Akses darat yang terputus, jembatan runtuh, listrik yang belum sepenuhnya menyala, dan ratusan ribu pengungsi yang masih bertahan di titik-titik aman. Dalam latar krisis itulah Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat penanganan bencana di Banda Aceh, Minggu malam (7/12/2025).
Di ruang posko yang menjadi titik kendali baru penanganan banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Presiden duduk berhadapan dengan pejabat daerah kunci, didampingi para menteri, Panglima TNI, Kapolri, serta jajaran BNPB.
“Terima kasih kehadiran saudara-saudara di Banda Aceh,” ucap Prabowo membuka rapat, Minggu malam (7/12/2025). Ia baru saja kembali dari Bireuen, melihat langsung pembangunan Jembatan Bailey yang tengah dikerjakan Kementerian PU bersama TNI.
“Saya lihat pekerjaannya baik, diharapkan dalam satu minggu ini sudah bisa beroperasi.”

Laporan korban dan wilayah yang masih terputus
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menjelaskan, data terkini jumlah korban dari tiga provinsi terdampak yakni 921 orang meninggal, 392 hilang, dan hampir satu juta jiwa mengungsi di tiga provinsi.
“Untuk Aceh sendiri yang meninggal 366 orang, hilang 97 orang,” kata Suharyanto.
Ia merinci dua kabupaten yang masih benar-benar terisolasi yaitu Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah, dengan ratusan gampong terdampak dan akses darat yang belum tembus. Jembatan Merudu dan Teupin Mane masih putus, membuat dua kabupaten, Bireun dan Aceh Tengah, belum bisa diakses lewat darat.
Presiden beberapa kali menyela, memastikan detail dasar tak terlewat. “Kampung-kampung yang sekian ratus belum tembus darat, sudah bisa Wi-Fi?” tanyanya. Suharyanto menjawab bahwa jaringan komunikasi minimal sudah hidup melalui pemasangan Starlink di kantor bupati, kecamatan, hingga titik-titik pengungsian. “Tidak ada lagi yang sama sekali tidak bisa berkomunikasi,” ujarnya.
Listrik menjadi perhatian berikutnya. Sejauh ini 81 persen Aceh telah kembali menyala. Sisanya, termasuk Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues, dipulihkan melalui pengiriman material dan BBM lewat udara. “Kami kirim pakai Hercules, mendarat di Bener Meriah,” kata Kepala BNPB. Prabowo memastikan ulang, “Hercules bisa mendarat di sana?” Dijawab tegas: “Bisa, Bapak Presiden.”
Laporan bergeser ke layanan kesehatan. Enam dari 65 rumah sakit di Aceh masih beroperasi secara parsial. Sebanyak 251 dari 390 puskesmas sudah kembali aktif. Namun fokus utama, Kementerian Kesehatan yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin selaku menteri ialah fase pascabencana, saat penyakit mulai mengintai para penyintas. Tiga jenis penyakit menjadi perhatian: infeksi saluran pernapasan, diare, dan penyakit kulit.
Untuk mengantisipasi lonjakan, pemerintah mengerahkan tiga helikopter medis yang akan berfungsi sebagai klinik keliling, “bergerak tanpa beban distribusi logistik,” ujar Budi.
Tapi masalah terbesar justru tenaga medis. Menkes mengakui, “Tenaga dokter tetap kurang.” Prabowo langsung menyetujui permintaan tambahan dokter, bahkan membuka opsi pengerahan koas dan peserta magang. Sebanyak 74 dokter internship siap diterjunkan.
Infrastruktur
Menteri Pekerjaan Umum Doddy Hanggodo melaporkan progres pembangunan jembatan darurat. Tiga jembatan Tamin Mandi ditargetkan selesai pada 10 Desember, disusul tiga jembatan lain seperti Halukulus dan Mundirangka sebelum akhir bulan. Total kebutuhan jembatan Bailey mencapai 35 unit, sementara yang baru tersedia 27.
Di luar jembatan, lebih dari 700 genset disiapkan untuk desa-desa gelap. BNPB memperkirakan kebutuhan pemulihan di Aceh mencapai Rp25,41 triliun; Sumatera Barat membutuhkan Rp13,52 triliun; dan Sumatera Utara sekitar Rp12,88 triliun.
BNPB meminta izin percepatan pembangunan hunian sementara (huntara) tipe 36 lengkap dengan kamar mandi. Setiap keluarga akan tinggal maksimal satu tahun sebelum dipindahkan ke hunian tetap (huntap), dengan estimasi biaya sekitar Rp60 juta per unit.
Panglima TNI Agus Subiyanto melaporkan pengerahan 32.915 personel. Operasi udara cukup masif: 19 pesawat angkut, 50 helikopter, termasuk helikopter sewaan BNPB. Di laut, 16 kapal KRI beroperasi, dua di antaranya kapal rumah sakit. Lebih dari 1.500 ton logistik dijatuhkan melalui airdrop maupun pendaratan terbatas. Setiap dropping diawasi prajurit di titik jatuh “agar tidak ada yang hilang.” Prabowo menegaskan agar setiap payung udara dikumpulkan kembali, “jangan hilang,” katanya.

