Sudah sekitar empat tahun Bank Syariah Indonesia (BSI) berkibar di tangga teratas industri perbankan syariah dalam negeri. Bank hasil merger tiga bank syariah – Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah – itu mampu menjaring basis nasabah yang besar.
Kini, BSI kedatangan sparring partner yang meramaikan industri perbankan syariah tanah air: Bank Syariah Nasional (BSN). Tak hanya menghadirkan persaingan sehat dengan BSI, kehadiran bank hasil "merger" antara BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah ini bisa mendorong laju industri ini lebih cepat.
Pemegang saham Bank Victoria Syariah (BVIS) sendiri resmi menyetujui perubahan nama perusahaan menjadi Bank Syariah Nasional (BSN) dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang digelar di Menara BTN, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Keputusan ini sekaligus berkaitan dengan proses spin off BTN Syariah yang sebelumnya merupakan unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS). Adapun BVIS akan berperan sebagai perusahaan cangkang dalam pendirian BSN ini. Strateginya jelas memisahkan entitas syariah BTN agar bisa tumbuh lebih mandiri, dengan identitas baru yang lebih kuat.
“Ke depan, nama BSN akan dipakai oleh BTN Syariah sebagai branding perusahaan dan produk layanan, tentu setelah melalui seluruh proses perizinan dari regulator,” ujar Ramon Armando, Sekretaris Perusahaan BTN.
Bagi BTN, spin off ini adalah bagian dari roadmap besar mereka. Selama bertahun-tahun, BTN Syariah dikenal fokus pada pembiayaan properti, khususnya perumahan subsidi bagi masyarakat menengah ke bawah.
Segmen ini tentu menjadi ciri khas sekaligus keunggulan kompetitifnya. Namun kini, dengan lahirnya BSN, BTN ingin melangkah lebih jauh tidak hanya di perumahan, tapi juga di sektor-sektor strategis lain.
Kini, dengan lahirnya BSN, BTN ingin melangkah lebih jauh tidak hanya di perumahan, tapi juga di sektor-sektor strategis lain.
Langkah ini disambut baik oleh banyak pihak, termasuk kalangan akademisi. Pengamat Ekonomi Syariah dari IPB University Irfan Syauqi Beik melihat kelahiran BSN sebagai momentum penting yang bisa memperkuat persaingan di industri perbankan syariah.
“Saya sangat menyambut baik kelahiran BSN. Semoga ini bisa semakin meningkatkan level kompetisi perbankan syariah,” kata Irfan kepada SUAR, Minggu (24/8/2025).
Namun, ia menekankan ada beberapa catatan penting. Pertama, spin off BTN Syariah dan akuisisi BVIS belum secara otomatis menambah aset perbankan syariah nasional.
“Karena itu, saya berharap BTN bisa memperkuat modal inti Bank Syariah Nasional ini nantinya,” ujarnya.
Kedua, BSN diharapkan tak butuh waktu lama untuk benar-benar berkiprah. “Sebagai pemegang saham pengendali, BTN diharapkan tetap memberikan dukungan penguatan sistem teknologi yang digunakan oleh BSN,” sarannya.
Catatan ketiga lebih strategis, Irfan mendorong agar BSN tidak hanya fokus pada sektor properti. Menurutnya, kehadiran BSN sebaiknya juga diarahkan untuk mendukung program-program nasional, mulai dari ketahanan pangan, energi terbarukan, industri halal, hingga ekosistem haji.
“Termasuk program kampung haji di Saudi yang digagas Presiden, ini bisa menjadi salah satu peran nyata BSN di masa depan,” kata Irfan.
Bertumbuh tapi masih tertinggal
Kehadiran BSN yang asetnya diperkirakan sekitar Rp 100 triliun ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah. Selama ini industri perbankan syariah memang bertumbuh tapi masih tertinggal dibandingkan dengan industri perbankan keseluruhan.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan Juni 2025 aset industri perbankan syariah mencapai Rp 967,33 triliun atau 7,41% dari total industri perbankan nasional. Angka ini bertumbuh 7,82% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Total dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah yang dihimpun Juni 2025 mencapai Rp 738,84 triliun, bertumbuh 6,98% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan total pembiayaan industri perbankan syariah pada Juni 2025 mencapai Rp 666,04 triliun bertumbuh 8,38% secara tahunan.
