Peningkatan Anggaran untuk Menyokong Swasembada Pangan

Pemerintah menambah alokasi anggaran ketahanan pangan dalam RAPBN 2026 sebanyak 5,9 persen menjadi Rp164,41 triliun. Hal ini menunjukkan komitmen serius pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan, terutama beras dan jagung.

Peningkatan Anggaran untuk Menyokong Swasembada Pangan

Pemerintah menambah alokasi anggaran ketahanan pangan dalam RAPBN 2026 sebanyak 5,9% menjadi Rp 164,41 triliun. Hal ini menunjukkan komitmen serius pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan, terutama beras dan jagung.

Ketahanan pangan merupakan satu dari delapan agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto. Peningkatan anggaran untuk ketahanan pangan ini tidak hanya ditujukan untuk peningkatan produksi, tetapi juga menstabilkan harga dan meningkatkan kesejahteraan petani/nelayan.

Tentu besarnya alokasi bujet ini menuntut implementasi yang efektif dan koordinasi lintas lembaga yang baik agar tujuan ketahanan pangan dapat tercapai. Terutama, optimalisasi produksi komoditas utama, yaitu beras dan jagung.

Yang perlu dicermati, sektor pertanian Indonesia menghadapi tantangan berupa penurunan produksi dan jumlah petani. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, produksi padi yang sempat mencapai 54,9 juta ton pada 2022 turun menjadi 53,1 juta ton pada 2024.

Hal serupa terjadi pada komoditas jagung. Produksinya juga menurun dari sebanyak 16,5 juta ton pada 2022 menjadi 15,1 juta ton pada 2024. Tren ini mengindikasikan Indonesia masih sulit menjaga konsistensi produksi tanaman pangan yang menjadi andalan dalam ketahanan pangan.

Sumber daya yang bekerja di sektor pangan contohnya petani turut mengalami penurunan. Data Sensus Pertanian 2023 BPS menyebutkan, jumlah petani tercatat sebanyak 28,19 juta orang. Jumlah ini turun dibandingkan dengan data Sensus Pertanian 2013 yang berjumlah 31,7 juta petani. Sedangkan jumlah petani gurem meningkat dari 14,24 juta petani (2013) menjadi 17,25 juta petani (2023).

Peningkatan jumlah petani yang luas lahan pertaniannya kurang dari 0,5 hektare atau petani gurem ini menandakan mereka juga menghadapi ancaman penyempitan luas lahan. Selain itu, dari segi usia, sekitar 61,35% dari petani utama berusia di atas 45 tahun. Hanya 10,6% yang berusia di bawah 35 tahun. Hal ini menunjukkan minimnya regenerasi di sektor pertanian.

Penambahan alokasi anggaran untuk ketahanan pangan menandakan komitmen kuat dari pemerintah untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Anggaran ini tidak hanya dialokasikan untuk subsidi, tetapi juga untuk investasi strategis.

Pembangunan infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan bendungan, diharapkan dapat mengembalikan dan mengoptimalkan lahan pertanian yang kurang produktif. Selain itu, investasi pada teknologi modern dan alat-alat pertanian diharapkan dapat menarik minat generasi muda untuk terjun ke sektor pangan.