Industri logistik berpeluang ikut ambil bagian dari megaproyek pemerintah mengembangkan lebih dari 80.000 unit Koperasi Desa Merah-Putih (KDMP). Sektor ini jadi salah ujung tombak distribusi produk pertanian dan berbagai produk kebutuhan pokok.
Sebagai gambaran, dalam Pidato Nota Keuangan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) 2026 di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan KDMP berfungsi secara optimal.
“Pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih telah dimulai tahun ini. Pada akhir tahun 2025 ini, setiap koperasi akan memiliki gudang, akan memiliki cold storage, akan memiliki gerai-gerai, dan setiap koperasi akan memiliki dua kendaraan truk untuk menjemput dan mengantar hasil buminya,” ujar Prabowo, Jumat (15/8/2025).
Penambahan fasilitas dan kapasitas distribusi tersebut beralasan kuat. Menurut Presiden, kelengkapan fasilitas tersebut mendukung misi pemerintah meningkat gizi masyarakat dan meningkatkan angka konsumsi protein hewani – khususnya ikan.

Tidak hanya itu, penambahan kapasitas distribusi KDMP sebagai motor perekonomian desa diharapkan juga mampu mempercepat transportasi hasil desa untuk mencapai pasar.
Dalam berbagai kesempatan, baik Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi maupun Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan, rencananya KDMP akan menjadi rantai distribusi hasil produksi hingga kebutuhan masyarakat seperti hasil pertanian hingga obat-obatan. Maka dari itu perlu keterlibatan sistem logistik yang kuat untuk menunjang keberhasilan program ini.
Komitmen Presiden tersebut mendapatkan tanggapan positif dari pelaku usaha logistik dan rantai pasok nasional. Ketua Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia (ALFI) Institute Yukki Nugrahawan Hanafi menyatakan, integrasi sektor logistik dapat mendorong pemerataan ekonomi, pembukaan lapangan kerja, dan geliat sektor logistik rantai pasok nasional.
“Kami melihat ada peluang kolaborasi sektor logistik nasional untuk membantu realisasi visi ini. Namun, kami melihat pemerintah perlu mempertimbangkan empat faktor penting agar realisasi tersebut dapat berjalan optimal,” jelas Yukki dalam pernyataan tertulis yang diterima oleh SUAR, Jumat (16/8/2025).
Keempat faktor penting yang dimaksud Yukki mencakup: kapasitas tata kelola organisasi KMP dalam menjalankan logistik dan rantai pasok yang optimal, ketersediaan armada yang efisien, digitalisasi logistik dan rantai pasok, serta memastikan ketersediaan SDM logistik dan rantai pasok.
“Dalam konteks ini, para pelaku usaha logistik rantai pasok siap bergotong-royong melakukan pendampingan, pelatihan, dan kolaborasi bisnis demi menyukseskan visi ini,” tutup Yukki.
Waspadai celah gagal
Namun, peneliti perkoperasian dan Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, mengingatkan celah gagal KDMP dalam pelaksanaan rencana besar seperti gagasan Presiden Prabowo tersebut. Titik krusialnya terletak pada mekanisme pengalihan risiko kredit macet yang langsung memotong Dana Desa dan penjaminan komoditas yang dijual KDMP kepada bank Himbara (bank-bank milik pemerintah).
“Jika pasar tidak menyerap barang tersebut, kerugian tidak akan menimpa bank atau pemasok. Dana Desa yang seharusnya untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat akan dipotong untuk menutup kerugian itu. Desa hanya menjadi perpanjangan tangan eksekusi, tanpa kuasa menentukan pemasok, jenis barang, atau model usaha,” tulis Suroto dalam keterangan tertulis yang diterima SUAR, Jumat (15/08).
Sepintas, mekanisme ini membuat desa rentan terjebak dalam siklus utang berkepanjangan dan kehilangan arah pembangunan otonom. Di sisi lain, mekanisme tersebut sesungguhnya menjadi pemicu agar desa mampu berstrategi agar keuangan KDMP terjaga. Selain itu juga produktivitasnya tumbuh optimal dan hasil-hasil desa dapat bersaing kompetitif.