Berdasarkan laporan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), total aset keuangan syariah Indonesia pada 2024 mencapai Rp 9.927 triliun, setara dengan 45% dari produk domestik bruto (PDB). Meskipun pertumbuhannya melambat dari 22% pada 2023 menjadi 11,8% pada 2024, sektor ini tetap tumbuh positif dan solid.
Memasuki 2025, tren pertumbuhan kembali menguat. Per kuartal I–2025, pangsa pasar keuangan syariah nasional mencapai 25,1%, dengan total aset sebesar Rp 9.529,21 triliun. Angka ini menegaskan peran penting keuangan syariah dalam menopang stabilitas sistem keuangan nasional.
Jika diperinci berdasarkan sektor, pasar modal syariah mendominasi dengan kontribusi 86% atau Rp 8.176,12 triliun. Pertumbuhannya 4,7% (YoY), jauh di atas pertumbuhan pasar modal nasional yang hanya 1,4% (YoY). Perbankan syariah, tempat BSN akan berkompetisi, memberikan kontribusi 10% dengan total aset Rp 960,82 triliun, tumbuh 7,6% (YoY) dan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan nasional (7%).
Sementara itu, sektor industri keuangan non-bank (IKNB) syariah menyumbang 4% atau Rp 392,27 triliun, dengan pertumbuhan 10,9% (YoY). Kontribusi terbesar berasal dari Lembaga Pengelola Dana Haji yang mencakup 45% dari total aset IKNB syariah.
“Capaian total aset keuangan syariah Indonesia ini merupakan bukti konkret transformasi dalam lanskap keuangan syariah di Indonesia. Pertumbuhan dari seluruh sektor tidak hanya memperkuat daya tahan sistem keuangan nasional, tetapi juga menjadi sinyal kuat bahwa keuangan syariah siap menjadi motor penggerak menuju Indonesia yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing global,” tulis KNEKS dalam keterangan resminya.
Peta persaingan
Dalam peta industri perbankan syariah, BSN akan berhadapan dengan raksasa seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) yang lahir dari merger tiga bank syariah BUMN. Dengan pangsa pasar yang masih relatif kecil, BSN perlu menggarap ceruk spesifik agar tidak sekadar menjadi “pemain tambahan”.
“Pasar properti dan perumahan itu ceruk tersendiri bagi branding BSN. Justru selain di situ, BSN harus bisa ekspansif ke sektor-sektor pangan, energi, dan haji,” ujar Irfan. Dengan demikian, BSN tidak hanya dikenal sebagai bank syariah properti, tetapi juga pemain aktif di program-program strategis nasional.
Selain strategi segmen, tantangan digitalisasi juga tak kalah penting. Di era ekosistem fintech dan mobile banking, teknologi bukan lagi sekadar pendukung, melainkan fondasi utama. Menurut Irfan, dukungan BTN dalam hal permodalan dan transformasi digital akan sangat menentukan apakah BSN mampu bersaing dan berkembang.
"Digitalisasi harus baik, dan jangan sampai setelah spin off, kualitas layanan dan teknologinya jadi menurun. Ini challenge tersendiri (bank baru)," ujarnya.
Konteks industri juga menunjukkan betapa besar peluang yang ada. Data OJK memperlihatkan, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia masih berkisar 7%–8% dari total perbankan nasional, atau 7,44% pada 2024. Angka ini masih jauh dibandingkan dengan potensi pasar muslim Indonesia yang begitu besar. Karena itu, kehadiran pemain baru seperti BSN diharapkan bisa menjadi akselerator pertumbuhan.
BTN sendiri membawa modal pengalaman. Selama mengelola unit syariahnya, BTN terbiasa melayani masyarakat kelas menengah, kelompok yang menjadi tulang punggung pasar perbankan. Dengan status baru sebagai bank umum syariah, BSN memperoleh fleksibilitas lebih besar untuk berinovasi, memperluas jaringan, sekaligus merespons tantangan industri yang terus berubah.
