Anggaran Makan Bergizi Gratis 2026 Naik 400%, Prospek bagi Dunia Usaha

Dalam RAPBN 2026 anggaran MBG naik menjadi Rp 355 triliun atau meroket 400% dibandingkan dengan anggaran 2025 yang hanya sebesar Rp 71 triliun. Ini bisa jadi peluang dan tantangan bagi dunia usaha.

Anggaran Makan Bergizi Gratis 2026 Naik 400%, Prospek bagi Dunia Usaha
Siswa menunjukkan menu makanan bergizi gratis (MBG) di SDN Kunciran 2, Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/8/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/nz.

Pada Rancangan Anggaran Pendapat dan Belanja (APBN) 2026, anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) naik menjadi Rp 355 triliun atau meroket 400% dibandingkan dengan anggaran 2025 yang hanya sebesar Rp 71 triliun. Ini bisa jadi peluang dan tantangan bagi pelaku usaha.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyatakan, anggaran sebesar itu ditetapkan karena program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada tahun 2026 akan menjangkau 82,9 juta orang. Dengan jumlah penerima sebanyak itu, menurut perkiraannya program ini akan menghabiskan sekitar Rp 1,2 triliun setiap harinya.

Dadan Hindayana menyebut pembelian bahan pangan dilakukan secara langsung, sehingga penyerapan produk lokal menjadi lebih cepat juga menggerakkan ekonomi daerah.

"Satu SPPG (satuan pelayanan pemenuhan gizi) itu akan mengelola uang kurang lebih Rp 10 miliar per tahun, sebanyak 85 persennya digunakan untuk membeli bahan baku. Dan, 95 persen bahan bakunya ini adalah pertanian. Jadi, program ini sebetulnya sejalan dengan swasembada dan ketahanan pangan," kata Dadan dalam keterangan resmi, Kamis (14/8). 

Peluang besar bagi UMKM, tantangan bagi industri lokal

Bagaimana keterlibatan pelaku usaha di program ini? Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia atau National Meat Processors Association Indonesia (Nampa) Ishana Mahisa menjelaskan, Nampa sebagai asosiasi produsen besar tidak terlibat langsung dalam program MBG.

Namun, ia menambahkan, keterlibatan industri pengolahan daging terjadi melalui para mitra mereka. Yakni, retailer yang menjual produk olahan daging ke pihak-pihak yang bekerjasama dengan program tersebut, seperti katering atau yayasan.

“Para katering itulah yang membeli ke retailer mitra kami. Kita (pabrikan) tidak bisa langsung jual ke konsumen langsung atau end user. Nanti bersaing, kan, marah nanti retailernya,” jelasnya kepada SUAR (20/8/2025).

Menurutnya, peningkatan anggaran MBG 2026 membuat konsumsi daging meningkat, tapi tidak signifikan, lantaran penganggaran dalam program MBG kecil. Nilainya cuma Rp 10.000 per porsi.

“Perkiraan saya konsumsi daging itu naik tapi kecil, karena food cost Rp 10.000, kemudian dikurangi dengan margin, dikurangi dengan lain-lain, mungkin Rp 6.000, sehingga porsi dagingnya kecil. Daging merah saja sekarang Rp 88.000 per kg,” jelasnya.

Ketua Umum National Meat Processors Association Indonesia (Nampa), Ishana Mahisa, Foto: Dok.Pribadi.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian UMKM Riza Damanik menyatakan, MBG adalah ekosistem yang memberikan manfaat ganda. Yakni, tidak hanya menjamin asupan gizi anak-anak, tetapi juga membuka pintu ekonomi bagi jutaan pelaku UMKM.

“Dari total anggaran MBG, sebesar 85% dialokasikan untuk pengadaan bahan baku dapur, mulai dari sayuran, hasil peternakan, perikanan, hingga perkebunan. Ini adalah peluang besar bagi 29 juta UMKM sektor pangan, khususnya yang berada di pedesaan, untuk tumbuh dan berkembang,” kata Riza dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (13/8).

Riza menyebutkan, sudah ada 6.435 UMKM yang menjadi bagian dari rantai pasokan MBG. Yakni, mulai dari pemasok bahan baku seperti petani, nelayan, dan pedagang pasar, hingga penyedia katering dan pengolah limbah makanan menjadi produk bernilai ekonomi, seperti pupuk dan pakan ikan.

Ia mencontohkan salah satu keberhasilan program MBG terhadap perekonomian UMKM di Pamulang, Tangerang Selatan. Di wilayah ini, seorang pemasok sayuran untuk empat dapur MBG berhasil menciptakan lapangan kerja bagi 15 ibu rumah tangga.

