Banyak Pesanan Baru, Manufaktur Indonesia Masih Tumbuh Positif

Banyaknya pesanan baru membuat aktivitas manufaktur Indonesia kembali tumbuh dengan Purchashing Managers' Index (PMI) berada di level tertingginya sejak Februari 2025, demikian menurut laporan S&P Global.

Banyak Pesanan Baru, Manufaktur Indonesia Masih Tumbuh Positif
Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Banten, Jumat (14/11/2025). (ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/bar)
Daftar Isi

Banyaknya pesanan baru membuat aktivitas manufaktur Indonesia kembali tumbuh dengan Purchashing Managers' Index (PMI) berada di level tertingginya sejak Februari 2025, demikian menurut laporan S&P Global.

Dalam laporan yang dirilis hari ini, Senin (1/12/2025), PMI Indonesia berada di 53,3 untuk periode November 2025 atau mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 51,2 di Oktober.

Hal ini menunjukkan aktivitas manufaktur Indonesia kembali tumbuh dan masuk ke dalam zona ekspansi.

“Kunci dari ekspansi pada November adalah pertumbuhan pemesanan baru (new orders) yang kuat. Tingkat pertumbuhannya menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2023,” ujar Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti seperti dikutip di laman S&P Global di Jakarta (1/12).

Sebelumnya aktivitas manufaktur Indonesia sempat tertekan pada Apri - Juli 2025 dengan nilai di bawah 50 dan masuk dalam zona kontraksi.

Dunia usaha melaporkan bahwa permintaan yang lebih tinggi ditopang oleh sisi domestik. Sementara permintaan ekspor masih turun bahkan dengan laju yang lebih dalam sehingga menjadi yang terendah dalam 14 bulan terakhir.

"Peningkatan permintaan menyebabkan produksi ikut terangkat, ini menjadi yang pertama dalam tiga bulan terakhir," kata Usamah.

Menurutnya, pelaku usaha melaporkan peningkatan produksi yang membuat mereka mempersiapkan diri dengan membeli bahan baku untuk mengantisipasi perbaikan permintaan yang diperkirakan bisa terus berlanjut.

Ia menjelaskan mengungkapkan bahwa mereka menambah rekrutmen pegawai. Ini sudah terjadi selama empat bulan berturut-turut. Meski memang laju penciptaan lapangan kerja melambat ketimbang Oktober.

Data November memberi gambaran mengenai sehatnya sektor manufaktur Indonesia dan ekonomi domestik masih menjadi kunci utama.

Strategi dorong ekspansi

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan sektor manufaktur merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, pertumbuhan sektor ini harus dijaga.

Agar sektor manufaktur bisa terus ekspansi dan bisa menyerap tenaga kerja maka diperlukan tiga strategi diantaranya  Pertama, Dukungan dari segi kebijakan dan regulasi

Contoh kebijakan untuk mendorong sektor manufaktur adalah

  1. Relaksasi pajak, dengan melakukan relaksasi pajak, seperti menahan kenaikan PPN, untuk meningkatkan daya beli dan mendukung dunia usaha.
  2. Penguatan rantai pasok dan infrastruktur dengan mengembangkan bahan baku lokal, pengembangan bahan baku lokal bisa menekan defisit neraca perdagangan.
  3. Ketiga, Diversifikasi dan strategi pasar dengan mendorong diversifikasi produk untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

“Meningkatkan kualitas infrastruktur dan konektivitas distribusi untuk mendukung rantai pasok industri juga bisa membuat manufaktur ekspansi,” ujar dia ketika ditemui di Rapimnas Kadin, di Park Hyatt, Jakarta (1/12).

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti PMI Manufaktur November mencapai level paling tinggi sejak Februari 2025. Hal ini mencerminkan perbaikan kondisi operasional industri nasional yang lebih kuat dan kinerja sektor manufaktur yang solid.

Peningkatan nilai PMI Manufaktur terutama digerakkan oleh lonjakan pesanan baru yang mencapai level tertinggi dalam 27 bulan terakhir.

Sebagian besar responden menyebut peningkatan jumlah pelanggan domestik sebagai faktor pendorong, sementara permintaan dari luar negeri justru menyusut cukup tajam.

Kondisi ini mendorong produsen meningkatkan produksi kembali setelah periode stagnasi, sekaligus memperbesar stok barang jadi guna mengantisipasi permintaan lanjutan. Kenaikan permintaan juga berdampak pada kapasitas kerja pabrik.

