Bisnis Melesat berkat Kerjasama Pekerja dan AI

Penggunaan akal imitasi (AI) untuk meningkatkan produktivitas dalam suatu perusahaan sudah menjadi hal yang umum yang dilakukan di tengah transformasi digital.

Bisnis Melesat berkat Kerjasama Pekerja dan AI
Photo by Waqar Mujahid / Unsplash
Daftar Isi

Penggunaan akal imitasi (AI) untuk meningkatkan produktivitas perusahaan sudah menjadi hal yang umum yang dilakukan di tengah transformasi digital. Tapi kehadiran artificial intelligence itu tidak harus membuat para pekerja kehilangan pekerjaan mereka.

Untuk itu, perusahaan harus menemukan formula yang tepat agar pekerja dan AI dapat saling melengkapi agar perusahaan berkembang dan mencapai keunggulan daya saing. Demikian dikatakan sejumlah praktisi dalam sebuah diskusi, pada Rabu (3/9).

Bercermin dari pengalaman mendirikan dan mengelola puluhan perusahaan di Indonesia dan Amerika Serikat selama belasan tahun, David Tjokrorahardjo mengakui bahwa perusahaan yang berkembang akan menjalani transformasi sebagai kepastian, bukan sebagai teka-teki. Praktisi pengembangan kepemimpinan itu mengumpamakan fase perkembangan perusahaan serupa metamorfosis serangga.

"Pertumbuhan itu sesuatu yang opsional. Bagaikan ulat, perusahaan Anda bisa saja bertambah besar, tetapi perusahaan yang berkembang adalah ulat yang membuktikan diri mampu memenuhi metamorfosis menjadi kupu-kupu," kata Presiden Maxwell Leadership Indonesia itu.

Untuk mendorong transformasi dalam perusahaan, menurut David, AI merupakan faktor yang menunjang kepemimpinan untuk mengeliminasi atau meningkatkan.

Untuk mendorong transformasi dalam perusahaan, menurut David, AI merupakan faktor yang menunjang kepemimpinan untuk mengeliminasi atau meningkatkan.

Jika AI digunakan hanya untuk mengeliminasi cara-cara lama dalam operasional perusahaan, hasil yang dicapai tidak akan lebih dari sekadar efisiensi, karena AI semata diprogram mengerjakan tugas mendasar seperti membuat laporan rutin.

Sebaliknya, jika AI digunakan untuk meningkatkan produktivitas, perusahaan dapat menginvestasikan waktu dan kompetensi pekerjanya untuk membaca tren, menemukan peluang, dan merumuskan strategi untuk jangka panjang untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, menjadikan perusahaan sebagai ruang tumbuh bersama, dan berkontribusi pada komunitas.

"Kepemimpinan bukanlah sekadar jabatan. Dia adalah suatu petualangan. Tugas kita adalah menemukan tempat: ada di mana kita dalam petualangan itu?" kata David mengakhiri pemaparannya.

Sense of purpose

Buah yang dihasilkan dari kepemimpinan yang transformatif bukan hanya menjamin perusahaan berkembang dan berdaya saing, tetapi juga rasa kepemilikan dalam diri setiap pekerja hingga jenjang terendah.

Pengalaman CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata melebarkan bisnis gerai kopinya hingga mencapai 1.100 cabang di enam negara Asia Pasifik membuktikan itu.

"Visi kami sederhana: 3.000 gerai Kopi Kenangan di tahun 2028, dan menjadi rantai gerai kopi terbesar di Asia Tenggara," cetus Edward, disambut derai tepuk tangan hadirin.

Dengan visi itu, Kopi Kenangan menembus pasar dengan tujuan agar citarasa kopi Indonesia dikenal lengkap berikut identitasnya.

Menurut Edward, identitas menjadi penting karena selama bertahun-tahun, Edward mendapati kopi asal Indonesia memasok kebutuhan suatu jaringan gerai kopi terkemuka, tetapi tanpa penjelasan bahwa kopi itu adalah kopi Indonesia.

Meski demikian, ujar dia, menjalankan visi itu tidak mudah tanpa budaya perusahaan yang solid. Dia mencontohkan dalam tahun ini saja, Kopi Kenangan membuka 353 gerai baru.

Dengan kebutuhan jumlah karyawan yang kian besar untuk mengoperasikan toko, apa yang Edward lakukan untuk membina budaya perusahaan?

"People need purpose. Mereka membutuhkan tujuan, membuat mereka punya misi, supaya tidak hanya berpikir 'saya akan dapat apa', tetapi juga 'perusahaan saya akan seperti apa'. Karena itulah, Kopi Kenangan membuat stock option sampai ke tingkat manajer toko, sehingga mereka melakukan yang terbaik untuk perusahaan bukan semata-mata demi memenuhi target, tetapi karena merasa turut memiliki perusahaan," ujarnya.

"People need purpose. Mereka membutuhkan tujuan, membuat mereka punya misi, supaya tidak hanya berpikir 'saya akan dapat apa', tetapi juga 'perusahaan saya akan seperti apa'," ujar Edward.

Strategi Edward manjur. Manajer-manajer toko Kopi Kenangan tidak hanya berinisiatif memajukan gerainya sendiri, tetapi juga membantu perusahaan membuka gerai baru. Kontribusi mereka tidak semata-mata diukur dengan pemenuhan key performance indicator, tetapi juga orisinalitas gagasan inovatif.