Namun, Riza juga mengakui adanya tantangan bagi para UMKM. Seperti, kesulitan dalam menjaga standar kualitas, kuantitas, dan pasokan yang berkelanjutan. Selain itu, ada masalah kurangnya informasi teknis dan keterbatasan akses modal.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian UMKM meluncurkan program pendampingan online yang diikuti 1.000 UMKM. Program ini mencakup sosialisasi, pelatihan, kurasi, perjodohan bisnis, dan bantuan pembiayaan.

Data terbaru BGN mencatat bahwa program MBG telah menjangkau lebih dari 20,5 juta penerima manfaat melalui 5.885 SPPG yang tersebar di 38 provinsi, 502 kabupaten, dan 4.770 kecamatan di seluruh Indonesia. Setiap SPPG melayani rata-rata 3.500 orang.

Dilihat dari skala kegiatan sebesar itu, sepertinya banyak peluang yang bisa ikut dicicipi oleh para pelaku usaha.

Robert Sutanto, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Wadah Makan Indonesia (Apmaki), pun menyatakan pada awalnya produsen nampan lokal optimistis terkait penambahan anggaran program MBG. Namun, para produsen lokal kini pesimistis setelah nampan impor, terutama dari Tiongkok, sudah beredar luas bahkan sebelum peraturan relaksasi impor diberlakukan.

“Seharusnya kami optimistis dengan peningkatan anggaran MBG karena peningkatan permintaan. Namun kelihatannya kami pesimistis karena kami kita para produsen lokal ini tidak bisa ikut berperan, sebab kesempatannya diambil para importir food tray," ungkapnya.

"Kelihatannya kami pesimistis karena kami kita para produsen lokal ini tidak bisa ikut berperan, sebab kesempatannya diambil para importir food tray," ungkap Robert.

"Saat ini produk impor itu sudah membanjiri dalam negeri,” katanya kepada SUAR (19/8/2025).

Sebelumnya, pada tanggal 30 Juni 2025, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2025 yang akan berlaku pada 29 Agustus 2025. Kebijakan tersebut memudahkan impor untuk nampan (food tray) yang termasuk dalam 10 komoditas yang mendapat kelonggaran. 

Robert Susanto menyatakan, saat ini total produksi food tray berdasarkan data Apmaki sudah lebih dari 10 juta set. Tapi yang terserap oleh mitra dapur MBG baru kisaran 4 juta–5 juta, dan selebihnya menjadi stok yang tidak terjual.

Ia berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk menciptakan persaingan yang sehat agar produk lokal mendapatkan proteksi, sehingga dapur MBG masih dapat memilih produk dalam negeri. “Dengan begitu, semangat nasionalisme konsumen dapat tumbuh, dan industri lokal pun bisa bertahan,” ucapnya.

Efek ganda yang belum optimal

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, berpendapat bahwa kenaikan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya, kurang memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian.

Yusuf menyoroti realisasi program MBG yang dinilai belum mampu memberikan efek pengganda pada perekonomian. Hingga semester pertama tahun ini, realisasi anggaran program ini masih relatif kecil. Hal ini juga disebabkan oleh belum permanennya keterlibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rantai pasok makanan.

"Kalau ingin memberikan efek pengganda ke perekonomian, kantin-kantin ini yang dikerahkan oleh pemerintah untuk menjalankan program MBG. Jadi dengan memasukkan kantin ke dalam program ini, akhirnya program ini bisa memberikan efek yang lebih luas," jelasnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, (Sumber:Dok.Pribadi).

Menurutnya, program MBG seharusnya dapat menguntungkan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Namun, hal ini hanya bisa terwujud jika program tersebut memiliki blue print yang komprehensif, sehingga cakupannya bisa lebih luas dan terintegrasi dengan berbagai sektor tersebut.

Yusuf mencontohkan, pemerintah harus memastikan program-program seperti penciptaan lahan sawah baru dan kebijakan subsidi pertanian berjalan sesuai target dan tidak terhambat oleh masalah struktural.

"Jangan sampai kemudian kebijakan pertanian kita bertentangan ataupun tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh para pakar di pertanian, misalnya saya ambil contoh food estate," kata Yusuf, menyoroti pentingnya evaluasi kebijakan pertanian agar selaras dengan tujuan program MBG.

Ia mengingatkan peningkatan anggaran harus menjadi momentum untuk perbaikan menyeluruh, mulai dari perumusan menu, keterlibatan UMKM, hingga kebijakan di sektor pertanian dan peternakan. Targetnya agar program ini benar-benar efektif dan memberikan manfaat luas bagi masyarakat.