Wawancara khusus Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Haendra Subekti
Butuh dua pekan bagi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk bisa memastikan sumber pencemaran radionuklida Cs-137, setelah ada laporan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang udang ekspor yang diduga terkontaminasi radioaktif di Amerika Serikat, pada Agustus lalu.
Dari informasi itu Bapeten dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun mulai berkoordinasi. “Kami bertemu, berdiskusi, untuk menindaklanjuti ini dari pabrik mana, kemudian kita survei ke pabrik itu, ke lokasi dan akhirnya meluas, ditemukan ada beberapa lokasi tercemar Cesium,” kata Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir Bapeten, Haendra Subekti.
Setelah ditemukan terdapat cemaran di sebuah pabrik, pemeriksaan pun berlanjut ke beberapa pabrik lain, hingga diyakini ada satu pabrik yang menjadi sumber pencemaran. “Menteri Lingkungan Hidup sebagai ketua Satgas yang mengambil kesimpulan itu,” kata Haendra.

Karena insiden ini, petugas Bapeten pun jadi sangat sibuk. Selaian ke Cikande untuk melakukan dekontaminasi, beberapa yang lain ada ditugaskan untuk pemeriksaan kontainer di Tanjung Priok, lalu pemeriksaan dalam rangka ekspor karena pemerintah Amerika membuka kembali untuk ekspor udang dan ekspor rempah-rempah. “Jadi harus ada pemeriksaan radiasi dan uji. Ini sekarang kita kehabisan orang,” ujar Haendra.
Menurutnya, kejadian ini menjadi sebuah lesson learned bagi semua pihak, jika pengawasan perlu selalu dilakukan, khususnya buat komoditas yang akan diekspor. “Ternyata kita juga harus aware ke seluruh kawasan baik yang nuklir atau non-nuklir. Sehingga dari keputusan ke depan misalnya akan ada pemberlakuan bahwa kawasan industri yang terutama ada logam, itu harus pasang radiation portal monitor (RPM),” ungkapnya.
Lalu bagaimana prosedur pengawasan terkait potensi adanya cemaran bahan berbahaya khususnya radioaktif ini dilakukan, wartawan SUAR Dian Amalia dan Gema Dzikri mendapatkan paparan panjang terkait hal ini dari Haendra saat berkunjung ke kantornya di Kawasan Gambir< Jakarta Pusat, Selasa, 21 Oktober 2025 lalu. Petikannya:
Kenapa tidak ada deteksi awal di kawasan Cikande ada kebocoran radionuklida Cs-137?
Ya intinya karena di sana bukan wilayah fasilitas nuklir atau radiasi, tanda kutip Bapeten enggak pernah ke sana, karena disana tidak ada indikasi penggunaan sumber radioaktif.
Tetapi kalau kita bergeser ke arah Cilegon, itu memang ada penggunaan di pabrik-pabrik untuk tujuan pengukuran, misalnya pengukuran densitas, pengukuran ketebalan. Itu digunakan di pabrik-pabrik di Cilegon sana. Tapi khusus di kawasan Cikande memang di daftar perizinannya Bapeten itu tidak ada penggunaan sumber radioaktif di situ.
Kegiatan masyarakat terpantau normal di dekat sumber radiasi. Sebenarnya, seberapa berbahaya Cesium-137 dan apakah mereka tidak diberi pemahaman?
Mereka sebagian besar tidak teredukasi dengan baik. Jadi kebanyakan ya kalau kita lihat dari liputan TV-TV itu kan juga mengatakan mereka sudah sehari-hari di situ. Namun jika dilihat dari bahaya, Cesium ini termasuk sifatnya bisa masuk ke tubuh dengan mudah, dengan bentuknya yang bisa menjadi debu, itu sangat potensial masuk ke dalam tubuh.
Dampaknya kepada masyarakat yang ada di sana itu jangka panjang efeknya.
