Uni Eropa Ajukan Banding ke WTO, Posisi Indonesia Tetap Kuat

Uni Eropa mengajukan banding atas putusan WTO yang memenangkan Indonesia atas kasus bea masuk biodiesel. Keputusan banding kepada WTO ini diyakini tidak akan berpengaruh pada posisi Indonesia, karena Indonesia punya bukti kuat.

Uni Eropa Ajukan Banding ke WTO, Posisi Indonesia Tetap Kuat
Foto: engin akyurt / Unsplash

Uni Eropa mengajukan banding atas putusan Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization (WTO) yang memenangkan Indonesia atas kasus bea masuk biodiesel. Rencana mengajukan banding tersebut disampaikan Uni Eropa pada 26 September 2025 seperti dikutip Reuters.

Keputusan Uni Eropa yang mengajukan banding kepada WTO tidak akan berpengaruh pada posisi Indonesia, karena Indonesia punya bukti kuat dan semua tuduhan tidak terbukti.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan ekspor biodiesel ke Uni Eropa sangat kecil, jadi tidak terlalu berdampak signifikan. Indonesia mempunyai mandatory biodiesel sehingga pemenuhan kebutuhan dalam negeri lebih diutamakan daripada ekspor.

“Silahkan saja Uni Eropa mengajukan banding, itu hanya bentuk kekesalan saja karena mereka kalah,” ujar Eddy kepada SUAR di Jakarta (29/9).

Hal positif yang diambil dari kemenangan Indonesia di WTO adalah Indonesia tidak terbukti melakukan praktik dumping seperti yang dituduhkan.

Ia mengatakan pemerintah harus tetap waspada terhadap Uni Eropa dan pantau setiap gerakannya karena Uni Eropa akan melakukan berbagai macam cara untuk menjatuhkan produk sawit dan turunan asal Indonesia.

Contoh kecilnya, meskipun Indonesia sudah menandatangani perjanjian ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa/IEU-CEPA tapi masalah deforestasi terkait CPO tetap saja dibahas dan tidak pernah berhenti.

Perjuangan panjang

Wakil Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Catra de Thouars mengatakan putusan panel WTO yang memenangkan Indonesia atas sengketa ini merupakan perjuangan panjang yang patut dirayakan.

Sengketa ini bermula dari kebijakan Uni Eropa yang mengenakan bea imbalan/countervailing duties terhadap produk biodiesel Indonesia dari 2018-2019, menanggapi hal tersebut, pemerintah bersama pelaku industri biofuel, sawit serta pakar hukum menempuh jalur gugatan ke WTO.

Hampir dua tahun pelaku usaha berjuang mati-matian melawan Uni Eropa, dan perjuangan tersebut tidak sia-sia karena membuahkan hasil yang manis di tahun ini, dengan kemenangan Indonesia. 

Kemenangan ini menjadi nafas segar bagi industri untuk terus berjuang. Namun, Uni Eropa kemungkinan tidak akan tinggal diam dan bisa mengambil langkah baru untuk menahan masuknya biodiesel asal Indonesia

“Pemerintah bersama pelaku industri diminta tetap waspada dan menyiapkan strategi lanjutan termasuk pengajuan banding ini,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (29/9).

Lihat Perkembangan Ke Depan

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono belum mau mengomentari terlalu banyak mengenai banding yang dilakukan Uni Eropa, ia akan memantau situasi dan perkembangan ke depan.

“ Lihat terus perkembangan kedepannya, akan terus dipantau,” ujar dia ketika ditemui di Kementerian Perdagangan di Jakarta (29/9).

Seperti diketahui, terdapat setidaknya tiga opsi yang dapat dilakukan oleh Indonesia dan Uni Eropa untuk menanggapi putusan WTO.

Baca juga:

Derap Maju Biodiesel Indonesia Menembus Pasar Eropa
Ekspor biodiesel Indonesia ke Eropa memasuki babak baru. WTO memenangkan Indonesia dalam sengketa ekspor biodiesel ke Eropa.

Pertama, Indonesia dan Uni Eropa memiliki waktu 20-60 hari, yaitu pada periode 22 Agustus-22 Oktober 2025 untuk mempertimbangkan menerima/mengadopsi putusan panel atau menempuh upaya banding.

Opsi kedua, Uni Eropa melakukan banding melalui Badan Banding (AB) WTO. Putusan Panel belum dapat diadopsi sehingga belum mengikat dan pengenaan Countervailing Duties (CVD) terhadap produk biodiesel Indonesia akan berlanjut.

Lebih lanjut, opsi ketiga adalah Uni Eropa dan Indonesia menempuh banding melalui Badan Ad-Hoc.

“Pemerintah Republik Indonesia harus menyusun modalitas banding setelah UE mengajukan penundaan adopsi Putusan Panel. Oleh karena itu, Pemerintah RI harus memastikan kesiapan stakeholders dan konsultan hukum,” kata Djatmiko dalam konferensi pers Agustus lalu.

Kemendag memproyeksikan ekspor biodiesel ke Uni Eropa (UE) stabil di angka 6,7 persen menyusul kemenangan sengketa DS618 terkait penerapan bea imbalan/countervailing duties (CVD) di Panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Berdasarkan data yang dibagikan oleh Kemendag, ekspor biodiesel Indonesia cukup fluktuatif selama 10 tahun terakhir.Tercatat adanya penurunan pada kurun waktu 2020-2021 setelah pengenaan CVD (2019) yang dipengaruhi faktor-faktor antara lain pandemi COVID-19 dan penurunan volume ekspor biodiesel ke dunia.

Selama masa pengenaan CVD (2020-2024), ekspor biodiesel Indonesia ke UE tetap tumbuh sebesar 6,7 persen dengan rata-rata nilai ekspor US$ 319,7 juta.