Polri menambahkan 12.397 personel untuk DVI, trauma healing, pencarian korban, dan pengamanan logistik. Hingga laporan disampaikan, 903 jenazah sudah ditangani, 221 di antaranya belum teridentifikasi karena keterbatasan cold storage.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menambahkan keterangan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan melaporkan empat kota yang sebelumnya gelap kini sudah kembali menyala.
“Percepatan ini tidak mungkin terjadi tanpa TNI,” kata perwakilan PLN. Pertamina menyusul dengan laporan distribusi BBM dan LPG lewat Hercules serta opsi sling rope dari helikopter. “Agar dapur-dapur pengungsi bisa berfungsi,” ujarnya.
Ekonomi Sumatra terguncang: efeknya ke nasional
Di luar dampak kemanusiaan, bencana ini memukul struktur perekonomian Sumatra, wilayah penyumbang 22,12 persen PDB nasional. Tiga provinsi paling terdampak, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, menopang lebih sepertiga ekonomi pulau itu.
Di Sumatera Utara saja, sektor pertanian, termasuk sawit, menyumbang Rp158,95 triliun. Buku Statistik Perkebunan 2025 mencatat ketiga provinsi ini memiliki 3,13 juta hektare kebun sawit, menghasilkan 7,43 juta ton TBS per tahun.
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, mengatakan dampak banjir ke produksi tidak sebesar dugaan awal. “Kerusakan di kebun itu tidak sebesar area pemukiman,” ujarnya. Tantangan terbesar justru akses jalan dan pengangkutan CPO. “Yang paling terdampak itu akses jalan dan pengangkutan CPO. Itu yang terganggu.”
Namun perhitungan cepat CELIOS menunjukkan gambaran yang lebih muram. Total kerugian nasional diperkirakan mencapai Rp68,67 triliun atau 0,29 persen PDB.
“Ketika satu wilayah di Sumatra lumpuh, dampaknya tidak berhenti di situ,” kata Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira. “Rantai pasok nasional ikut terpengaruh.”
Kerugian terbesar berasal dari rumah rusak, jembatan putus, sawah gagal panen, hilangnya pendapatan rumah tangga, dan kerusakan jalan. CELIOS menilai Aceh akan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam, menyusut 0,88 persen atau setara Rp2,04 triliun, disusul Sumatera Utara (Rp2,07 triliun) dan Sumatera Barat (Rp2,01 triliun). “Ini bukan hanya soal banjir memutus jalan,” kata Bhima. “Ini soal bagaimana satu kejadian alam bisa mengguncang struktur ekonomi sebuah pulau dan kemudian nasional.”
176 Dapur SPPG Menjadi Dapur Darurat
Di tengah kelumpuhan infrastruktur dan terbatasnya akses distribusi, dapur-dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berubah fungsi menjadi dapur darurat. Badan Gizi Nasional (BGN) memastikan 176 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kini bekerja penuh untuk menyediakan makanan bagi warga terdampak.
Sebanyak 122 SPPG beroperasi di Aceh, menyalurkan lebih dari 568.587 porsi makanan. Di Sumatera Utara, 50 SPPG menyalurkan 367.111 porsi. Sumatera Barat mengoperasikan empat SPPG dengan total 4.316 porsi untuk terdampak di Agam dan Solok. “SPPG terus bergerak cepat untuk memastikan kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi selama masa tanggap darurat,” kata BGN.
Baca juga:

Menurut Yusuf, peneliti CORE, keberadaan SPPG justru menjadi instrumen paling cepat di lapangan. “Ketersediaan SPPG sebagai sarana darurat sangat penting,” ujarnya kepada Suar, Minggu (7/12). Namun ia mengingatkan perlunya pengawasan ketat agar pengalihan anggaran tepat sasaran. “SPPG berpotensi menjadi instrumen pertama dalam rehabilitasi pascabencana, tapi koordinasi lintas instansi tetap kunci.”
Dewan Pakar BGN, Prof. Epi Taufik, menganggap langkah ini tepat. “Anak-anak tetap butuh makan meski sekolah libur. Jadi dapur SPPG bisa difungsikan sebagai dapur umum darurat,” katanya melalui keterangan tertulis kepada Suar (7/12). Tapi ia mengingatkan perlunya payung hukum dan standar keamanan pangan. “Di saat bencana, yang utama itu tidak kelaparan. Tapi keamanan pangan tetap. Masa sudah kena musibah, kena keracunan makanan juga.”
Ketika negara bergerak, dapur-dapur kecil menjaga napas warga
Di tengah rapat-rapat koordinasi, operasi helikopter, dan perhitungan kerugian triliunan rupiah, dapur-dapur kecil itu, dari posko pemerintah hingga dapur SPPG di sekolah, menjadi titik hidup yang membuat pengungsi tetap bertahan. Di saat logistik terhambat dan listrik belum sepenuhnya pulih, kepulan asap dari panci besar itu adalah tanda bahwa warga masih bisa makan, masih bisa bertahan.
Namun ahli sepakat, keberhasilan mobilisasi ini harus diikuti pembenahan sistemik: payung hukum SPPG dalam kondisi darurat, SOP terpadu antar-instansi, mekanisme pembiayaan yang jelas, serta desain program jangka panjang untuk pemulihan. "Sebaiknya hal ini ke depan dibuat payung hukumnya juga karena ada uang negara yg digunakan. Untuk standar keamanan pangan ya harus sama, apalagi di saat bencana ketersediaan air bersih, juga lingkungan pengungsian yg kurang kondusif," tambah Prof. Epi.
Prabowo menutup arahannya dengan satu kalimat yang ia ulang berkali-kali, “Ini kepentingan rakyat lebih penting.”