Solusi Kuat untuk Keluar dari Jerat Defisit Bahan Bakar Minyak

Sejak beberapa tahun yang lalu, produksi minyak domestik tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional. Konsumsi BBM ditutupi dari impor minyak. Jika tidak segera diatasi, Indonesia akan masuk dalam jerat defisit energi yang dalam.

Solusi Kuat untuk Keluar dari Jerat Defisit Bahan Bakar Minyak

Bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya gerak roda perekonomian telah meningkatkan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM). Namun, peningkatan ini tidak diimbangi dengan produksi domestik. Ketergantungan yang kian tinggi pada sumber energi fosil ini, selain berisiko terhadap ketahanan energi nasional, juga akan membebani keuangan pemerintah. 

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan konsumsi energi dari bahan bakar minyak masih memegang proporsi signifikan dalam bauran energi nasional. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, konsumsi BBM nasional juga terus melonjak. Tercatat, konsumsi energi meningkat dari 396,21 juta barel pada tahun 2014 menjadi 507,76 juta barel pada tahun 2024. Dalam satu dekade konsumsi BBM meningkat sekitar 28%.

Sayangnya, tren peningkatan konsumsi ini berbanding terbalik dengan kondisi produksi minyak domestik. Data menunjukkan kemerosotan produksi yang mengkhawatirkan. Produksi minyak terus merosot dari 287,902 juta barel pada tahun 2014 menjadi hanya 212,332 juta barel pada tahun 2024.

Kesenjangan yang semakin lebar antara konsumsi yang melonjak dan produksi yang merosot ini secara otomatis mendorong peningkatan kebutuhan impor untuk menutupi defisit pasokan. Impor minyak, baik hasil minyak maupun minyak mentah, menjadi katup pengaman demi menjamin ketersediaan energi harian masyarakat.

Peningkatan impor ini, sayangnya, memberikan beban berat pada neraca perdagangan luar negeri sektor migas. Kondisi defisit (impor lebih besar dari ekspor) pada sektor ini semakin membesar. Khusus pada impor hasil minyak, angkanya melonjak signifikan dari 18.688,9 ribu ton pada tahun 2006 menjadi 36.888,7 ribu ton pada tahun 2024. Terpantau hingga 2024 neraca perdagangan hasil minyak mencetak defisit 28.796,8 ribu ton, sedangkan perdagangan minyak mentah mencapai defisit 18.236 ribu ton.

Sementara itu, impor minyak mentah juga bergerak dalam tren naik, mencapai 16.895,2 pada tahun 2024. Kebutuhan impor yang terus bertambah ini menjadikan sektor migas sebagai kontributor utama dalam memperbesar defisit neraca perdagangan dan menekan stabilitas fiskal negara akibat tingginya alokasi subsidi dan kompensasi energi.

Kebutuhan energi jangka panjang diperkirakan akan terus meningkat yang berakibat Indonesia masuk dalam jebakan defisit yang mengancam kemandirian energi. Perlu segera diambil kebijakan yang cepat dan berani untuk mengurangi ketergantungan yang tinggi pada impor minyak.

Untuk solusi jangka pendek dan menengah, upaya memaksimalkan kapasitas kilang minyak atau bahkan menambah kilang oleh Pertamina adalah keniscayaan. Peningkatan efisiensi dan kapasitas kilang akan membantu meningkatkan produksi hasil minyak di dalam negeri.

Namun, upaya ini perlu diiringi dengan investasi untuk eksplorasi dan produksi hulu untuk membendung laju penurunan produksi minyak mentah nasional.

Selain mengoptimalkan produksi minyak domestik, perencanaan mengurangi bauran energi fosil terutama dalam penggunaan BBM ini harus dipercepat untuk mencapai kemandirian energi. Mandatori biomassa oleh pemerintah sejak 2014 mendorong untuk menggunakan bahan bakar nabati untuk menutup kebutuhan konsumsi bahan bakar.