Perusahaan mencatat akumulasi pekerjaan yang signifikan, tertinggi selama lebih dari empat tahun. Untuk menjaga kelancaran produksi, banyak pelaku industri menambah tenaga kerja meskipun tidak secepat bulan sebelumnya. Aktivitas pembelian bahan baku juga meningkat, sejalan dengan upaya menjaga kesiapan pasokan input di tengah pemulihan permintaan.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa Kemenperin terus memperkuat fondasi industri melalui peningkatan efisiensi, integrasi rantai pasok berbasis bahan baku lokal, serta penyiapan tenaga kerja terampil. Program peningkatan kompetensi, inovasi proses, dan transformasi menuju manufaktur hijau menjadi prioritas untuk memastikan daya saing berkelanjutan.

“Di tengah perlambatan beberapa pasar ekspor utama, permintaan domestik kembali menjadi jangkar pertumbuhan. Industri kita bergerak adaptif, melakukan penyesuaian kapasitas agar tetap menjaga momentum,” kata Agus dalam rilis yang diterima SUAR di Jakarta (1/12).

Dalam catatan S&P Global, PMI Manufaktur ASEAN meningkat dari 52,7 pada Oktober menjadi 53 pada November 2025. Indonesia (53,3) berada dalam kelompok ekspansif bersama Thailand (56,8), Vietnam (53,8), Myanmar (51,4), dan Malaysia (50,1). Sedangkan Filipina berada di zona kontraksi (47,4).

Di luar kawasan, sejumlah negara besar juga mencatat ekspansi seperti India (59,2), Amerika Serikat (52,5), Australia (51,6), serta China (50,6). Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas industri global mulai stabil, meski kecepatan pemulihannya tidak merata.

Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Banten, Jumat (14/11/2025). (ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/bar)

IKI November 2025

Kemenperin mencatat IKI bulan November 2025 juga masih berada di zona ekspansi pada level 53,45. Secara nilai, IKI November turun tipis 0,05 poin dibandingkan Oktober 2025 yang berada di posisi 53,50.

Meski melambat secara bulanan, IKI November 2025 menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilai IKI meningkat 0,50 poin dibandingkan November 2024, yang kala itu berada di level 52,95.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menyampaikan pada bulan ini, industri manufaktur yang berorientasi ke pasar dalam negeri mengalami penguatan. Tampak dari IKI domestik yang secara bulanan naik 0,37 poin dari 52,34 menjadi 52,71.

Sebaliknya, IKI untuk industri manufaktur yang berorientasi ekspor melambat 0,17 poin dari 54,35 menjadi 54,18. Dari sisi variabel pembentuk IKI, pesanan baru pada bulan November 2025 mengalami peningkatan 0,68 poin menjadi 55,93.

Namun, variabel persediaan produk mengalami perlambatan 0,33 poin ke level 56,19. Sedangkan nilai IKI untuk variabel produksi masih kontraksi setelah merosot sedalam 1,08 poin ke posisi 47,49.

Febri membeberkan bahwa nilai IKI didapat dari survei dan analisis terhadap 23 sub sektor industri manufaktur. Dari jumlah tersebut, sebanyak 22 sub sektor mengalami ekspansi pada bulan ini.

Dua sub sektor dengan nilai IKI tertinggi adalah Industri Pengolahan Tembakau Selanjutnya ada Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional

Ekspansi industri pengolahan tembakau terdorong oleh aktivitas pelaku usaha yang sedang giat melakukan produksi setelah melewati masa panen. "Industri pengolahan tembakau bersifat musiman, memang meningkat pada periode tertentu," ujar dia.

Sedangkan ekspansi pada sub sektor industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional terdorong oleh belanja pemerintah. Terutama belanja untuk program jaminan kesehatan nasional terhadap produk-produk farmasi. 

Di sisi lain, ada satu sub sektor manufaktur yang mengalami kontraksi, yakni industri tekstil, Hasil ini sama seperti IKI bulan lalu, yang kala itu industri tekstil menjadi satu-satunya sub sektor yang mengalami kontraksi.

Analisis dari Kemenperin mengungkap sejumlah faktor yang masih menekan industri tekstil. Faktor utama penyebab kontraksi adalah permintaan yang masih lesu. Kondisi ini terjadi di tengah kenaikan harga bahan baku dan bahan penolong yang mengerek harga jual. Sejumlah produsen pun melaporkan penjualan ritel mengalami penurunan.

Baca selengkapnya