Kalau jangka pendek itu yang berada di lokasi hot spot, kalau lama di situ. Tapi kalau di rumah-rumah penduduk ini bukannya bahaya, tapi potensial untuk masuk ke dalam tubuh, karena tangannya megang apa, terus makan nggak cuci tangan, atau menempel di baju.
Karena itu edukasi ini tugasnya Satgas ( Satuan tugas penanganan radiasi Cesium-137). Semua yang dilakukan di Cikande itu semuanya dikontrol Satgas untuk dekontaminasi, untuk penegakan hukum, untuk regulasi, untuk kesehatan, untuk komunikasi, dan untuk relokasi.
Kenapa kita harus relokasi, karena kita mau membersihkan rumahnya, kalau mau dekontaminasi tapi ada orangnya di situ kan malah merepotkan, makanya harus dipindahkan supaya orangnya nggak di situ dan kita bisa leluasa membersihkan. Nanti setelah sekian hari mereka bisa kembali pulang. Kalau targetnya relokasi sesuai aturan itu 7 hari.

Apa analisa awal Bapeten, sehingga ada pabrik pengecoran logam bisa mengolah unsur Cesium ?
Kalau logam secara umum seharusnya tidak ada Cesium. Jadi kalau ada Cesium itu pasti kecampuran sama Cesium. Nah sumber Cesiumnya dari mana, itu yang sedang diperdalam.
Jadi Cesium itu kan dipakai di industri gauging. Wadahnya juga logam, bagi orang yang tidak paham itu ada radioaktifnya, maka dia bisa dianggap hanya besi biasa. Dan besinya itu berat karena dia ada timbalnya, bagi tukang besi itu untungnya besar karena berat.
Kalau yang enggak mengerti akan menganggap ini barang biasa, loak biasa, ini kemungkinan juga terjadi di luar negeri, barang yang memang ada Cesium-nya terbawa ke besi-besi bekas, atau sempat diolah menjadi bahan baku dan tidak diketahui.
Karena kejadian ini bukan pertama kali di dunia. Kejadian kontaminasi pabrik peleburan ini di Amerika juga pernah terjadi, di Eropa juga pernah terjadi. Jadi mereka sendiri sudah aware, sehingga ada RPM, ada detector, dan itu dipersyaratkan.
Selama ini pengelolaan limbah radioaktif yang terdaftar apakah terpantau Bapeten semua?
Pengawasan limbah ini penting. Bapeten mencatat semua sumber yang digunakan terus dikirim ke mana, itu kita catat semua. Sampai ketika di tempat pelimbahan, artinya sudah safe di sana. Bahkan ketika sampai di sana pun kita sudah punya catatan juga ada berapa banyak yang di sana.
Jadi data base itu saya yakin akurat untuk antara sumber yang tidak digunakan, dilimbahkan sampai nanti dikirim. Bahkan beberapa perusahaan yang katakanlah pailit itu dibantu Bapeten untuk proses sampai untuk proses membuang limbahnya.
Karena kita tidak ingin perusahaan yang pailit ini nggak punya duit, kita bantu memfasilitasi mengirimkan ke pelimbahan, tapi tentunya dengan proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan, harus ada putusan pengadilan, lewat Kejaksaan juga yang terlibat untuk melegalisir dalam konteks pelimbahannya sesuai dengan ketentuan.
Bagaimana pencegahan masuknya bahan-bahan berbahaya termasuk unsur yang mengandung radioaktif, khususnya di pelabuhan?
Sebenarnya sudah sejak dulu, sejak kita mendapatkan hibah radiation portal monitor, saya lupa tahunnya, itu kita sudah mulai bekerja sama dengan Bea Cukai, sifatnya memberikan bimbingan teknis ke petugas-petugas di lapangan supaya nanti bisa tahu kapan ada alarm itu aktif atau tidak. Kalau aktif, apa yang harus dilakukan, itu sudah kita latih.