"Kami mengadakan AI Hackathon untuk manajer. Mereka berlomba membuat strategi inovasi yang bisa dipresentasikan, lalu pemenangnya akan menjadikan strategi itu sebagai KPI untuk satu tahun. Jika pekerja Anda sudah memiliki sense of purpose dan sense of ownership terhadap perusahaan, orang yang sudah keluar dari perusahaan pun akan kembali lagi," kisah Edward.

Vice Chairman Forum Human Capital Indonesia (FHCI) Hadjar Seti Adji membedah strategi Edward Tirtanata dan Kopi Kenangan dalam menempa sense of purpose dan sense of ownership pekerja terhadap perusahaan itu.

Menurut Hadjar, mendorong sense of purpose adalah bagian dari transformasi perusahaan yang beradaptasi dengan karakter khas pekerja muda Generasi Z yang kini berusia 18 tahun sampai 25 tahun.

"Generasi Z adalah generasi tech-savvy dan purpose-driven. Tantangan kita sebagai pemimpin adalah mengenal mereka dan membuat perusahaan kita menarik bagi mereka, sambil terus bertransformasi menjadi lebih lincah dan siap memenuhi kebutuhan masa depan," kata Hadjar.

Untuk memperoleh talenta Generasi Z terbaik dan tangguh, menurutnya, salah satu kiat terbaik adalah cara perusahaan teknologi IBM menjadikan AI sebagai pengelola SDM mereka, melalui platform bernama IBM Watson.

Cara kerja IBM Watson mereplikasi empat pilar utama pengelolaan SDM. Dalam merekrut, Watson menggunakan AI untuk menganalisis tren pasar tenaga kerja dan membaca profil kandidat secara akurat.

Dalam mendidik, Watson menyusun laporan personal yang cocok untuk portofolio pekerjaan mereka. Dalam menentukan retensi, Watson mengidentifikasi titik jenuh sebagai acuan HRD mengevaluasi kinerja. Dalam berstrategi, Watson membantu HRD menerima dan merespons masukan pekerja secara tepat dan presisi dalam waktu lebih cepat.

"Apa yang berhasil IBM capai dengan penggunaan Watson? Penghematan biaya operasional hingga US$ 300 juta, menekan biaya perekrutan hingga 50%, dan mengoptimalkan 12.000 jam kerja dalam 18 bulan. Ini bukan sekadar kisah keberhasilan, tetapi sebuah sinyal. Masa depan dunia kerja bukanlah manusia versus mesin, tetapi membuat manusia mampu bekerja selaras dengan kecepatan mesin," ucap Hadjar.

Tetap berpusat pada manusia

Dalam diskusi itu, Menteri Ketenagakerjaan Prof. Yassierli menguraikan misi kementeriannya untuk menjadi lebih dari sekadar unit birokrasi, tetapi motor percepatan transformasi SDM Indonesia yang dibutuhkan masa depan.

"Ada mindset yang harus kita ubah. Orang-orang yang datang mencari kerja sekarang bukan lagi ingin menjadi labour, tetapi manpower. Karena itu, komponen yang kami kembangkan adalah menjadikan Kemenaker sebagai Ministry of Manpower and Human Development bagi masa depan Indonesia," ujar Yassierli.

Perubahan mindset itu dia contohkan dengan perubahan istilah ketenagakerjaan sebagai lambang evolusi konsep bekerja. Menurut Yassierli, istilah human resources (sumber daya manusia) sudah tidak lagi relevan, begitu pula human capital (modal manusia) sebagai konsep pekerja yang mutlak berdedikasi pada perusahaan.

"Di masa depan, dunia kerja akan fokus pada human potential yang berpusat pada manusia, berorientasi tujuan, menghimpun talenta-talenta individual, dan menjadikan AI sebagai mitra inovasi dan pengambilan keputusan. AI bukan hanya artificial intelligence, tetapi augmented intelligence, kecerdasan yang diperkaya dan diperkuat," tekannya.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli memaparkan karakteristik pekerja Gen Z dan milenial dalam diskusi hari kedua IHCBS 2025. Foto: Chris Wibisana/SUAR

"Saya mengajak Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk mulai melibatkan milenial dan Gen Z dalam transformasi perusahaan. Mereka mencari purpose dan makna dalam bekerja, bukan sekadar pengalaman. Mereka menginginkan ruang bertumbuh yang sehat untuk mengembangkan diri," ujarnya.

Sebagai Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli merekomendasikan lima langkah praktis yang dapat diterapkan CEO dan pengelola SDM untuk membentuk perusahaan yang berpusat dan berinvestasi pada manusia:

  • Pertama dan terutama adalah memotivasi anak buah untuk mengambil tanggung jawab atas diri sendiri.
  • Kedua, integrasi rencana perbaikan kinerja dengan pengembangan individu.
  • Ketiga, perbanyak pelatihan dan pendidikan.
  • Keempat, delegasikan tugas penting untuk meringankan beban dan menantang anak buah untuk berkembang.
  • Kelima, ciptakan a nice place to grow yang mendukung pertumbuhan dengan suasana positif, inklusif, dan kolaboratif.

Penulis

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Wartawan Makroekonomi, Energi, Lingkungan, Keuangan, Ketenagakerjaan, dan Internasional