Secara resmi, pemerintah telah menyiapkan kebijakan relaksasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi para debitur yang terdampak bencana banjir bandang dan tanah longsor di tiga provinsi di Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Langkah ini merupakan upaya meringankan beban ekonomi masyarakat, khususnya pelaku UMKM yang kehilangan aset atau mata pencaharian akibat bencana alam.
Relaksasi yang diberikan kepada korban bencana mencakup berbagai kemudahan, mulai dari penundaan pembayaran angsuran hingga perpanjangan jangka waktu kredit. Kebijakan ini perlu diterapkan mengingat peran KUR sebagai motor penggerak ekonomi.
Tanpa adanya intervensi kebijakan tersebut, dikhawatirkan angka kredit bermasalah akan meningkat drastis yang pada akhirnya dapat melumpuhkan daya beli dan produktivitas lokal di wilayah-wilayah yang saat ini sedang berjuang untuk bangkit pascabencana.
Berdasarkan data realisasi KUR tahun 2025 di Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementerian Keuangan, beban pemulihan di Sumatera Utara nampak paling besar dibandingkan dua provinsi lainnya. Hingga tahun 2025, Sumatera Utara mencatatkan jumlah debitur sebanyak 397.256 orang dengan total nilai kredit mencapai Rp 15,44 triliun.
Meskipun nilai kredit ini menurun dibandingkan tahun 2024 yang sempat mencapai Rp 16,36 triliun, jumlah debitur meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa akses KUR semakin meluas di Sumatera Utara. Ini juga berarti jumlah debitur yang membutuhkan relaksasi akibat bencana di wilayah ini menjadi yang terbanyak.
Sebaliknya di Sumatera Barat, penyaluran KUR cenderung stabil. Pada tahun 2025, tercatat ada 171.063 debitur dengan total kredit senilai Rp 7,78 triliun. Sektor yang dominan mendapat kucuran KUR di Sumatera Barat adalah pertanian, perburuan, dan kehutanan sebesar Rp 3,57 triliun.
Oleh karena bencana banjir bandang seringkali merusak lahan pertanian dan perkebunan, relaksasi bagi debitur di sektor ini menjadi sangat dibutuhkan agar para petani tidak terjebak dalam siklus hutang saat lahan mereka tidak produktif.
Sementara itu di Provinsi Aceh, tren realisasi KUR hingga tahun 2025 dikucurkan kepada 85.297 debitur dengan nilai kredit Rp 3,97 triliun. Berbeda dengan dua provinsi tetangganya, sektor terbesar yang menyerap KUR di Aceh adalah perdagangan besar dan eceran dengan 62.884 debitur dan nilai kredit Rp 2,06 triliun.
Bencana tanah longsor yang memutus jalur logistik tentu memberikan dampak langsung pada sektor perdagangan ini. Oleh karena itu, kebijakan relaksasi pemerintah harus menyasar para pedagang kecil agar mereka tetap memiliki likuiditas untuk memulai kembali usaha mereka.
Ketiga provinsi ini memiliki ketergantungan terhadap penyaluran KUR untuk menggerakkan roda ekonominya. Data dari Kementerian Koordinator Perekonomian mencatat hingga 2025 nilai kredit gabungan mencapai Rp 43,95 triliun dengan jumlah debitur 1.018.282 orang di ketiga wilayah tersebut.
Kebijakan relaksasi bukan hanya sekadar bantuan sosial, melainkan instrumen penyelamatan ekonomi daerah terdampak bencana. Dengan sinergi antara perbankan dan pemerintah dalam mengimplementasikan relaksasi ini, diharapkan para debitur di Aceh, Sumut, dan Sumbar dapat segera pulih dan kembali berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.