firdaus, 33 tahun, cekatan membersihkan wajan usai menyelesaikan satu pesanan. Di antara daftar menu yang menyediakan varian bakmi rebus, bakmi goreng, dan nasi siram capcay, olahan bakmi rebus menjadi yang paling banyak dipesan.
Sejak 2017, dapur seluas 5 kali 5 meter itu sudah berasap melayani pengunjung setiap harinya.
“Dulu bisa 150 porsi sehari. Sekarang sudah agak berkurang, karena di dalam sudah ada kantin karyawan, di sana menunya lebih banyak,” ujar Firdaus kepada SUAR.
Menurutnya, selain para karyawan dan pengunjung Bentara Budaya Jakarta, sejumlah tamu penting pun pernah memesan kreasinya, mulai dari pengusaha sampai tokoh-tokoh politik.
Masak mi pakai arang
Lihai, Firdaus memecahkan sebutir telur ke wajan. Sesaat sesudah api berasap, campuran kaldu ayam dan bumbu-bumbu dia masukkan.
Aroma gurih campuran kaldu dan bumbu segera merebak, menggelitik setiap hidung. Rajangan kubis, seledri, tomat, dan suwiran daging paha ayam segera beradu di dalam wajan bersama seikat mi kuning tebal. Kuah putih keruh yang menggolak menandakan seporsi bakmi rebus telah siap.
Selera Bob memang boleh diuji. Seporsi kuah bakmi yang hangat sungguh nikmat diseruput. Wangi campuran bawang putih dan merica yang kuat disela gurih kaldu ayam yang ringan. Tekstur mi tebal menyerap gurihnya kuah secara maksimal, berpadu dengan suwiran ayam yang melimpah.
Selera Bob memang boleh diuji. Seporsi kuah bakmi yang hangat sungguh nikmat diseruput.
Menandaskan seporsi bakmi rebus, hampir sama cepatnya dengan proses memasak.
“Betul, masih menggunakan arang, Mas. Wanginya berbeda, dan itu ngaruh ke rasa bakminya,” cetus Firdaus sambil meneruskan masakannya.
Nyala arang di bawah wajan itu dia tunjukkan sambil mengangkat seporsi bakmi yang baru matang. Saat SUAR hendak beranjak pergi, seorang pembeli yang baru datang memesan terpaksa kecewa sesudah Firdaus menyebut bakmi rebus sudah habis, dan tersisa beberapa porsi bakmi goreng.
Apakah sobat SUAR ingin coba juga bakmi Jawa rekomendasi Bob Azam ini?