Kemitraan harus by design
Guna memastikan berfungsinya KDMP secara optimal, pengusaha logistik memberikan penekanan agar pelaksanaan rencana tersebut tidak hanya memperhatikan kesiapan rencana makroskopik, melainkan juga aspek teknis di lapangan.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Mahendra Rianto, menggarisbawahi letak tantangan pada detail, yang acapkali terabaikan dalam perencanaan yang terlalu besar dan masif. Padahal, aspek di lapangan lebih menentukan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana pemerintah. Karena itu, implementasi rencana logistik tersebut hendaknya tidak dilaksanakan secara tergesa-gesa.
Dia mengambil contoh rencana pemerintah menyiapkan cold storage di setiap unit KDMP, tetapi tidak menjelaskan pelaksanaan alur cold supply chain sebagai kerangka.
Mahendra menjelaskan, setiap komoditas memiliki alur cold supply chain dan treatment yang berbeda-beda. Contohnya, ikan dari Sulawesi dan Maluku. "Bisakah pemerintah kita meyakinkan pasar di Singapura, Malaysia, Hong Kong, China, atau Australia membeli ikan kita? Umur ikan sebagai perishable food itu tidak panjang. Kadar bakteri harus dimonitor dengan ketat, terutama di negara-negara yang menerapkan standar tinggi. Kita sudah lakukan itu belum?” tukasnya.
Tantangan terbesar cold supply chain, menurut Mahendra, adalah derajat perbedaan kualitas kesegaran barang saat panen dengan yang diterima pembeli di pasar. Kebutuhan transportasi, karena itu, harus menjadi bagian dari rencana terintegrasi yang menyeluruh.
“Cold storage tidak memecahkan masalah. Yang memecahkan masalah adalah bergeraknya barang itu sampai ke pasar untuk dijual. Kalau hanya disimpan saja di cold storage dan tidak dijual, lama-lama rusak juga barang itu,” tandas Mahendra saat dihubungi SUAR, (16/08).
“Cold storage tidak memecahkan masalah. Yang memecahkan masalah adalah bergeraknya barang itu sampai ke pasar untuk dijual," ungkap Mahendra.
Mahendra mengingatkan, langkah-langkah pengadaan cold storage juga telah dilakukan beberapa tahun lalu, dengan hasil yang jauh panggang dari api. “Sekarang, cold storage itu nongkrong, tidak ada isinya. Jangan sampai mengulangi kesalahan serupa, karena informasi yang tidak jelas, menggelontorkan dana untuk hal yang sudah salah sejak awal,” ucapnya.
Ada strategi efektif yang dapat pemerintah lakukan untuk mencegah kesalahan berulang dalam pengimplementasian rencana peningkatan kapasitas distribusi itu. Yakni, menggandeng kemitraan swasta untuk memberikan pelatihan dan upgrading sumber daya manusia dan penetapan quality control yang membuat produk KDMP bersaing di pasar.
“Coba, jaringan-jaringan swalayan yang mendapatkan izin operasi itu ajarin pihak koperasi dan ambil barang dari mereka. Jangan dibalik. Pemerintah bisa katakan, ‘Tolong ambil barang ini dari masyarakat desa. Suruh mereka kasih tahu caranya supaya bisa memenuhi kualitas standar,’ Jadi mereka [jaringan swalayan] yang membimbing,” cetus Mahendra.
Di samping itu, KDMP hanya mungkin berhasil jika pemerintah, petani/nelayan, dan pasar memiliki saling pengertian. “Faktanya, petani kita butuh uang setiap hari. Pemerintah harus paham itu, kalau mau membenahi rantai pasok. Jangan sampai habis panen, petani malah punya utang, sementara yang ambil untung adalah tengkulak. Pemerintah harus jujur dan harus terbuka untuk masalah ini,” ungkapnya.
Penulis: Benediktus Krisna Yogatama dan Christian Wibisana