Belajar dari Dapur Dunia

Artikel ini merupakan opini dari CEO Aneka Coffee Industries & Ottodigital)

Belajar dari Dapur Dunia
Th Wiryawan (Foto AI / SUAR)

Theodorus Wiryawan (CEO Aneka Coffee Industries dan Ottodigital)


Artikel ini merupakan opini dari CEO Aneka Coffee Industries & Ottodigital). Bila anda tertarik untuk menjadi kontributor opini, silakan mendaftarkan diri di sini.


Suatu hari di awal tahun 2000 di Washington DC , saya makan siang dengan teman-teman dari Thailand di restoran Thai. Mereka mengatakan Thailand ingin dikenal sebagai "Kitchen of the World" atau "Dapur untuk Dunia".

Mereka mengatakan bahwa sekitar 45 tahun lalu, Raja mengirim putera-puteri Thai untuk belajar pertanian dan banyak yang belajar di IPB Bogor. Setelah lulus, mereka mengembangkan pertanian di Thailand secara serius. Hasilnya sangat bagus.

Kita masih ingat ada istilah jambu Bangkok, mangga Bangkok, pepaya Bangkok, lengkeng Bangkok. Persepsinya jelas; kualitas buah-buahan dan hasil pertanian Thai sangat bagus, baik rasa, ukuran, sampai aromanya. Problemnya, hasil pertanian itu tidak bisa diserap domestik. Hasil berlimpah ruah. Perlu diekspor.

Langkah selanjutnya yang serius dipersiapkan adalah membuka jalur distribusi ke seluruh dunia dengan cara yang menarik dan memiliki implikasi yang sangat bagus, yaitu melalui restoran Thai.

Saat saya tinggal di Silver Spring Maryland AS, saya lihat ada sekitar 20 Thai Restoran antara Silver Spring sampai down town di Washington DC. Belum lagi di downtown sekitar White House, ada lebih dari 8 Restoran Thai. Sebuah jumlah yang sangat banyak dibanding restoran masakan negara lain.

Bandingkan dengan restoran yang menjual makanan Indonesia, hanya ada dua dan sudah tutup pula. Salah satunya, milik almarhum Pak Christianto Wibisono yang membuka restoran Indonesia di Washington DC.

white and blue floral ceramic plate with food
Foto Chinh Le Duc / Unsplash

Saya bertanya ke teman-teman dari Thailand, kok banyak sekali restoran Thai? Mereka menceritakan sebuah pengalaman menarik. Saat mereka akan kuliah di AS sudah ditanya setelah lulus akan kerja di mana? Rata-rata menjawab akan kerja di perusahaan besar, seperti Microsoft, Coca-cola, IBM, Citibank.

Wakil dari pemerintah bertanya, apakah tertarik kerja di restoran Thai. Mereka akan diberikan pelatihan, magang , mendapat uang saku, dan diberi kemudahan membuat restoran Thai di AS. Dari puluhan mahasiswa, ada 1 atau 2 mahasiswa yang tertarik kerja di restoran Thai.

Kenapa pemerintah serius sekali menawarkan mahasiswanya bekerja di restoran Thai? Ternyata, restaurant Thai sebagai penyalur hasil pertanian Thai di AS. Setiap hari, sekian banyak pesawat membawa aneka hasil pertanian Thai ke AS. Di sekitar Washington DC saja ada 30 restoran Thai. Belum lagi di Eropa dan negara lain.

Di seluruh AS diperkirakan ada lebih dari 500 restoran Thai.

Pemerintah Thai menginvasi AS dan negara lain melalui makanan dengan konsep Thailand sebagai dapur dunia. Dengan cara ini hasil pertanian Thai mendapat nilai tambah yang luar biasa dan Makanan Thai menyebar dan mendunia secara luar biasa.

Gerakan global dapur dunia Thailand itu berbuah manis. Jumlah restoran Thailand di seluruh dunia berlipat ganda, dari 5.500 pada 2001 menjadi 13.000 pada 2008. Kini, diperkirakan ada sekitar 20.000 restoran Thailand di seluruh dunia.

Pada tahun 2001, pemerintah Thailand mendirikan Global Thai Restaurant Company, Ltd., dalam upaya untuk mendirikan ribuan restoran Thailand di seluruh dunia.

Tidak tanggung-tanggung minimal ada 5 kementerian yang terlibat seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan, Kementerian Perdagangan (bagian promosi ekspor), Kementerian Kesehatan, dan beberapa instansi lain terlibat secara penuh dalam gastrodiplomacy ini.