Pusat ekonomi syariah
Kehadiran BSN bisa membantu mewujudkan misi Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2029. Saat ini Indonesia telah memiliki BSI yang masuk dalam jajaran Top 10 Sharia Global Bank kategori market capitalization.
Pemerintah sendiri bertekad menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia pada 2029.
Sejalan dengan dukungan positif dari pemerintah, Wakil Direktur Utama BSI Bob T. Ananta mengatakan, sebagai bank syariah terbesar, BSI mendukung penuh harapan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Bob menegaskan, BSI pasti akan ambil peran dalam mewujudkan ekspektasi tersebut. “BSI akan fokus kepada tiga agenda besar. Yakni, penguatan halal value chain, pengembangan keuangan syariah dan literasi, dan inklusi keuangan syariah," katanya.
BSI, kata Bob, memiliki peran strategis dalam agenda besar tersebut. Kehadiran BSI diharapkan menjadi kekuatan ekonomi syariah baru untuk mendorong ekonomi Indonesia yang lebih besar.
“Ekonomi syariah diharapkan menjadi simbol kedaulatan ekonomi bangsa. Melalui pengembangan Ekosistem Halal, BSI mendukung seluruh segmen baik wholesale maupun UMKM untuk bersama meningkatkan halal value chain," ujar Bob.

Dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan enam inisiatif strategis nasional guna mendukung ekonomi syariah. Yakni, inisiatif pertama, Gerbang Santri (Gerakan Pengembangan Pesantren dan Rantai Nilai Halal) untuk memperkuat kemandirian ekonomi pesantren sehingga dapat menjadi bagian dari rantai ekosistem halal.
Kedua, Jawara Ekspor (Jaringan Wirausaha Syariah Mendorong Ekspor), untuk meningkatkan ekspor produk halal dengan membangun integrasi sistem informasi pendukung ekspor halal, sinergi penguatan akses pasar, dan penguatan kerja sama internasional sektor perdagangan produk halal.
Ketiga, yaitu Gema Halal (Gerakan Berjamaah Akselerasi Halal), dilakukan untuk mengakselerasi rantai nilai halal, melalui peningkatan produk bersertifikasi halal.
Sebagai upaya mendorong pertumbuhan pembiayaan syariah, Bank Indonesia juga menggagas inisiatif keempat dan kelima, yaitu Sapa Syariah (Sinergi Perdagangan dan Pembiayaan Syariah) dan Kanal Ziswaf (Kolaborasi Nasional Pengembangan Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf).
Adapun inisiatif keenam, Lentera Emas (Literasi dan Inklusi Ekonomi Syariah menuju Indonesia Emas) difokuskan pada berbagai program literasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menekankan pentingnya sektor keuangan syariah yang kuat untuk mendukung komitmen Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Pangsa aset keuangan syariah yang saat ini mencapai sebesar 51,42%, perlu terus ditingkatkan terutama pada instrumen keuangan syariah yang inklusif dan berkelanjutan seperti Sukuk Hijau dan Cash Waqf-Linked Sukuk (CWLS).
Adapun Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, pemisahan atau spin off UUS merupakan implementasi dari pemenuhan ketentuan POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, untuk UUS yang telah memiliki aset di atas Rp 50 triliun dan atau total aset UUS telah lebih dari 50% dari total aset induknya.
Dalam pantauan OJK, selain spin off UUS BTN Syariah menjadi BSN, ada pula rencana pemisahan UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk. Proses spin off atas kedua UUS tersebut hingga saat ini berjalan sesuai dengan tahapan rencana pemisahan yang telah diajukan kepada OJK. Selanjutnya, target pelaksanaan pemisahan tetap memperhatikan perizinan dan pemenuhan persyaratan yang berlaku.
OJK mendukung proses pemisahan ini sebagai bagian dari penguatan industri perbankan syariah nasional. "Harapan OJK adalah ke depan BTN dapat mencapai skala ekonomi yang dapat bersaing dengan bank syariah terbesar di Indonesia," ujar Dian, Selasa (25/8/2025).