Dan akhir-akhir ini, semenjak ramai kasus ini ya, kita sudah kembali memberikan semacam bimbingan langsung di lapangan. Jadi enggak lagi di kelas, karena langsung ke lapangan, kalau ada alarm aktif, panggil Bapeten.
Jadi memang petugas dari Bea Cukai yang mengawasi, jika perlu ada penanganan lanjut bisa koordinasi dengan Bapeten?
Jadi kita saat ini tidak ada petugas Bapeten yang stand by di pelabuhan. Yang ada adalah kita bisa dipanggil sewaktu-waktu. Untuk kasus kontainer udang yang kembali ke Indonesia, ini memang Bapeten stand by di sana sesuai jadwal. Jadi kita sudah punya jadwal koordinasi, kapan sampai, itu teman-teman stand by di sana. Itu sampai November mungkin. Terutama lima kontainer yang suspect itu, itu kita memang ditunggu.
Apa langkah dari Bapeten demi mencegah terjadinya hal serupa ke depannya?
Jadi kita kemarin sudah mulai membuat semacam sosialisasi untuk para pengusaha industri besi baja di kawasan Banten bersama Pemda. Kita berikan sosialisasi misalnya lambang radiasi. Ini kalau ada alat misalnya di antara logam itu ada lambang (radiasi) sebaiknya lapor Bapeten. Kenapa harus lapor? Karena kita nggak tahu apakah ini ada isinya atau tidak.
Program ini sebenarnya sudah ada sejak awal, saya dulu pernah sosialisasi ke pemulung di daerah Batam, di daerah Sulawesi, di Banten, itu kita datang ke pemulung-pemulung sosialisasi.
Nah sekarang kita giatkan lagi, kalau dulu kita ke pengepulnya sekarang kita ke industrinya. Ini akan kita giatkan lagi melalui program ke beberapa kawasan industri dan tentunya yang paling erat adalah dengan Kementerian Perindustrian, kemudian juga dengan Pemda. Ini yang kita targetkan nanti ke depan untuk sosialisasi.
Bagaimana juga pencegahan di sisi komoditasnya?
Nah kawan-kawan dari Bapeten dari kemarin sedang melatih kawan-kawan di KKP untuk bisa mendeteksi dengan alat yang memang disyaratkan oleh FDA. Jadi prosedur yang kita gunakan pun sesuai dengan yang diminta oleh FDA. Ini kan kalau dalam bahasa bisnis mereka pelanggan kita, permintaan pelanggan kita ikuti.
Dalam hal ini alat Bapeten ada dua alat yang sesuai dengan spesifikasi mereka, jadi untuk pelatihan beberapa hari ini kita gunakan spesifikasi yang sesuai dengan FDA. Tetapi nanti dari pabrik-pabrik pengolahan ikan juga akan membeli alat yang sesuai dengan spesifikasi FDA, supaya mereka bisa scanning sendiri, tentunya nanti ada supervisi dari kawan-kawan inspektur mutu KKP, jadi bukan orang Bapeten yang stand by.
Dengan kita melatih inspektur mutu KKP beberapa hari ini, itu harapannya nanti inspektur mutu punya kompetensi untuk scanning, sekaligus mengawasi unit pengolahan ikan melakukan scanning sendiri, karena itu disyaratkan oleh FDA, dan metodenya harus persis sama.
Apakah cukup memberikan keterampilan ke petugas di KKP?
Memang yang diminta KKP enggak cuma pelatihan. Ini sudah ada tiga tempat yang mau ekspor, jadi nanti tiga lokasi ini, Bapeten akan membantu dengan alat Bapeten scanning di lokasi-lokasi tersebut, ada di Jakarta dan di luar kota.
Tapi jangan lupa, ada 34 lokasi perusahaan yang harus di-support untuk ini, sampai nanti mereka punya alat. Karena pengadaan alat ini butuh waktu, kalau nggak salah butuh tiga bulan. Ini sudah pesan, datangnya barang itu tiga bulan, karena kan pesannya dari Amerika Serikat.