Para ahli makanan Thailand terus berusaha menemukan dan meramu resep-resep masakan baru untuk kemudian dihidangkan di restoran-restoran Thailand seluruh dunia. Tak hanya itu, ketika sudah ada puluhan ribu restoran di seluruh dunia, selain terus berupaya meningkatkan kampanyenya, tantangan berikutnya adalah menjaga kualitas restoran-restoran tersebut tetap tinggi.

brown buildings
Foto topcools tee / Unsplash

Pemerintah Thailand mengatur standarisasi dan kebijakan terkait kuliner Thailand yang dinamakan Division of Thai Export Promotion. Usaha pemerintah Thailand untuk menjaga rasa masakan tradisonal dan mengembangkan bisnis hingga terkenal di seluruh dunia cukup berhasil

Pemerintah Thailand kemudian menciptakan "Thai Select", yang memberi sertifikasi kepada restoran-restoran Thailand di luar negeri yang "Otentik" dan "berkualitas tinggi" berdasarkan inspeksi dan kriteria seperti buka setidaknya satu tahun, beroperasi setidaknya lima hari seminggu, disertifikasi oleh Perusahaan kartu kredit Visa atau American Express, mempekerjakan chef Thailand dengan latar belakang masakan Thailand, menggunakan bahan dan peralatan dari Thailand, dan menawarkan setidaknya enam hidangan Thailand di menu.

Selain kualitas makanan, kriteria lain yang dilibatkan, misalnya keamanan pangan, pengemasan, bahan baku, langkah penyiapan pangan, dan skill chef.

Pemerintah Thailand juga menggandeng para investor. Disediakan modelnya oleh pemerintah, pengusaha bisa memilih sejumlah tipe restoran yang bisa dibangun, dari yang bertipe fast food hingga elegan. Bagi warga negara Thailand yang ingin terjun ke bisnis restoran di luar negeri, pinjaman lunak pun disediakan.

Langkah lain untuk mempromosikan kuliner Thailand ialah dengan memberikan kemudahan visa bagi koki-koki yang akan bertugas di luar negeri.

Nilai pasar masakan Thailand global mencapai USD 9,00 miliar pada tahun 2024.

Pasar ini diproyeksikan tumbuh dari USD 9,68 miliar pada tahun 2025 menjadi USD 16,46 miliar pada tahun 2032, dengan CAGR sebesar 7,88% selama periode perkiraan.

Pemerintah Thailand kemudian mengembangkan dapur halal dunia dan pusat halal di Asia Tenggara. Pemerintah menetapkan Lembaga utama yang bertanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan yang mengatur makanan halal di Thailand adalah Halal Science Centre di Universitas Chulalongkorn di Bangkok, yang telah mengembangkan sistem standardisasi yang dikenal sebagai Halal Assurance, Liability-Quality System, atau HAL-Q, yang digunakan oleh lebih dari 770 pabrik makanan dan 7.000 restoran sehingga memungkinkan mereka menggunakan kata β€œhalal” dalam pemasaran mereka.

Dampak lain dari kesuksesan Thai restoran adalah meningkatnya pariwisata ke Thailand. Thailand adalah salah satu negara yang paling banyak dikunjungi oleh orang luar di dunia. Pada 2019, hampir 40 juta kunjungan wisman ke negara tersebut, mengalahkan jumlah wisman ke Jerman ataupun ke Inggris.

Di Asia, hanya China dan Thailand yang masuk dalam 10 besar negara yang paling banyak dikunjungi wisman di dunia pada tahun lalu. Dalam sebuah penelitian bertajuk "Consumer behaviors of foreign tourists in Thailand on Thai food", ditemukan bahwa terdapat korelasi signifikan atas peran restoran-restoran Thailand di seluruh dunia, terhadap makin tingginya antusiasme untuk berkunjung dan berwisata ke Thailand.

Kisah Thai Dapur untuk Dunia menjadi contoh menarik, baik dari segi dukungan pemerintah, kolaborasi dan koordinasi yang integrasi sehingga membawa dampak ekonomi yang signifikan. Bisa menjadi pembelajaran kolaborasi dunia usaha dan pemerintah kita asalkan dijalankan dengan serius.

Kolaborasi menjadi salah satu mantra untuk pertumbuhan ekonomi kita. Dengan adanya kolaborasi memungkinkan pemerintah dan dunia bisnis untuk menggabungkan sumber daya dan keahlian, memicu inovasi dan pengembangan ide-ide baru pertukaran pengetahuan dan pengalaman, mencari solusi atas berbagai tantangan, sekaligus mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam berbagai kegiatan.
.